Kami di sambut Ardani, saat masuk ke Museum Sudirman Magelang, beberapa waktu lalu. Pagi itu, pegawai Dinbudpar Kota Magelang tersebut menemani dan menjelaskan kepada kami tentang sepak terjang sang jenderal. Sudirman, lahir di Purbalingga, adalah salah satu dari tiga Jenderal Besar di negeri ini. Semasa perjuangannya dalam perang kemerdekaan, ia dikenal sebagai sosok dengan daya juang yang tinggi. Berkat taktik gerilyanya, ia mudah lolos dari sergapan tentara Belanda meskipun ia harus ditandu dan berpindah-pindah tempat dari Jogjakarta hingga Tulungagung.
Kini, sebuah replika tandu dan beberapa barang peninggalan sang pahlawan masih tersimpan rapi di Museum Sudirman. Ia menghembuskan nafas terakhir setelah dirawat oleh dokter pribadinya ditempat peristirahatannya. Tempat istirahat yang elok dengan panorama Gunung Sumbing yang indah, yang kini menjadi museum tersebut.
Waktu telah beranjak siang. Saya dan puluhan teman lain dengan sepeda masing-masing mulai merangsek membelah kota. Magelang, yang luasannya hanya 16 Kilometer persegi dan berhawa dingin itu sangat cocok untuk kami jelajahi dengan sepeda.
**
Sebagai pegawai kantoran yang selalu libur di akhir pekan, saya bebas kemana aja untuk melepas penat. Untuk kesekian kalinya saya jalan asik jarak dekat ke Magelang. Kota ini memang tidak pernah membosankan untuk didatangi. Dari tempat tinggal saya di Semarang, cukup ditempuh dua jam saja menggunakan bis AKAP.Â
Kami sampai di museum kedua beberapa saat kemudian. Saya baru tahu ternyata asuransi Bumiputera pertama berdiri di Magelang pada jaman kolonial. Kini bangunan asli yang terletak di sekitar alun-alun telah tiada. Diganti dengan bangunan baru bergaya joglo yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani, Poncol.
"Ini adalah satu-satunya museum asuransi di Indonesia" Ujar Ahmad Sayuti, salah satu pengelola museum. Kami dibimbing memasuki satu-persatu ruangan yang ada. Banyak sekali koleksi museum ini mulai dari berkas-berkas asuransi kuno bertanggal pra kemerdekaan, uang-uang kuno, hingga alat hitung dan alat kantor lain yang dipergunakan kala itu. Tampak pula kalender-kalender lawas yang dikeluarkan oleh Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera dari tahun ke tahun tertempel rapi di dinding.
**
Matahari semakin meninggi, kami melintasi jalur lambat di sepanjang Pecinan yang teduh. Sentra ekonomi kota Magelang sekira sepanjang satu kilometer ini berdiri pertokoan di kanan-kirinya. Jalur lambat ini dahulunya merupakan jalur rel kereta api dan kini dialih fungsikan sebagai pedestrian yang hanya boleh dilalui oleh pejalan kaki, sepeda, dan becak.
Ada tiga ruangan yang masing-masing selalu dimulai dengan awetan macan sebagai simbol Akmil. Ruangan tersebut dibagi berdasarkan periode institusi akmil. Koleksi yang ditampilkan antara lain persenjataan, seragam, foto-foto dan beraneka dokumen dari masa ke masa. Salah satu yang mencuri perhatian adalah foto muda mantan Presiden Indonesia ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono ketika masih menempuh pendidikan militernya. Ia terlihat lebih tampan dan lebih langsing.
Kami menggenjot sepeda pancal menanjak beberapa derajat kembali ke pusat kota dibawah terik matahari siang. Kaki rasanya sudah pingin diistirahatkan, tetapi acara belum selesai. Kami pun sampai di tujuan terakhir kami. Kompleks eks. Residenan yang sekarang bernama Bakorwil Kedu -- Surakarta. Dalam satu tempat ini, ada dua museum yang lokasinya saling berdekatan. Pertama adalah Museum Diponegoro, dan yang kedua adalah Museum Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
Melihat panorama di depan Museum Diponegoro, rasa lelah terobati. Hamparan rumput hijau, dengan lembah sungai Progo serta pemandangan Gunung Sumbing di kejauhan begitu memanjakan mata. Di tempat ini, pada tahun 1830 silam, Pangeran Diponegoro di jebak dalam sebuah perundingan. Kegeraman beliau ditunjukkan dengan guratan kuku yang ada di sebuah pegangan kursi yang kala itu beliau tempati. Kursi tersebut, jubah asli, kitab Takrib tulisan tangan serta sebuah balai-balai, adalah koleksi dari Museum ini.
Museum kedua yang tidak kalah menarik untuk dikunjungi adalah Museum BPK RI. Tercatat pada 1 Januari 1947, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dibentuk dan berkedudukan sementara di Magelang. Selama berada di Magelang, pegawai yang bertugas saat itu hanya sembilan orang saja dan diketuai oleh R. Soerasno. Di museum yang dilengkapi dengan ruang audio visual ini, memajang aneka dokumen kuno, seragam pegawai BPK dari masa ke masa, meja kursi kerja saat pertama kali kantor beroperasi, hingga peralatan kantor kuno.
**
Akhirnya kami sampai pada penghujung acara setelah mengendarai sepeda kembali ke titik pemberangkatan. Saya yang menyadari jarang berolahraga, langsung ngos-ngosan. Sembari beristirahat dan shalat dhuhur, terasa sekali persendian dari bagian paha hingga pergelangan kaki pegal-pegal.Â
Untung, saya selalu sedia Geliga Krim, yang senantiasa menemani traveling saya seperti saat ini. Rasa hangat berangsur panas, perlahan menghilangkan rasa pegal sehingga saya bisa beristirahat tenang di dalam bis selama perjalanan pulang ke Semarang. Esoknya saya bisa kembali beraktivitas seperti biasa dan tentunya, bebas pegal!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H