(Surakarta, 15 Juni 2024) -- Di tengah tantangan besar yang dihadapi oleh dunia pendidikan, permasalahan terkait kekerasan seksual, intoleransi, dan perundungan masih menjadi momok yang mengancam lingkungan belajar anak-anak. Ketiga isu yang disebut sebagai “Tiga Dosa Besar Pendidikan” ini memerlukan strategi dan pendekatan yang efektif untuk diberantas. Menyadari keadaan tersebut, Mahasiswa Kampus Mengajar angkatan 7 di SD Negeri Pucangsawit No. 119 Surakarta melakukan upaya preventif terhadap Tiga Dosa Besar Pendidikan melalui sebuah proyek edukasi yang dinamakan “Trilogi Edu”.
Program Kampus Mengajar adalah inisiatif dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang bertujuan untuk melibatkan mahasiswa dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Mahasiswa yang terlibat tidak hanya bertugas mengajar, namun juga mengidentifikasi dan memberikan solusi atas permasalahan yang ada di sekolah. Salah satu program kerja dari mahasiswa Kampus Mengajar yang bertugas di SD Negeri Pucangsawit No. 119 adalah melakukan langkah-langkah pencegahan terhadap dampak negatif dari kekerasan seksual, intoleransi, dan perundungan melalui pendekatan edukasi yang interaktif dan komprehensif.
Ketiga isu di atas disebut Tiga Dosa Besar Pendidikan bukan tanpa alasan, karena ketiga isu ini memiliki dampak destruktif yang signifikan terhadap masa depan anak-anak. Kekerasan seksual, meski sensitif, perlu dibahas, bahkan pada anak-anak. Bentuk kekerasan ini dapat merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh dan/atau fungsi reproduksi seseorang, baik secara fisik maupun mental, sehingga berdampak pada kesehatan reproduksi (fisik), mental, dan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang aman dan optimal. Disisi lain, intoleransi terhadap perbedaan juga menjadi akar banyak konflik di sekolah. Intoleransi adalah sikap tidak tenggang rasa dan tidak toleran terhadap perbedaan di sekitar, yang bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila di negara multikultural seperti Indonesia. Dampak yang ditimbulkan dari adanya sikap intoleransi di sekolah, antara lain terganggunya kesehatan mental siswa, menurunnya motivasi belajar siswa, meningkatnya konflik sosial di lingkungan sekolah, dan menghambat perkembangan karakter siswa. Nyatanya, tanpa kita sadari sikap intoleransi seperti ini masih kerapkali kita temui dimanapun. Kemudian, perundungan juga menjadi isu serius di berbagai sekolah. Menurut KBBI, perundungan berasal dari kata "rundung" yang berarti mengganggu, mengusik, menyusahkan, dan menyakiti orang lain secara fisik maupun psikis, baik dalam bentuk kekerasan verbal, sosial, dan fisik secara terus-menerus, seperti pemanggilan nama, pemukulan, mendorong, penyebaran rumor, pengancaman, atau merongrong. Perundungan memiliki dampak yang cukup serius bagi siswa di lingkungan sekolah, seperti cedera fisik akibat intimidasi atau kekerasan, sisi psikologis terganggu, rasa rendah diri, terganggunya konsentrasi belajar, dan prestasi akademik. Siswa yang mengalami perundungan merasa tidak aman dan enggan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Penjelasan tersebut didukung oleh hasil survei Asesmen Nasional (AN) 2022 yang mengungkap kenyataan miris bahwa 34,51% peserta didik berisiko mengalami kekerasan seksual, 26,9% berisiko mengalami hukuman fisik, dan 36,31% berisiko mengalami perundungan. Data ini diperkuat oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang mencatat 2.133 kasus anak korban kejahatan seksual, dengan kategori tertinggi adalah anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, serta anak korban pornografi dan kejahatan siber. Data-data ini menjadi pengingat bahwa Tiga Dosa Besar Pendidikan, yaitu kekerasan seksual, intoleransi, dan perundungan, bukan hanya cerita fiksi, tetapi kenyataan pahit yang dihadapi banyak anak di Indonesia. Kenyataan ini harus menjadi pendorong bagi kita semua untuk bergerak bersama, bahu-membahu, untuk menciptakan dunia pendidikan yang aman, bebas dari kekerasan, dan inklusif bagi semua anak.
Dengan demikian, mahasiswa Kampus Mengajar angkatan 7 di SD Negeri Pucangsawit No. 119 menyepakati untuk melakukan tindakan preventif terhadap Tiga Dosa Besar Pendidikan. Sebagaimana apa yang dijelaskan sebelumnya, tindakan preventif ini dilaksanakan melalui proyek edukasi yang dinamakan “Trilogi Edu”. Kegiatan Trilogi Edu ini dilakukan pada kelas 1-5 di SD Negeri Pucangsawit No. 119 Surakarta sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Trilogi Edu sendiri difokuskan untuk memberikan pengembangan karakter kepada siswa dengan menyesuaikan setiap jenjang kelasnya. Beberapa keputusan yang dihasilkan adalah bahwa pada kelas 1 dan 2 diberikan materi terkait kekerasan seksual yang berjudul “Mari Jaga Diri”, kelas 3 dan 4 diberikan materi terkait intoleransi yang berjudul “Ayo! Anti Intoleransi”, dan kelas 5 diberikan materi terkait perundungan yang berjudul “Let’s be Friends!”.
Kegiatan implementasi Trilogi Edu pada kelas 1 dan 2 yang dilakukan oleh mahasiswa dilaksanakan pada hari yang sama yaitu hari Rabu (24/4/2024) namun dilakukan pada jam yang berbeda, yang mengangkat tema kekerasan seksual dengan judul “Mari Jaga Diri” untuk pelaksanaanya dimulai dengan ice breaking berupa nyanyi bersama dengan judul “Kepala Pundak Lutut Kaki” yang dilakukan bersama-sama, agar siswa fokus terlebih dahulu untuk masuk ke materi yang akan disampaikan oleh mahasiswa, setelah siswa fokus dalam melakukan ice breaking mahasiswa menampilkan PowerPoint (PPT) yang berisi apa saja anggota tubuh pribadi kita, bagian tubuh yang tidak boleh disentuh oleh orang lain, apa yang harus dilakukan apabila ada orang lain yang mencoba mendekat yang dapat mencurigakan serta mengajarkan untuk menolak untuk membuka pakaian bahkan jika siswa diberikan hadiah atau imbalan. Setelah itu siswa diberikan penguatan berupa video “Ku Jaga Diriku” agar siswa juga dapat menambah pengetahuan dan pentingnya akan menjaga diri sendiri.
Untuk kelas 3 dan 4 dilaksanakan pada hari Rabu (8/5/2024) diberikan materi intoleransi yang berjudul “Ayo! Anti Intoleransi” yang berkaitan dengan sikap menghargai dan menghormati perasaan orang lain dikarenakan dapat dicegah dengan meningkatkan pemahaman siswa tentang keberagaman budaya, agama, dan latar belakang dengan menayangkan konten edukasi mengenai lingkungan pendidikan bebas intoleransi. Setelah sesi penampilan video selesai siswa akan melaksanakan aksi nyata dalam mencegah intoleransi yang disebut “Malaikat Kebaikan”. Mahasiswa meminta siswa untuk menuliskan kebaikan yang pernah dilakukan oleh teman sekelasnya pada dirinya sendiri minimal 3 teman, lalu kebaikan tersebut dituliskan pada kertas, setelah itu perwakilan siswa maju kedepan untuk membacakan 3 kebaikan temannya disertai dengan kebaikan yang pernah dilakukan. Tujuan akan hal tersebut agar siswa lebih mengapresiasi serta menghargai kebaikan dan kelebihan orang lain walaupun terdapat perbedaan satu dengan yang lain.
Kemudian, untuk implementasi Trilogi Edu kelas 5 dilakukan pada hari Selasa (7/5/2024) pertama-tama mahasiswa menayangkan video dengan judul perundungan, setelah menayangkan video mahasiswa memberikan memberikan sedikit pembahasan seperti bentuk perundungan hingga dampak yang ditimbulkan dari aktivitas perundungan yang terjadi, mahasiswa juga mengadakan sesi diskusi untuk membahas salah satu dampak ataupun hal-hal lainya terkait dengan perundungan. Diskusi yang dilakukan bertujuan untuk dapat membangun kesadaran dan pola pikir kritis setiap siswa terhadap hal-hal yang berkaitan dengan perundungan.