Mohon tunggu...
Hamid Amren
Hamid Amren Mohon Tunggu... Administrasi - seorang pembelajar yang suka menulis

warganet

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pilkada (Rasa Tidak) Serentak

11 Maret 2016   15:00 Diperbarui: 11 Maret 2016   15:09 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahap kedua kembali akan dihelat. Bagi yang maju melalui jarur perseorangan atau istilah populernya jalur independen mulai Juni 2016 sudah memasuki tahapan. Bahkan untuk kasus DKI Jakarta sejak beberapa bulan yang lalu komunitas yang menanmakan dirinya Teman Ahok telah mengumpulkan ratusan ribu KTP untuk calon jagonnya. 

Daerah lain boleh jadi sama saja, cuma luput dari pemberitaan media. Maklum DKI sebagai ibukota negara sehingga menmpunyai daya tarik yang laur biasa tidak hanya bagi kalangan media juga bagi tokoh yang akan mencalonkan diri. Banyak nama besar turun gunung memperebutkan kursi DKI 1.

Namun sebelum kita memasuki Pildaka serentak tahap kedua yang direncanakan pencoblosannya pada tanggal 15 Pebruari 2017, mari sejenak kita melihat hasil Pilkada serentak tahap pertama yang telah dilaksanakan pada tanggal 9 Desember 2015 yang lalu. Tidak kurang 9 daerah provinsi mengikuti pemilihan gubernur/wakil gubernur, 224 daerah mencari bupati/wakil bupati baru dan 36 jabatan walikota/wakil walikota ikut diperebutkan atau jumlah seluruhnya mencapai 269 daerah.

 Sekarang perta sudah usai, semua sudah berlalu Yang menang mendapat amanah baru, diiringi perasaan sumringah, senang, gembira, bangga dan juga barang kali sudah melaksanakan beberapa kali syukuran. Sedangkan yang kalah entah sedang apa sekarang, yang pasti ada rasa kecewa. Dan yang paling sukses tentu para tim suksesnya, apalagi tim konsultan pemenangan. Kalah menang jasa konsultan tetap harus dibayar karena memang sudah demikian kesepakatannya.

Kita juga telah menyaksikan (setidaknya melalui siaran langsung beberapa televisi nasional) pada 12 Pebruari 2016 yang lalu Presiden Jokowi telah melantik dan mengambil sumpah 7 pasang Gubernur di Istana negara. Ketujuh pasang gubernur tersebut meliputi provinsi Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Utara sebagai daerah otonomi baru atau sebagai new kid on the block. 

Sedangkan Gubernur Sulawesi Tengah baru akan dilantik pada tahap ketiga bulan Juni 2016 bersama tiga puluhan pasangan Bupati dan Walikota lainnya. Sedangkan pilkada provinsi Kalimantan Tengah mash berproses diranah hukum terkait sengketa hasil pilkada.

Guberenur juga telah melantik dan mengambil sumpah para bupati. walikota beserta wakilnya di daerahnya msing-masing pada gelombang pertama berjumlah 202 pasangan kepala daerah. Sisanya akan dilantik pada tahap kedua pada bulan Maret 2016 dan kemudian gelombang ketiga pada Bulan Juni 2016 sebagaimana disebut diatas. Konon katanya dalam yang tidak lama semua kepala daerah yang baru dilantik akan dikumpulkan oleh Presiden Joko Widodo di jakarta dalam suatu pertemuan khusus. Kloplah sudah itu semua.

Menurutku tidak. Pilkada serentak tahap pertama belum usai. Bahkan pilkda yang diberi label serentak menurutku serasa tidak serentak. Mengapa, karena ada sejumlah kepala daerah terpilih sampai hari ini belum dilantik.Tidak dilantik bukan karena ada sengketa hukum. Tetapi pejabat sebelumnya belum habis masa jabatannya. Dan ini masih beberapa bulan kedepan hingga bulan Juni 2016. Sebagian daerah jabatan kepala daerah dilanjut oleh incumbent untuk periode kedua dan banyak daerah kursinya berganti ke orang lain.

Tanpa bermaksud suuzon ini agak krusial, khususnya yang masih ikut bertarung tetapi kalah, dan masih menjabat hingga habis masa jabatan lima tahun, secara manusiawi dapat berimplikasi kebanyak hal, misalnya masalah kinerja, hubungan dengan staf yang kemungkinan ada polarisasi pilkada, walau pegawai negeri sudah dilarang masih ada saja yang nekad Kemudian bagi yang terpilih menunggu dalam waktu yang terlalu lama juga bukan sesuatu yang baik, ada kejenuhan atau mungkin juga galau. 

Apalagi yang berasal dari birokrat yang sudah mengundurkan diri sejak mendaftarkan diri sebagai calon. Sumber pendapatan juga telah hilang semenjak saat itu juga. Memang semua sudah menjadi resiko. Tetapi ada yang lebih kecil jika resiko kelemahan hukum yang diperbaiki.

Pilkada serentak harus ada konsekuensi-konsekuensi Menurutku jabatan kepala daerah harus dipangkas enam bulan misalnya. Sehingga serentak itu betul-betul serentak. Serentak semua tahapannya, termasuk tahapan pelantikan kepala daerah yang terpilih. Tidak seperti saat ini, Pilkada serentak tahapan-tahapan bukan saja tidak saja hari pencoblosan tetapi juhga hingga gugatan sengketa hasil ke Mahhkamah Konstitusi. Namun kemudian menjadi tidak serentak ketika pelantikan yang terpilih. 

Tidak salah juga jika ada yang mengakatakan Pilkada Serentak Rasa Tidak Serentak. Mumpung kabar burung UU Pilkada sedang diutak-atik lagi oleh DPR RI dalam upaya memperbaikir beberapa hal yang dirasa perlu. Tapi menurutku pasal tentang pelantikan kepala daerah terpilih dan masa jabatan yang masih menjabat layak dipertimbangkan direvisi sehingga menjadi pelantikannya juga serentak. Tunjungan dan hak-hak yang sedang menjabat tentu dapat diakomodir sebagai hak protoler yang melekat dibayar sekaligus. (***)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun