Namun China yang merasa superior tidak mengindahkan peraturan tersebut, seperti yang terjadi pada 19 Maret 2016, saat Kapal Kway Fey 10078 yang berisikan nelayan China ditangkap Kapal Pengawas Hiu 11 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan saat hendak menangkap ikan di laut Natuna. Suasana mulai memanas saat pihak Indonesia hendak menahan 8 abk kway Fey, tiba-tiba datang kapal pengawas China yang menghalangi jalannya operasi penangkapan dengan menabrak kapal Kway Fey. Selain konflik ilegal fishing yang tak terhitung jumlahnya, pada tahun 2021 China juga sempat meminta Indonesia untuk menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah Laut Natuna Utara.
Harta Karun Dibalik Luasnya Laut NatunaÂ
Selain memiliki sumber daya hayati dan hewani yang melimpah. Laut Natuna juga memiliki harta karun berupa cadangan gas alam yang disebut-sebut sebagai yang terbesar di Asia Pasifik. Gas alam tersebut ada yang sudah di produksi seperti di blok South Natuna Sea, Block B, Natuna Sea Blok A, dan Blok Kakap. Lalu ada yang masih dalam tahap pengembangan seperti blok Duyung dan blok North West Natuna. Hingga yang masih dalam tahap eksplorasi seperti blok Anambas, North sokang, Tuna dan East Natuna. Dengan potensi sebesar itu, tak heran jika China juga mengincar laut Natuna, tugas kita sebagai warga negara adalah menjaga semaksimal mungkin kekayaan alam tersebut, jangan sampai jatuh ke tangan negara lain.
Bagaimana Peran Indonesia sebagai Negara Terkuat di ASEAN?
Sebagai negara maritim dan dianggap sebagai negara paling kuat dari segi kekuatan militer di Asean. Langkah Indonesia dalam penyelesaian kasus ini memang kerap jadi sorotan. Sejauh ini yang bisa dilakukan Indonesia adalah menjadi playmaker atau penengah. Seperti pada tahun 2023 lalu, Indonesia menjadi inisiator dalam proses negosiasi antara Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan China yang bersepakat untuk menyelesaikan perundingan pedoman tata perilaku (code of conduct/CoC) di Laut China Selatan dalam 3 tahun.Â
Dalam pedoman ini berisi tentang aspirasi ASEAN-China untuk menyelesaikan CoC dalam 3 tahun atau kurang melalui pembahasan secara intensif terhadap isu-isu yang selama ini tertunda, tujuannya CoC dapat menjadi aturan tata perilaku yang merefleksikan norma, prinsip, dan aturan internasional yang sesuai pada hukum internasional dalam menciptakan perdamaian di antara negara yang berkonflik di LCS. Jadi tunggu saja apakah negosiasi itu akan sukses atau China kembali mengingkari seperti yang sudah-sudah.
Jebakan China yang Harus Indonesia Sadari
Alih-alih panik saat dikepung negara-negara Asean, China justru tampil santai dengan strategi politik yang cerdik. Seperti saat mereka mendirikan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) pada tahun 2010 yang merupakan kerjasama perdagangan bebas antara China dengan negara ASEAN. Ada yang menilai ini adalah "sogokan" China agar membuat negara ASEAN melunak di kasus LCS dan salah satu langkah China dalam mengantisipasi kemungkinan terburuk konflik Laut China Selatan.
Skenarionya seperti ini, misalnya negara-negara ASEAN bersatu melawan China dalam terbuka, maka China menggunakan kesepakatan ACFTA sebagai kartu AS mereka dengan cara menarik investasi dari kesepakatan tersebut yang pada akhirnya bisa berdampak buruk bagi perekonomian negara-negara Asean.
Hubungan Indo-China Diambang Perpecahan?