Mohon tunggu...
Fajrin Hamid
Fajrin Hamid Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Alumni S1 Universitas Islam Madinah Arab Saudi jurusan Dakwah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Antara Ritual Dan Spritual Dalam Ibadah

1 Juli 2024   20:45 Diperbarui: 2 Agustus 2024   10:04 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hasrat manusia terhadap agama adalah fitrah yang Allah tanamkan pada tiap individu. Sebagaimana kebutuhan manusia terhadap makan dan minum begitu pula kebutuhan manusia terhadap agama. Bahkan kebutuhan  terhadapa agama melebihi segalanya.

Di tengah perkembangan zaman yang begitu masif kebutuhan spritual manusia makin tergerus. Bahkan praktek ibadah hanya sebatas ritual yang tidak sampai membasahi hati dan memuaskan dahaga spritual. Praktek ibadah mulai kering dari tujuan yang sebenarnya yaitu menyucikan jiwa serta sebagai sumber ketenangan.

Praktek ibadah sperti sholat jika tidak dijiwai hanya menghasilkan gerakan kosong tanpa nilai. Ruh dari ibadah adalah menghadirkan niat dan penjiwaan secara spritual dari awal hingga akhir. 

Hati yang gelisah pasca ibadah adalah tanda hati belum mendaptkan nutrisinya, masih belum tuntas secara spritual. Walaupun semua gerakan sholat dari takbir hingga salam ia tunaikan dengan baik, tetapi jika kondisi hati tidak karuan maka apalah nilai dari ibadah sholat itu.

Memantapkan hati saat ibadah memang tidak mudah, butuh usaha yang maksimal serta rajin berdoa untuk itu. Hati yang hadir saat ibadah adalah ciri derajat ihsan, yaitu beribadah seolah menyaksikan Allah SWT dengan hati. Dalam sebuah hadis ketika Malaikat jibril bertanya tentang ihsan, maka dijawab oleh Rasulullah SAW : "yaitu engkau menyembah Allah seakan engkau menyaksikanNya, jika tidak maka ketahuilah Allah menyaksikanmu".

Ada dua derajat ihsan dalam hadis ini, yang pertama menyaksikan Allah dengan hati saat ibadah. Derajat ini hanya bisa dicapai ketika hati dipenuhi cahaya keimanan, begitu kuatnya cahaya keimanan tersebut ia mampu menembus yang ghaib seperti nyata, gambaran akhirat surga dan neraka terindra dengan jelas di hati. Adapun derajat yang kedua yaitu selalu merasa diawasi dan dipantau setiap lintasan pikiran, hati dan gerakan fisik. 

Ibadah yang sampai pada derajat ihsan sudah pasti membuahkan ketenangan, khusyu, keteguhan jiwa serta keyakinan yang kokoh. Ibadah semacam ini juga dapat mewarisi sifat rajaa mengharapkan ampunan dari Allah serta sifat khouf yaitu takut atas murka Allah SWT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun