Mudik tahun 2023 ini menurut saya agak memiliki kenangan khusus. Bagi saya, mudik ini adalah yang pertama bebas sejak pandemi Covid 19 menerjang setidaknya hingga tiga kali mudik kemarin. Setidaknya ada tiga hal yang membuat mudik kali ini terasa begitu khusus, yaitu ini pertama kalinya mudik bersama anak kedua saya, Dania Asmita yang sekarang beranjak 8 bulan, kemudian yang kedua adalah ini pertamakalinya kami akan mudik ke Ngawi sementara di sana kedua mertua saya sudah tidak ada dan yang terakhir tentu saja mudik ini adalah mudik bebas pertamakalinya sejak Covid. Dulu, saya sering menyempatkan mudik dengan melewati jalur-jalur tikus.
#Hari pertama, Rabu 19 Maret 2023
Saya start mudik pada hari Rabu, 19 Maret 2023. Sebelumnya selama tiga hari saya ada tugas keluar kota sehingga persiapan saya tidak begitu matang. Ekspektasi awal berangkat mudik pada Rabu pagi dengan tujuan ke Magelang berbelanja terlebih dahulu harus dikoreksi karena kami baru berhasil berangkat selepas shalat dhuhur. Perjalanan dari Semarang menuju Magelang melewati jalur nasional terkesan biasa saja. Saya kira tidak ada kemacetan yang berarti. Cenderung lancar malahan. Hingga akhirnya menjelang jam 3 sore kami sudah sampai di Magelang.
Tahu jika bapaknya seringkali menginap di hotel dan sudah lama tidak diajak ke hotel, anak saya yang pertama merengek minta diajak menginap ke hotel. Maka dari itu, berdasar kajian singkat melihat harga - harga hotel yang merangkak naik baik di Salatiga/Magelang maka saya putuskan untuk menginap di Hotel Catur Mertoyudan. Itung-itung sebagai tombo gelo.
Hotel Catur ini saya kira adalah hotel yang cukup tua. Saya ingat ketika saya bersekolah STM dulu hotel ini sudah ada dan merupakan salah satu hotel yang baik kala itu sebelum menjamurnya hotel hotel dengan konsep tall building di Magelang. Begitu masuk, kami dipersilakan check in di desk resepsionis yang berada di depan. Check in yang cepat saya tinggal menyebut aplikasi booking hotel dan nama saya sekaligus meninggalkan id card berupa KTP. Selanjutnya, petugas mengarahkan kami ke kamar yang saya pesan. Sebuah kamar tipe eksekutif dengan twin bed berada di lantai 1. Parkiran mobilnya cukup luas bahkan saya bisa parkir sangat dekat dengan kamar, memudahkan kami memindahkan barang-barang.
"ada yang bisa saya bantu turunkan barangnya, Pak?" tawaran petugas hotel
"oh tidak, barang saya sedikit terimakasih"
Sekelebat kemudian saya lalu memasuki kamar hotel yang bersih sekali saking bersihnya lantainya terasa licin kayak habis dipel menggunakan deterjen. Dinginnya AC membuat anak saya langsung kegirangan dan bisa beristirahat. Sore ini jadwal berbelanja ke Magelang saya tunda dulu saya coba berikan kesempatan kepada anak-anak untuk istirahat. Twin bed yang saya pesan saya satukan biar muat lebih banyak. Selepas mandi, kami istirahat dan jelang berbuka kami jalan jalan sebentar ke perkampungan membeli takjil berupa gorengan serta beberapa minuman.Â
Alhamdulillah bisa berbuka bersama keluarga meski tidak di rumah sendiri. Malamnya kami jalan kaki sejenak ke depan hotel. Ada dua pilihan makan yaitu di sentra kuliner Mertoyudan yang berada persis di seberang hotel, atau geser sedikit ke Ayam Bakar Wong Solo Larasati. Pilihan nomor dua ini akhirnya menjadi pilihan kami. Sayangnya, bebek yang saya pesan habis sehingga terpaksa makan ayam.
#Hari kedua, Kamis, 20 Maret 2023
Pagi-pagi sekali jam 03.00 saya mendapat morning call dari resepsionis untuk membangunkan sahur. Ini memang sudah request saya ketika check in karena ditawari bangunkan sahur via ketuk pintu apa via telepon. Sejurus kemudian, saya segera sahur ke resto. Mengingat saya ada tambahan pax untuk anak, saya bilang kepada petugas untuk dicatat dan ditagih ketika check out.
Lepas sahur, kami kembali lagi ke kamar untuk shalat shubuh serta melanjutkan tidur. Badan masih capek dan anak-anak juga kembali terlelap tidur dan selepas beres-beres pada pukul 09.00 kami segera check out dan mencari kesempatan untuk mengajak anak saya periksa ke dokter kulit karena Dania ternyata sedang terserang penyakit kulit. Beruntung, ada salah satu dokter yang buka di bilangan Bayeman. Dokter Endang namanya. Cukup mahal memang, tapi tak apa demi kesembuhan si buah hati.
Hari sudah menjelang siang, kami putarkan motuba menuju alun-alun. Tujuan saya kali ini untuk memberikan kebebasan kepada anak istri saya memilih baju lebaran yang disukai. Sudah jelas tujuan kami ke Gardena dan Matahari Dept. Store yang berada di timur alun-alun. Dahulu (hingga sekarang) tujuan berbelanja yang pilihannya komplit serta barang yang berkualitas ya di sini ini. Bedanya dulu saya sangat jarang berbelanja namun kini karena alhamdulillah ada rejeki THR maka dari itu tidak ada salahnya untuk mengajak anak-istri berbelanja serta mampir sebentar ke supermarketnya membeli semangka dan buah dragon.
Menjelang dhuhur, saya sudah sampai di rumah masa kecil saya di Desa Pabelan kecamatan Mungkid. Orang tua menyambut dengan riang gembira terutama menyambut cucu nya yang masih kecil. Ini kedua kalinya Dania saya ajak pulang ke rumah. Dia langsung digendong emak saya.
Salah satu kelemahan tinggal di rumah embah ini adalah kebersihan karena kedua orang tua saya sudah tua-tua dan tidak ada kelebihan energi untuk bersih-bersih rumah. Ditambah lagi, tidak adanya saudara lain yang tinggal. Maklum saya anak tunggal yang terpaksa merantau karena belum bisa tinggal dekat dengan orang tua. Akhirnya dengan sisa-sisa tenaga puasa ini saya segera bergumul dengan sapu ijuk, sapu lidi aka sapu regel dan tongkat pel untuk bebersih rumah, menjemur kasur, bantal dan lain-lain. Sementara anak istri saya sementara mengungsi ke Gubug Aksara di sebelah rumah.
Tidak lama kemudian, rentalan motor yang saya pesan datang diantar mas Septian. Sebuah motor scoopy keluaran terbaru dengan dua helem dan dua mantol. Motor ini rencananya akan menemani kami selama di kampung untuk keperluan-keperluan jarak dekat.
Sore hari, tenggorokan saya terasa sangat kering dan haus karena seharian ini banyak bergumul dengan aktivitas. Lepas mandi, saya ajak scoopy dan keluarga kecil saya jalan jalan melihat-lihat suasana desa sembari mencari takjil. Nampaknya H-1/H-2 ini sudah tidak banyak penjual takjil. Jikapun ada antrinya ramai sekali contohnya adalah ketika membeli gorengan, saya harus pesan dan diambil beberapa saat kemudian. Selain itu, saya juga membeli es buah di depan SD Impres Pabelan 3.
Malam harinya, gema takbir mulai bergema tanda bahwa Sebagian umat Islam akan berlebaran pada hari Jumatnya. Saya dan istri yang merasa lelah karena banyak berkutat mengurus anak saya yang sedang sakit, merasa ada kesempatan untuk lebih dulu beristirahat puasa dengan memutuskan besok Jumat ikut shalat Id. Hehehe..
#Hari ketiga, Jumat 21 April 2023
Pagi hari, kami segera bersiap untuk shalat Id di Lapangan Santan. Lapangan ini beberapa tahun lalu masih berupa sawah dan info yang saya terima sawah tersebut adalah bondo / bengkok desa yang diubah peruntukannya sebagai lapangan desa. Beberapa perhelatan digelar disini seperti pasar malam, shalat Id, dan pertandingan turnamen sepak bola.
Mendekati pukul setengah tujuh kami sudah sampai di lapangan. Tampaknya tidak terlalu banyak yang shalat Id pada hari jumat ini kira kira mendekati angka 150-200 orang jamaah. Khutbah disampaikan oleh ketua PCM Muhammadiyah Mungkid dengan materi pentingnya melanjutkan kebaikan-kebaikan selama berpuasa dilanjutkan ketika puasa telah usai serta pentingnya menjaga toleransi kepada umat Islam yang akan merayakan Idul Fitri pada hari Sabtu esok. Dalam kesempatan tersebut saya berjumpa dengan Mbak Taryati pegiat Aisyiyah Muhammadiyah yang juga menggeluti bisnis ecoprint. Tampak baju/mukena yang digunakan bercorak ecoprint.
Pulang shalat Id, kami mampir sebentar ke tukang sayur di Santan. Di sana, dagangan sayur digelar dan penjual tinggal menghitung belanjaan serta menerima pembayaran dibantu oleh istrinya. Pagi itu kami berbelanja tempe, sayur serta ketupat siap santap.
Kebetulan orang tua saya mengikuti lebaran pada esok hari mengikuti pemerintah. Namun demikian, emak saya justru sudah ngliwet dan mempersilakan kami segera bersarapan. Hehehe.. nasi dan ayam santan kuning buatan istri saya menjadi sajian nikmat di hari yang fitri pagi hari ini.
Suasana kampung masih belum bersuasana lebaran untuk itu kami lebih banyak ngemil dan bersantai di rumah hingga jelang siang, bapak saya menitip minta dibelikan beberapa keperluan di Pasar Muntilan. Ya sudah akhirnya kami putuskan untuk jalan-jalan sejenak sambal melihat suasana menuju Pasar Muntilan tetapi melewati jalan non regular karena tidak ingin memakai helm. Dari Desa Pabelan kami arahkan ke selatan ke Desa Ngrajek, melewati Menayu dan menyeberang di jembatan sabo dam. Dari sana kami ambil arah ke utara menuju Muntilan. Alhamdulillah belanja keperluan di Muntilan selesai sudah dan karena kehausan kami sudah bisa minum sementara orang lain (banyak yang) masih puasa. Wkwkwk
Tidak dinyana, kami melewati sebuah toko pakaian branded yang menjadi langganan istri saya belanja di aplikasi belanja online. Kebetulan sekali lewat dan akhirnya bisa melihat-lihat langsung koleksi baju-bajunya. Kebetulan, anak saya kemarin belum mendapat baju yang cocok sehingga tertolong dengan toko yang ada di Kenatan Muntilan ini.
Sore harinya gema takbir lebih membahana dan ledakan mercon / petasan serta naiknya balon udara menjadi pertanda bahwa esok hari Idul Fitri akan lebih ramai. Sesekali terlihat pula warna warni kembang api di langit diiringi suara dar der dor. Saya sebagai orang desa yang terlanjur agak lama merantau (kurang lebih selama 12 tahun) menjadi orang yang asing dengan desa sendiri. Ada perasaan kurang enak ingin bergabung dengan pemuda setempat untuk ikut berinteraksi karena Sebagian besar sudah tidak kenal lagi.Â
Ada perasaan kurang nyaman ketika harus memaksa anak saya bergabung dengan anak-anak lain hingga akhirnya kami putuskan untuk jalan-jalan keliling kampung sembari melihat beberapa rombongan takbir keliling. Tren takbir keliling saat ini didominasi dengan lantunan takbir remix dj tiktok sehingga beberapa peserta takbir keliling terlihat nyaman bergoyang. Wkwkwk.
#Hari keempat, Sabtu 22 April 2023
Sabtu pagi, Sebagian besar warga di kampung melaksanakan shalat Id. Saya memutuskan untuk bersih-bersih rumah serta menata toples toples untuk distandbykan di ruang tamu dengan konsep lesehan. Dayu anak pertama saya ingin sekali melihat penerbangan balon udara. Tapi ditunggu-tunggu informasinya ternyata tidak jadi ada penerbangan balon. Sebagai gantinya kami hanya bisa melihat balon balon terbang dari arah desa sebelah. Pasti membawa rentengan petasan sehingga menimbulkan suara ledakan yang sangat khas dan ngangeni.
Suasana kampung saya saat ini telah jauh berbeda. Banyak orang-orang tua yang dulu jadi jujugan ujung/badan sekarang sudah meninggal sehingga agenda ujung ke tetangga menjadi sangat sedikit. Sebut saja diantaranya Wo Mi, Mbah Suhab, Wo Dah, Wo Rah, Mbah Zakiyah, Mbah Samsuddin. Semua sudah meninggal. Akhirnya kami hanya ujung di tempat dekat-dekat saja. Saya dapatkan informasi dari Mas Ririt tetangga saya bahwa saat ini pemuda setempat disurati dari Polsek untuk tidak bermain petasan dan balon udara pada hari raya Idul Fitri. Surat tersebut tampaknya manjur juga dan permainan balon udara baru diterbangkan pada H+2.
Sore hari masih di hari pertama Idul Fitri (versi pemerintah) saya melajukan motuba bersama keluarga saya menuju ke tempat budhe saya di Tempuran atau yang lebih familier dipanggil mbah Ibu. Perjalanan melewati Mendut, Kalinegoro, Tanjung dan bablas ke Tempuran. Sudah menjadi agenda tahunan, setiap lebaran saya pasti selalu ke rumah budhe.
Sampai di rumah mbah Ibu hari sudah malam dan tak disangka malam itu Sebagian besar saudara saya pada datang berkumpul padahal tidak janjian sebelumnya. Alhamdulillah senang rasanya bisa berkumpul bersama sembari bercerita-cerita.Â
Salah satu cucunya pakdhe saya yang bernama Ikarina Dewi tanggal lahirnya hanya terpaut sedikit dengan istri saya dan kami kenal juga sudah agak lama ditambah lagi hari perkawinan kami yang tidak terpaut jauh sehingga kami bisa segera akrab. Salah satu hal yang diajarkan dia yaitu makan tape ketan pakai emping mlinjo. Jadi emping mlinjo dijadikan sendok untuk mengambil tape ketan. Katanya setelah mencoba kita akan ketagihan. Namun setelah dicoba menurut saya biasa saja.
#Hari kelima, Minggu 23 April 2023
Minggu pagi di Dusun Gunung Bakal Desa Sumberarum Kecamatan Tempuran. Pagi ini saya memutuskan untuk melihat-lihat suasana kampung setempat. Kami melihat sebuah gubug penjual makanan saya kira adalah menjual bubur tapi setelah ditanya ternyata hanya menjual tempe goreng. Dari situ, saya arahkan langkah kaki menuju persawahan. Persawahan di sini tampak sangat elok dan asri serta pohon kelapa dengan sangat mudah tumbuh di sela-sela persawahan. Ohya saya jadi ingat kalau dulu tempat ini sempat menjadi sentra industri gula jawa dari kelapa. Entah kalau sekarang.
Pada hari Minggu ini, jadwal saya hanya akan berkunjung sebentar ke saudara-saudara dekat di Gunungbakal yaitu ke tempat Pakde To, Mbak Sis dan ke tempat Budhe Sri. Di tempat Mbak Sis, saya diceritakan kalau anaknya yang bernama Mbak Erna sekarang merantau ikut suaminya dinas di Bengkulu, sudah punya anak yang sekarang diterima di Kowad setelah gagal tiga kali masuk Polwan. "kurang banyak gininya" katanya sembari membentuk nada fulus dengan tangan.
Adapun di tempat budhe Sri saya menyempatkan makan dengan oseng lombok hijau yang dipadupadankan dengan teri. Sungguh rasa yang sangat nikmat. Tapi anak saya Dayu malah kebelet buang air besar sehingga harus nunut ke toilet dulu sebelum pulang.
Selepas siang, saya sudah sampai kembali di rumah kampung serta persiapan untuk meninggalkan orang tua saya menuju ke Ngawi. Pada pukul 2 siang saya telah selesai bersiap dan ijin berpamitan kepada kedua orang tua saya untuk berangkat ke Ngawi asal usul istri saya. Saya kadang suka sedih kalau harus meninggalkan orang tua sendiri apalagi selama beberapa hari terakhir bisa bercanda mengajak main cucu-cucunya sekarang harus kembali dalam kesepian lagi.
Perjalanan dari rumah di Pabelan menuju ke Ngawi saya pilih melewati jalan konvensional Magelang -- Salatiga. Dalam hati saya berpikiran maksimal satu setengah jam saya akan sudah sampai di pintu masuk tol Salatiga. Namun takdir berkata lain, menjelang Blabak traffic sangat padat sehingga saya harus antri lama. Ditambah lagi indikator mesin saya mendadak naik tanda bahwa saya harus menepi selepas isi bensin untuk mendinginkan radiator. Tidak lupa mengejok dengan metode jedingers di SPBU Blabak.
Selepas Blabak perjalanan berangsur lancar hanya saja saya memutuskan menghindari Simpang Artos karena terkenal biasa padat menumpuk. Saya melewati perkampungan Pandasari Mertoyudan dan berputar di kompleks Pemkot Magelang sana. Perjalanan selanjutnya naik ke Kopeng dan saya lihat istri saya sudah tidur tanda bahwa dia sudah capek sekali. Menjelang pukul empat sore, saya tepikan mobil sebentar di daerah Ngablak untuk shalat ashar.
Sesampainya di kawasan wisata Kopeng kendaraan kembali stuck. Cek aplikasi google map, macet Panjang merah merona hingga sampai di Getasan sejauh kurang lebih 4 kilometer. Saya kira penyebabnya adalah ramainya pasar sayur di Kopeng serta wisata-wisata sekitar Kopeng namun demikian kesimpulan saya salah. Ternyata penyebab macetnya adalah simpangan menuju ke Kalipancur / jalan alternatif menuju Grabag. Jarak yang idealnya bisa ditempuh maksimal dalam 10 menit ini kami tempuh dalam waktu 1 jam. Total waktu yang kami butuhkan dari rumah ke exit tol Salatiga ini adalah 4 jam.
Alhamdulillah pada akhirnya kami bisa masuk ke tol Salatiga. Perjalanan dilanjutkan dengan riang gembira dengan geberan rata-rata 90-100 Km / jam serta merapat sebentar ke rest area 519 di Sragen untuk beristirahat serta topup e-toll saya. Tidak sengaja saya menemukan salah satu stand BRI yang menyediakan layanan top up e money Brizzi. Langsung saja saya top up senilai 500 ribu sekalian buat jaga jaga perjalanan ke Jombang. Wah, saya malah mendapat hadiah berupa payung dan pijat gratis dari BRI.
Jam 20.00 saya sudah berhasil sampai di rumah Ngawi tepatnya di Desa Gelung Kecamatan Paron dengan selamat. Dania yang ketika macet tadi sempat rewel alhamdulillah berangsur nyaman. Kulitnya yang alergi juga sudah jauh sembuh berkat resep obat dari dokter Endang - yang kata istri saya dokternya galak.
Malam itu, kami belum makan. Rencana akan membeli pecel / nasi goreng. Pukul 10 malam kami baru selesai beres-beres rumah mandi dan segala macam. Ternyata pecel/nasi goreng semua sudah pada tutup. Berkat informasi dari keponakan saya si Ezzar kami akhirnya bisa beli pecel di Gelung Barat. Di sana ada sebuah warung menjual pecel per porsi Rp. 4.000 dengan tambahan gorengan 2003 alias 2000 dapat tiga biji. Melihat porsinya yang kecil, saya pesan porsi double lima pax untuk 3 orang.
#Hari keenam, Senin 24 April 2023
Hari Senin pagi kami manfaatkan untuk beristirahat serta berkunjung ke saudara-saudara dekat saja. Yaitu ke tempat Mamah Siti. Jelang sore, kami segera persiapan untuk keberangkatan ke Jombang. Tempat embahnya istri saya. Untuk keperluan berangkat ke Jombang mengingat kapasitas serta kualitas motuba yang tidak memungkinkan saya putuskan untuk rental mobil (yang sebenarnya sudah saya pesan jauh-jauh hari). Sebuah Xenia manual akhirnya berhasil saya dapatkan untuk mengantarkan kami ke Jombang sore itu.
Berangkat pukul 4 sore, kami mampir sejenak ke SPBU rest area 626. Karena saking padatnya kendaraan, antrian SPBU ini dapat dibilang cukup panjang. Hingga selepas maghrib, kami lanjutkan perjalanan ke arah timur. Namun baru beberapa kilometer saja, traffic sudah stuck. Ternyata, ada kecelakaan dan kami tidak bisa menemukan berita yang valid kecelakaan tentang apa. Kurang lebih hingga satu jam kami harus antri karena ada beberapa kendaraan operasional harus didahulukan seperti mobil derek, mobil patroli, mobil polisi dan ambulance yang harus didahulukan.
Ternyata, sebuah kecelakaan dahsyat telah terjadi melibatkan 8 kendaraan salah satunya berupa elf. Alhamdulillah saya bersyukur karena antrian SPBU tadi. Jika saja saya tidak antri maka ada kemungkinan berpotensi saya menjadi salah satu dari kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan beruntun tersebut.
Pukul delapan malam, kami baru berhasil merapat ke Desa Ketapang Kuning, Kecamatan Ngusikan Kabupaten Jombang setelah exit tol di Mojokerto Barat. Kami memilih exit di Mojokerto Barat dengan pertimbangan jembatan Ploso sering macet.
#hari ketujuh, Selasa 25 April 2023.
Alhamdulillah selama di Jombang ini kami dapat berkumpul dengan keluarga besar di sana, salah satu yang tertua adalah neneknya istri saya, Mbah Mus yang kini sudah tidak dapat beraktivitas bebas dan harus banyak-banyak berbaring di tempat tidur. Pagi hari di Jombang kami mencoba mencari sarapan yang khas di Pasar Keboan berupa nasi jagung tetapi ternyata antrian penjualnya sangatlah panjang sehingga kami memutuskan tidak jadi beli. Desa Ketapang Kuning ini merupakan salah satu desa terluar di Jombang dengan mayoritas penduduknya adalah petani, dengan model rumah-rumah yang hampir sama serta Sebagian besar memiliki halaman yang disemen guna untuk menjemur padi hasil pertanian. Jika dilihat dari istilah nama nama wilayahnya tampaknya wilayah ini berupa cerukan / kedung sehingga banyak daerah bernama kedung-kedungan.
Setengah hari kami di Jombang, siang jam 1 kami segera bersiap untuk berkemas kembali ke Ngawi mengingat Batasan rental mobil dan saya juga sore nanti harus bersiap pulang ke Semarang.
Perjalanan dari Ketapang Kuning ke Ngawi melalui jalan pinggir Sungai Brantas melalui Ploso. Atas petunjuk Cak Geng, kami melewati Ploso karena sudah ada jembatan baru. Saya malah baru tahu ada jembatan baru di Ploso. Saya ingat lebaran tiga tahun lalu terjebak macet di situ dan sekarang berkat jembatan baru ini jadi tidak macet lagi.Â
Jembatan ini diresmikan pada April 2022 dengan total biaya hingga 137,7 Milyar dikerjakan oleh PT Waskita. Jembatan ini berkonstruksi jalan layang dengan konstruksi huruf Y. Jembatan ini berfungsi untuk mengurai kepadatan di jembatan lama eksisting dan untuk memperlancar pertemuan arus dari arah Mojokerto -- Jombang -- Lamongan serta dari exit tol Jombang. Kami pun memasuki tol trans Jawa melalui pintu tol Jombang
Pukul setengah 4 sore kami sudah tiba kembali di Ngawi karena jalanan yang tergolong ramai lancar.
Malam hari selepas maghrib saya pantau maps untuk persiapan pulang saya ke Semarang. Terlihat di maps bahwa jalur sekitar Bawen-Semarang baik tol maupun non tol sangat sangat macet. Ketika mengecek motuba saya didapati bahwa bohlam depan kiri saya mati. Atas saran dari istri saya, saya meluncur ke Avan Motor di Jalan Raya Paron.
Selama ini saya sering melihat toko spare part ini selalu ramai pembeli bahkan saking ramainya sampai harus ada nomor antrian dan tempat duduk para pelanggan yang antri. Ternyata saya kali ini harus melihat sendiri bagaimana suasana di Avan Motor ini. Bahkan malam hari itu saya masih harus antri untuk mendapat pelayanan.
"Omnya apa?" sapa petugas toko
"ini mas, bohlam mobil ada nggak?"
"ready banyak, osram ya"
Seketika masnya langsung berkomunikasi dengan rekannya di belakang dengan handy talky dan tidak lama pesanan saya datang.
"adanya Philips mas ngga papa ya"
"ya tidak apa apa"
Sembari menunggu nota, petugas pelayan toko tadi sudah sibuk melayani pembeli lain dan nota saya secara computerized segera terprint dan disampaikan oleh petugas toko yang lain. "wah canggih benar" ucap saya dalam hati.
Dalam perjalanan pulang ini, istri dan anak-anak saya tinggal sementara di Ngawi sembari mengakhirkan libur sekolah sehingga saya tidak terlalu pusing memikirkan persiapan kepulangan. Saya memutuskan untuk tidur tidur dulu sebentar dan jam 9 malam saya baru memulai perjalanan. Perjalanan saya berawal dari jalan nasional Ngawi -- Solo tidak masuk tol karena jalan Ngawi Solo sekarang lengang dan saya juga tidak butuh cepat sampai.Â
Saya hanya berjumpa beberapa mobil berplat Jabodetabek dan saya bisa menggeber gas rata-rata 70-80 Km perjam. Untuk menghindari Sragen yang banyak bangjonya saya masuk tol di entry tol Sragen Timur dan keluar di Exit Sragen.
Dari exit Sragen saya memutuskan untuk melalui jalur tikus Gemolong-Karanggede. Sepanjang jalur ini terpantau lalu lintas tidak begitu ramai cenderung sepi saja. Saya bisa memacu motuba saya dengan kecepatan rata-rata 70-80 Km per jam.Â
Hanya saja kondisi jalan yang sesekali rusak maupun tambalan tambalan tidak rata membuat bunyi bunyian motuba saya pating glodak. Saya jadi teringat ketika naik bis Sumber Group melewati jalan nasional Ngawi juga sering kali pating glodak namun tetap saja digas banter. Ini yang terjadi dengan saya dan motuba saya. Bahkan karena saya merasa lebih hafal medan (baca agak nekat) saya sering menyalip mobil mobil baru berplat ibukota dengan perasaan puas. Pokoknya kalau mogok ya tinggal aja. Hahaha..
Sampai di Salatiga, saya masukkan kembali motuba ke tol Salatiga untuk menuju ke Bawen dan kembali melalui jalan nasional menuju ke rumah di Ungaran. Alhamdulillah pada pukul 12.19 dini hari saya sudah sampai di Ungaran dengan selamat. Esok harinya saya harus berangkat gasik karena jam 07.15 harus ikut apel di kantor.
Alhamdulillah!
Catatan : Mudik kali ini saya tidak banyak memegang HP. Karena sibuk dengan dunia nyata. Sehingga nyaris saya tidak punya dokumentasi sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H