Mohon tunggu...
Rifatul Hamidah
Rifatul Hamidah Mohon Tunggu... Apoteker - Apoteker, Mahasiswa MM Universtitas Wisnuwardhana Malang

karyawan sebuah rumah sakit yang sedang sekolah, suka musik, novel, dan fotografi. pingin bisa nulis nulis nulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Metode Lahiran: Apa, Bagaimana, Mau Pilih Mana? (Part 1: Induksi)

28 Juni 2024   13:50 Diperbarui: 28 Juni 2024   13:52 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya  mulailah saya diinfus kantong pertama dan pindah ke kamar bersalin bukan di ruang rawat lagi. siapa yang nemenin di kaber? karena hanya boleh 1 orang penunggu, jelas saya pilih ibu aja. kenapa bukan suami? 

Entahlah saya hanya merasa lebih tenang di temeni orang yang sudah melahirkan saya, dan keempat saudara saya, pastinya lebih tenang dan berpengalaman, tak lupa do'a-do'a yang selalu dirapalkan Beliau membuat saya lebih percaya diri. sampai hampir maghrib yang saya rasakan tetap mules tp intensitasnya meningkat ditambah mual yang menjadi2 sampai muntah 2x dan 2x juga di injeksi obat antimual, awalnya ringan saja sampai yang kelas wahid. 

Sama ibu saya dibilangi, ayo kamu kan nggak bisa makan mulai tadi pagi, ini harus minum susu biar nanti ada energinya, okelah saya manut karena pengalaman tadi itu. sampai maghrib belum ada tanda penambahan bukaan, ibu solat gantian jaga dengan kakak. karena sudah dua kali lahiran, dia juga bilang, udah santai aja aku ya lahiran disini, nanti tunggu sampai kayak kebelet BAB, kalau Dokter belum bilang boleh ngeden, jangan ngeden loh ya, yang manut sama instruksi, okesiap sambil nyengir2 nahan mules.

Sekitar jam setengah 7 ibu sms (jaman duklu belum ada wa ya) mau sekalian nunggu Isya' ya, aku bilang oke. limabelas menit berselang, aku kok merasa mulesnya banget ya, kayak kebelet ini. langsung panggil mbak Bidan, dicek wah tiba2 bukaan lengkap, ditelpon lah Dokter bilang kalau pasiennya hampir lahiran. di saat yang sama ada pasien di sebelah saya yang sudah ditunggui Dokternya tapi belum ada tanda2.

Kemudian Dokter cantik tersebut bilang, mbak tenang aja kalau Dokternya mbak belum datang, nanti saya yang bantu lahirannya dengan senyum manis, saya jawab oke Dok. di saat yang sama kakak saya langsung telepon ibu biar balik ke kaber saja karena saya sudah hampir lahiran. tidak sampai sepuluh menit Dokter saya datang, pasang handschoen, lalu tanya ke Mbak Bidan, ketuban sudha pecah? belum nunggu Dokter.

Lalu proses lahiran dimulai, ayo dek ambil nafas tenang ya ikutin aba2 saya, awal ketuban dipecah dulu terasa cess anget, lalu mules banget, dan saya nanya "Dok, ini udah boleh ngeden belom?" 

Dokterku sambil ketawa jawab  "oya boleh tak itung ya ambil napas, satu dua oke ngeden. nah itu dah kelihatan rambutnya, yuk sekali lagi satu dua udah lahir Dek, anakmu cowok ganteng, tidak ada defect (kelainan fisik), tidak biru, biasa saja seperti anak tidur" saya cuma jawab iya Dok alhamdulillah sudah lahir. selanjutnya karena anak saya sudah meninggal, jadi langsung dibawa pulang oleh kakak saya, saya observasi di ruang kaber sekitar 2 jam, setelah dipastikan tidak ada keluhan, balik ke kamar sekitar jam setengah 10 malam.

Pas setelah bayi lahir itu rasa nyerinya hilang lang, bener2 nggak ada nyeri sama sekali. meskipun jalan juga pelan2 tapi relatif sama sekali tidak ada keluhan.. jadi begini ya rasanya melahirkan spontan melalui jalan lahir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun