Semburat sinar mentari mulai masuk menelisik sela-sela triplek yang menjadi dinding tempat tinggal keluargaku. Sinar teriknya menusuk mata seolah memaksaku untuk segera bangun dari tidur yang nyaman ini. Seperti biasa, aku harus ke sumur untuk mengambil air. Jaraknya sekitar 500 meter dari rumahku. Sebelum ditinggal pergi ku pastikan Lili dan Lilo, adik kembarku dan Nina adik pertamaku masih terlelap dalam tidurnya. Pintu kayu ku buka dengan sangat hati-hati agar suara deritnya tidak terdengar oleh adik-adikku.
Aku berjalan santai dengan dua derigen kosong berukuran lima liter ditangan kanan dan kiriku.
Sesampainya disumur aku bertemu dengan Sindang, teman sekolahku.
"Tumben banget kamu datang pagi-pagi" sapaku padanya
"Eh Maphar, Ibuku sedang dirumah jika aku tidak segera kemari mungkin gendang telingaku sudah pecah mendengar omlelannya" ucap Sindang yang membuatku tertawa mendengarnya
"Aku sudah selesai, duluan ya" ucap Sindang dan dijawab anggukan olehku
Setelahnya aku yang ganti mengisi air pada dua derigen milikku. Sambil menunggu aku melihat sekeliling. Mataku jatuh pada pohon itu. Mengapa daunnya kering? Apa sedang terjadi sesuatu?
Pikiranku tidak henti-hentinya memikirkan pohon itu, ditambah rasa penasaran mendorongku untuk mencari tahu secara langsung apa yang terjadi. Karena ini tidak seperti biasanya. Derigen milikku sudah penuh, aku segera kembali kerumah.
Ku lihat Nina sudah bangun dan sedang menonton televisi. Aku mendekat dan berkata padanya
"Na, kalau mau makan Ibu sudah buat telur gulung. Ada pisang goreng juga diatas kulkas. Kalo kembar mau makan kamu ambilin ya" pesanku pada Nina