Mohon tunggu...
Hamid Anwar
Hamid Anwar Mohon Tunggu... Administrasi - PNS Kelurahan

Pegawai kantor yang santai, sambil mengelola blog pribadi http://hamidanwar.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Guci dan Es Sagwan, Dua Kesegaran di Tegal

26 Agustus 2019   13:54 Diperbarui: 26 Agustus 2019   14:10 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Motuba yang berhasil sampai di Guci (dokpri)

Setelah puas berwisata di Pemalang (Bag.1), kami berangkat menuju ke Tegal via jalur Pantura. Jalur Pantura sekarang relatif sepi. Mungkin cukup banyak yang beralih ke tol. Apalagi, di kota Tegal sebelum adanya tol, acapkali terjadi kemacetan. Menurut peta google maps, sebenarnya ada dua jalan menuju Guci. 

Pertama via Randudongkal -- Moga, yang kedua melalui Tegal -- Slawi. Meski yang kedua ini relatif lebih jauh, namun saya memutuskan untuk memilih ini karena saya belum pernah lewat Randudongkal. Menurut google streetview, kontur jalannya lebih sempit dan lebih menantang. Jadi, mending dihindarin saja karena saya bawa motuba yang sewaktu waktu bisa saja trouble.

Kami kebablasan sedikit saat sampai di sebuah pertigaan arah ke  Kemantran -- Slawi. Setelah shalat dhuhur sesaat, kami muter balik barang sepelemparan handphone kemudian menelusuri alternatif menuju Slawi menghindari kota Tegal. Jalanan sempit saja, dan ada beberapa truk yang berjalan pelan. Beberapa kali harus ngerem mendadak dan sempat dicium oleh pengguna motor dibelakang saya.

"Groookkk"

Ah biarin lah. Semoga tidak terjadi apa apa. Saya nggak sempat ngecek bablas saja. Sebelum sampai Slawi, ternyata kami melewati sebuah kawasan tua yaitu kawasan bekas pabrik gula peninggalan jaman kolonial. Ada beberapa gedung bangunan tua yang khas dan cantik, ada juga semacam tempat wisata yang juga menyediakan lori wisata. Namun, kami tidak sempat mampir mengingat kami masih harus nanjak ke Guci. Takut kesorean.

Motuba yang berhasil sampai di Guci (dokpri)
Motuba yang berhasil sampai di Guci (dokpri)

Setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan, akhirnya kami sampai di Guci. Ada beberapa jalan yang menanjak dengan belokan yang cukup ekstrim yang membuat Tika sedikit kaget. Namun, saya kira ini jauh lebih mudah dibanding perjalanan antara Magelang -- Selo -- Boyolali, atau Magetan - Sarangan -- Tawangmangu.

Sesuai perkiraan saya yang sudah mengintip peta beberapa waktu sebelumnya, maka sesaat setelah masuk gerbang retribusi, saya langsung membelokkan mobil menuju Guci Gung. Pemandian air panas yang dilengkapi dengan penginapan.

"Silakan pak, karcisnya.." sapa seorang penjaga setengah baya bertopi.

Udara memang terasa dingin sehingga pantaslah ia jika bertopi untuk menghangatkan  kepala.

"Saya ada reservasi disini, pak" jawab saya kemudian menunjukkan bukti transfer yang telah saya foto beberapa waktu lalu.

Ia kemudian segera menghampiri rekannya -- mungkin atasannya untuk konfrimasi, dan kemudian dengan sangat sopan langsung mengantar saya menuju lantai dua untuk menuju ke kamar yang telah saya pesan. Ia menawarkan untuk membawakan barang-barang, tetapi saya menolaknya secara halus karena masih bisa saya bawa sendiri.

**

Dayu yang sedari tadi tidur sepanjang perjalanan, saya bangunkan dan ia tampak baru sadar bahwa kami telah sampai di Guci. Yang ia tahu, ia akan segera berenang. Tapi ia juga baru tahu bahwa hawa di Guci sangatlah dingin. Selepas shalat ashar, akhirnya saya dan Dayu segera nyemplung ke kolam renang.

Guci Gung memiliki tiga kolam renang yang masing-masing memiliki level panas yang berbeda. Yang sedang adalah yang paling luas, dan sekaligus khusus dewasa karena kedalamannya. Sedangkan dua lainnya dilengkapi perosotan untuk bermain anak.

Setelah perjalanan panjang nan melelahkan, maka berendam air panas ini bisa jadi obatnya. Nyaman sekali rasanya. Waktu saya ke Guci tujuh tahun silam, saya malah tidak menyempatkan berenang air panas karena saat itu waktu mepet. Dan kini akhirnya saya bisa kembali ke Guci mengajak keluarga kecil tercinta.

Tidak terasa, saya dan Dayu berendam kira-kira sampai dua jam sampai menjelang maghrib. Sementara Tika justru ketiduran berselimut. Mungkin lelah dan kedinginan. Kalau tidak pelan-pelan membujuk, Dayu tidak akan mau diajak mentas dan akhirnya mentas juga setelah diiming-imingi mie instan rebus. Hehehe..

**

Penginapan kami, menghadap langsung ke kolam renang. Tempat ini sepertinya masih baru dan juga masih dalam proses pengembangan. Dari beberapa kamar yang ada tampaknya hanya dua yang terisi. Mungkin proses marketingnya belum gencar, dan saya lihat di aplikasi online juga belum terdaftar. 

Kamar yang luas, dengan kamar mandi shower full air panas, serta televisi parabola yang sayang sekali sedang dalam perbaikan sehingga tidak bisa dimanfaatkan. Over all, saya kira harga kamar ini sedikit overpriced. Namun, jika diingat kami bebas parkir dan bebas berenang ya rasanya worth it juga.

Malam hari di Guci, di depan penginapan tampak masih ada yang berenang. Saya sebenarnya pingin mencoba berenang di malam hari. Tapi kalau nanti Dayu ikut-ikutan saya malah takut kalau ia nanti masuk angin, akhirnya urungkan niat saja diganti dengan jalan-jalan mencari makan malam.

Menurut panduan dari penjaga hotel, kami naik sejenak ke daerah depan Hotel Sankita. Disana ada beberapa warung yang salah satunya menjajakan nasi-mie goreng. Akhirnya kami tepikan mobil, kemudian memesan makan malam. Angin terasa semribit dan sangat dingin sehingga minuman panas rasanya langsung dingin seketika.

Makanan hangat-hangat memang paling pas di tengah hawa gunung seperti ini. Setelah makan selesai, kami langsung pulang kembali ke penginapan untuk segera menarik selimut. Pada malam hari, tampak bahwa kolam renang sedang dikuras dan paginya tiba-tiba sudah terisi penuh kembali.

**

#Hari Ketiga, Minggu 14 Juli 2019

Selamat pagi Guci. Pagi ini terasa begitu dingin. Penjaga hotel mengetuk pintu dan mengantar sarapan untuk kami. Dua bungkus nasi goreng, iya dibungkus pakai kertas minyak, dan dua gelas teh panas. Sangat enak untuk kami yang terasa selalu lapar ketika berada di dataran tinggi seperti ini.

Menu sarapan di Hotel Guci Gung
Menu sarapan di Hotel Guci Gung

Sekitar pukul setengah delapan, kami mencoba mendatangi main spot dari wisata Guci. Sepagi itu, Guci sudah sangat ramai sekali. Ramai aktivitas warga, penjual sayur dan aktivitas wisata dalam satu tempat. Kami sempat stuck sebelum sampai di parkiran beberapa saat. 

Saya kira, tempat ini memang masih belum optimal pengelolaan lalu lintasnya. Jalan sempit, dipaksa dilewati dua arus, ditambah lagi dengan banyaknya pickup warga yang parkir di kanan-kiri jalan. Masih ditambah lagi dengan penjual keliling yang sementara belum tertata sehingga menambah kesan semrawut.

Saya lupa membawa jaket, sehingga begitu turun dari mobil langsung kedinginan. Dayu pun tidak mau turun, ia hanya mau digendong karena saking dinginnya. Obyek wisata Guci tepatnya di titik wisata utamanya-yaitu di pancuran air panasnya, minggu pagi terasa begitu ramai sesak. Mungkin karena faktor weekend, dan juga karena kenyataan bahwa tempat wisata ini buka 24 jam sehingga banyak wisatawan yang berendam air panas pada malam bahkan dini hari.

 

Saya menggendong Dayu dengan latar belakang Pancuran 13 (dokpri)
Saya menggendong Dayu dengan latar belakang Pancuran 13 (dokpri)

Dulu, untuk masuk ke Pancuran 13 tidak bayar tiket, tetapi kini diberikan tiket. Itung-itung untuk nambah PAD Kabupaten Tegal. Tetapi dengan penambahan tiket masuk itu, fasilitas yang kami dapat belum begitu maksimal seperti yang telah saya sebutkan diatas yaitu pengelolaan lalu lintas dan parkiran umum di area wisata, belum optimal. Semoga kedepannya penataannya lebih bagus lagi.

Ada seorang nenek menjual semacam umbi-umbian yang menurut saya namanya adalah midro, tetapi di sana disebut dengan ganyong. Karena saya tahu bahwa rasanya enak, maka kami belilah ganyong dua kilo dua puluh ribu rupiah. Enak.. tapi dingin, tidak hangat. Hehehe..

Setelah sekedar membeli oleh-oleh, tidak lama kami segera turun kembali ke penginapan karena Dayu daritadi merengek minta berenang lagi. Yasudah lah, akhirnya dari pukul sembilan hingga pukul sebelas siang, kami berendam kembali menikmati air panas yang menyegarkan badan ini.

Segarnya berendam air hangat (dokpri)
Segarnya berendam air hangat (dokpri)

**

Tengah hari, kami check out dan kembali ke Tegal via Slawi. Ngadem sebentar di Toserba Yogya Slawi karena kehabisan susu bubuknya Dayu, kemudian jalan pelan-pelan menuju kota Tegal. Kenapa harus ke Tegal dulu? Karena saya pingin ngajak Tika mampir ke salah satu warung es legendaris di Tegal. Es Sagwan yang ada di dekat Rumah Sakit Kardinah.

Mas penjual siang itu tampak santai, kebetulan sedang tidak ada pembeli. Kami memesan dua porsi es, kemudian mencemil tahu aci dan beberapa gorengan karena lapar belum makan. Es Sagwan ini semacam es cendol yang merupakan campuran santan, cairan gula jawa, dengan cendol yang berasal dari aci. Ditambah tape, rasanya semakin enak dan menyegarkan tenggorokan. Harganya juga cukup murah, cukup enam ribu per gelasnya.

Es Sagwan, Legenda dari kota Tegal
Es Sagwan, Legenda dari kota Tegal

Setelah minum es, perut terasa kenyang kemudian saatnya kami kembali ke Semarang. Tetapi kami harus mampir dulu di Warung Nasi Grombyang Pemalang. Bukannya ingin makan lagi, tapi karena kemarin waktu makan siang, boneka Tayo kesayangan Dayu tertinggal.

"Semoga masih ada.." batin saya.

Beruntunglah karena ternyata barang tersebut masih ada dan diamankan oleh empunya warung di rumahnya. Setelah menunggu barang sesaat, akhirnya boneka biru itu kembali dan Dayu menjadi ketawa-ketiwi lagi.

**

Sore itu kira kira sudah pukul tiga. Selepas kota Pemalang, saya putuskan untuk menggunakan jalur tol karena ingin menghindari Kota Pekalongan yang terkenal padat. Keluar di Kandeman, kemudian mengisi BBM dan lanjut melalui jalur Pantura. Sekira pukul setengah lima, kami mampir shalat di daerah Subah Batang dan lanjut perjalanan hingga pada maghrib kami sudah sampai di Kota Kendal. 

Kurang beruntung, ketika sampai di Cepiring, mobil saya menginjak lubang cukup dalam dan tiba-tiba lampu utama saya mati. Saya segera menepi dan menemukan bahwa sekring putus. Untunglah saya selalu bawa cadangan. Sempat mati kembali kemudian lampu terpaksa saya nyalakan pada posisi lampu jauh. Daripada tidak bisa pulang. Hehehe..

Mengingat siang belum makan, kami pilih untuk membelok ke rumah makan Sambel Layah. Makan nasi gongso telor yang terasa sangat enak (sampai nambah) dann.. kenyanglah sudah perut kami sekalian untuk lanjut menuju ke Ungaran. Selepas arteri Kaliwungu, kami kembali masuk tol untuk langsung menuju Ungaran. alhamdulillah perjalanan lancar dan kami bisa sampai di rumah dengan selamat pada pukul setengah sembilan malam.

Mari kita total pengeluaran kita untuk perjalanan wisata kali ini...

Rekap pengeluaran (pribadi)
Rekap pengeluaran (pribadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun