Biasanya perjalanan balik saya dari Ngawi ke Semarang tidak pernah full jalan tol karena di samping membosankan, juga mahal. Tercatat saya baru sekali mencoba full tol Ngawi -- Ungaran yang bisa ditempuh dengan lama waktu sekitar dua jam saja. Menghemat sampai 3 jam dibanding melalui jalan konvensional.
Tetapi kemarin mumpung ada sedikit rejeki dan pingin nyobain istirahat di salah satu rest area yang tengah hits, Resta Pendopo 456, maka saya memutuskan untuk melakukan perjalanan full tol dari Ngawi ke Ungaran sejauh kurang lebih 150 Km.
Masuk gerbang tol Ngawi pada pukul 11.30 perjalanan saya dengan motuba (mobil tua bangka) Corolla SE lansiran tahun 1986 berlangsung santai dan damai. Saya paling mentok ngegas di angka 100 Km / jam dengan rata rata 90 km/jam di lajur kiri.
Perjalanan dengan tol penuh ini baru bisa kami nikmati kurang lebih 2-3 tahun belakangan. Sebelumnya kami harus menempuh waktu paling cepat lima jam untuk berpindah dari dua kota di atas.
Pukul 13.15 kami sampai di Km 456 tepatnya secara administratif masuk kota Salatiga. Kami hendak mampir di Resta Pendopo 456 yang digadang-gadang sebagai rest area termegah di ruas tol Trans Jawa. Entah kenapa kok bisa disebut termegah, makanya saya penasaran pingin mampir.
Selama ini jika perjalanan menggunakan tol dari Ungaran saya tidak pernah mampir ke rest area ini karena relatif dekat dari rumah. Palingan setengah jam sudah sampai, jadi belum butuh ngerest area.
Nah berhubung kemarin sudah perjalanan cukup panjang dari Ngawi, maka rest area ini sangat pas untuk beristirahat, utamanya untuk menjalankan shalat dhuhur.
Begitu masuk, kami menjumpai pembagian parkiran di mana parkiran dibagi atas parkiran kendaraan besar dan kecil. Parkiran cukup luas tetapi masih panas, karena pohon perindang masih baru ditanam.
Masuk ke area rest area, kami menjumpai security siap dengan thermogun, dan ditembaklah jidat kami sebagai syarat masuk rest area.
Rasa-rasanya masuk ke rest area ini seakan akan mirip masuk ke mall. Karena tidak jauh dari pintu masuk kami langsung menjumpai tenant tenant kopi maupun roti yang mana aromanya mirip aroma di mall. Hehehe..
Sekilas pandang, tenant disini sudah terisi sekitar  50 % dan belum terlihat minimarket sejuta umat seperti Alfa Express atau Indomaret Point yang sudah buka. Untuk itu kami segera mencari keberadaan masjid.
Sebagai rest area yang bersifat tertutup, maka rest area ini dibagi menjadi beberapa lantai.
Lantai terbawah saya lihat sebagai klinik dan sekaligus tempat pertunjukan seni dengan dibukanya ampitheater yang menggunakan background alam berupa persawahan penduduk.
Sementara itu dilantai dua ada foodcourt yang menjajakan aneka makanan dan masakan.Â
Di salah satu sudut lantai dua ini juga ada semacam top selfie yang bisa digunakan sebagai tempat foto dengan pemandangan latar belakang persawahan lengkap dengan gagahnya Gunung Merbabu. Hawa yang sejuk membuat rest area ini semakin diminati oleh pengunjung.
"Maaf mas, masjid sebelah mana ya?" tanya saya kepada salah seorang pramu kebersihan yang sedang bertugas. Karena luasnya tempat ini saya sampai bingung mencari masjid.
"itu pak, naik satu lantai nanti ada angkringan. Tepat dibelakang angkringan itu masjidnya" jawabnya dengan solutif.
Maka kami pun segera beranjak menuju tempat dimaksud. Bangunan yang digunakan sebagai masjid berbentuk serupa pendopo joglo khas Jawa dengan sentuhan minimalis dan pemandangan kaca lepas menuju view yang sangat cantik dan segar.
Selepas shalat, kami segera mencoba salah satu fasilitas yang ada di tol yang dikelola Astra Group ini yaitu skybridge alias jembatan yang menghubungkan rest area jalur A dan jalur B.
Dari atas jembatan ini kami bisa melihat bentangan tol dan lalu lalang kendaraan di bawah jembatan.
Dan kelihatannya tempat ini masih agak sepi. Beberapa kios yang buka diantaranya adalah pelaku UMKM yang menjajakan seperti batik dan kerajinan lokal.
Gardu Validasi
Dari atas saya melihat sistem keluar rest area ini menggunakan gardu tol yang fungsinya untuk memvalidasi kendaraan yang keluar.
Berhubung penasaran saya lihat beberapa mobil untuk keluar. Tinggal tap kartu saja sebagaimana mengetap kartu di gerbang tol.
Sebenarnya kami membawa bekal dari rumah berupa nasi bungkus. Tapi melihat kondisi rest area yang mewah dan megah, kami jadi canggung untuk membuka bekal. Kalau mau beli makan pun, sayang uangnya karena berlipat lebih mahal dibanding di luar tol.
Untuk itu kami memutuskan untuk buka bekal di rumah saja. Sebagaimana anjuran pemerintah tentang Covid yaitu: di rumah saja.
Dirasa cukup, kami lalu segera turun dan keluar tol untuk melanjutkan sedikit lagi perjalanan ke Ungaran. Untuk keluar tol, kartu kami yang digunakan untuk tap di gerbang masuk harus ditapkan lagi secara gratis untuk keperluan validasi.
Saya jadi penasaran dengan cara kerja validasi ini karena baru menemui model seperti ini.
Jadi, dengan adanya skybridge alias jembatan maka akan dimungkinkan adanya kecurangan tukaran kartu toll di atas jembatan penyeberangan antara pengguna jalur A dan jalur B untuk menipu tarif tol.
Contoh kasus :
A berangkat dari Semarang ingin ke Madiun
B berangkat dari Solo ingin ke Bawen
A dan B ketemu di Rest Area 456 dan menukarkan kartu tol mereka di atas jembatan dengan harapan:
A membayar tarif Solo -- Madiun
B membayar tarif Semarang -- Bawen
Kan A dan B menjadi murah tarif tolnya.
Nah menurut pemikiran saya (karena belum menemukan artikel yang lebih valid), gardu validasi ini akan memvalidasi gerbang masuk apakah sesuai dengan jalurnya.
Contoh kasus :
A berangkat dari Semarang dan berhenti di Rest Area A, maka Rest Area A akan memvalidasi kartu yang berangkat dari pintu tol dari arah barat sebelum rest area, contoh Semarang, Ungaran, Bawen. Tidak mungkin memvalidasi dari gardu arah timur contoh : Solo, Boyolali, Madiun.
Begitu juga B berangkat dari Solo berhenti di Rest Area B, maka rest area B hanya akan memvalidasi kartu yang berangkat dari gerbang arah timur sebelum rest area.
Dalam hal ini jika B memvalidkan kartu yang telah ditukar dengan si A (masuk dari Semarang) maka akan gagal validasi. Karena tidak mungkin masuk dari Semarang kok berhentinya di rest area B.
Menurut saya seperti itu. Kawan lain ada pendapat?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H