Mohon tunggu...
Hamdiyatur Rohmah
Hamdiyatur Rohmah Mohon Tunggu... Guru - Guru Sekolah Alam Insan Mulia Surabaya, penulis artikel di majalah LPMP Jawa Timur, Nara Sumber Radio Suara Muslim Surabaya (93.8 FM)

I am a teacher, trainer, and speaker

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gaya Gaul Remaja Muslim

9 Mei 2019   14:50 Diperbarui: 2 Mei 2020   07:58 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berteman menurut remaja muslim

Sebagai makhluk sosial, manusia pasti membutuhkan sosialisasi dengan lainnya. Meski di era digital saat ini, pertemanan terkadang lebih banyak terjadi di dunia maya. Beberapa kalimat yang harus membuat kita ingat bahwa kita WAJIB MEMILIH TEMAN adalah, "Kalau ingin melihat kepribadian seseorang, lihatlah dari pertemanannya.

Teman masa kanak-kanak, adalah pelajaran sosialisasi mengenal sosok dan karakter. Namun, dalam perkembangan pemikiran, ragam informasi, dan referensi anak-anak yang memasuki masa ABG harus kita kenalkan cara memilih teman yang tepat. Ada proses mengenal, memilih, mengambil resiko, dan juga belajar dari hikmah pertemanan. Sehingga ketika masa remaja dinamika pertemanan, anak tidak lagi mengalami masa "GAGAP BERTEMAN".

Mereka akan memiliki jiwa empati dan kebijaksanaan yang baik, memilih dengan alasan yang masuk akal, mempertimbangkan nilai-nilai keluarga, agama, budaya, dan tentunya nilai-nilai dalam masyarakat. Point BESAR dalam proses yang dijalani remaja saat berteman adalah, ia memiliki USAHA saat jatuh dan bangkit, baik UNTUK DIRINYA maupun UNTUK TEMANNYA.

"Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS. Az-Zukhruf: 67)

Remaja, yang memiliki dinamika psikologis layaknya gelombang pasang-surut, besar-kecil, kuat-lemah dan terkadang hampir mampu "menghancurkan karakter", TETAP BUTUH orang-orang dewasa yang TERPERCAYA untuk berbagi masalah, pengetahuan, dan peranan sebagai DASAR BERPERILAKU untuk mereka.

Gaya gaul dan aturan agama 

Islam mengajarkan keindahan dalam bersilaturahmi, pergaulan yang baik akan menghadirkan silaturahmi yang baik.

"Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak." (HR. Bukhari, no. 2101)

Dari hadits di atas bisa kita tarik hikmah bahwa "Pergaulan" kita juga mengukur kualitas hidup kita. Sebagai muslim, beberapa aturan dalam "pergaulan yang baik dan benar" juga sudah diberikan panduannya. Misalnya; Dilarang berduaan, bersentuhan fisik, menjaga pandangan, menarik perhatian yang menggoda (suara/pakaian/dandanan), dan lainnya.

"Katakanlah kepada laki-laki beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya." (QS. an-Nur: 30)

Sedangkan untuk memberikan penjelasan kepada anak-anak usia SD aturan pergaulan dalam agama Islam ini perlu diterjemahkan dengan hal-hal yang lebih riil. Misalnya, karena kita beda ayah dan ibu, maka kita akan mudah beda pikiran, jadinya bertengkar, dan lain sebagainya.

Untuk anak usia ABG penolakan atas aturan agama terkadang juga masih cukup kental. Pendekatan sebagai teman curhat dengan pengetahuan agama adalah cara yang bijaksana. Kisah keutamaan perempuan, tanggung jawab laki-laki, mengajak berpikir resiko nama baik keluarga, dan masa depan mereka akan bisa menjadi pintu masuk diskusi.

Pendidikan agama di keluarga menjadi utama sebagai dasar pemahaman anak dalam meyakini agama sebagai jalan hidup yang benar.

Studi kasus (spesifik dan umum)

Kasus-kasus yang beredar di media sosial, media informasi lainnya tidak bisa kita abaikan. Kasus-kasus tersebut tidak pernah diharapkan oleh kita semua. Untuk menumbuhkan kesadaran bahwa kasus-kasus tersebut jangan sampai menimpa kita, maka remaja perlu diajak dan dilibatkan diskusi agar mereka mampu berpikir dari beragam sudut pandang, mencoba memahami masalah, dan berempati atas peristiwa yang terjadi.

Sedangkan untuk kasus yang khusus, misalnya diri sendiri atau teman yang mengalami masalah pergaulan, maka menjadi pendengar yang baik dan tidak menyimpulkan terlebih dahulu bisa menjadi metode pendekatan untuk membantu anak-anak remaja.

Dari penelitian sederhana yang saya lakukan, wawancara dengan banyak pihak yang tidak boleh saya sebut, sumber masalah dari penyimpangan adab pergaulan adalah dari gadget. Media sosial menawarkan banyak informasi tanpa saringan, perang di media tanpa merasakan efek fisik pada awalnya, menjadikan para remaja tidak sadar bahwa yang diserang media adalah mindset mereka. Cara pandang mereka tentang sebuah masalah diputar balikkan, hal yang seharusnya dijauhi menjadi sesuatu yang biasa. Ada juga yang dibully di media pun hingga tidak terasa, karena ia juga membalas dengan hal yang sama. Jika kewajaran pada hal-hal yang "bahaya" sudah ada dalam cara berpikir para remaja? Maka, sesalpun tiada guna. Dan hasil wawancara menunjukkan bahwa 98% anak remaja sudah mengakses situs-situs dewasa. Semoga ini tidak dianggap wajar dan biasa. 

Para orangtua, keluarga, kerabat, lingkungan, guru dan sekolah sesungguhnya memiliki kewajiban yang sama hanya berbeda cara dan fungsinya. Oleh karenanya, untuk menggaungkan "Adab Pergaulan" yang sesuai dengan aturan agama, kita tidak bisa sendirian. Harus saling mengisi kekosongan dan menggunakan kelebihan/kemampuan kita untuk menyelematkan generasi ini.

Membangun kesadaran "resiko gaul"

Segala sesuatu yang terjadi dan kita jalani selalu menyimpan hal negatif dan positif. Memutuskan sesuatu memiliki resiko berhasil dan gagal, dipuji atau dicela, terpuruk atau bangkit, dan ini bukan hanya untuk diri sendiri. Tetapi ada keluarga dan rangkaian kehidupan lainnya yang perlu kita sampaikan kepada para remaja.

Salah mengambil langkah akan salah dalam menentukan masa depan mereka. Kasus pergaulan bebas saat ini seakan sudah lengkap, media yang sangat terbuka memiliki peran yang luar biasa dalam penanganan kasus-kasus tersebut. Setidaknya media harus ingat bahwa ada banyak usia yang mengakses apapun yang mereka tulis.

Karenanya, orangtua, guru, dan pemerintah perlu bersinergi dengan visi-misi pendidikan yang lebih baik. SELF AWARNESS harus dibangun dengan mencerdaskan anak bangsa ini. Tayangan televisi, kebijakan IT, dan penerapan responsibility effect  harus segaris lurus dengan ajaran agama dan dasar hukum di Negara ini.

Hamdiyatur Rohmah

Praktisi Pendidikan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun