Musafir Kehidupan I Tahun-tahun panjang telah hamba lalui. Tangis dan tawa akrab dalam ramai dan sepi. Duka dan bahagia menjadi permainan hari-hari. Menunggu datang waktu nyawa di jasad berhenti. Kematian yang ditakuti para pendurhaka pasti datang. Tak peduli masanya tiba di hari pagi ataupun petang. Mengejar para makhluk dimanapun bumi terbentang. Tak dapat dihalangi dengan tentara ataupun pedang. II Terdengar kabar sahabat yang dipanggil lebih dahulu. Berpindah ke negeri sepi diapit oleh nisan batu. Berada disana menunggu datangakhir waktu. Sebagaimana kelak tiap insan akan menuju. Tinggallah semua kemegahan beserta harta. Tinggal pula semua yang disayang dan dicinta. Tinggallah ampunan dan kasih Ilahi yang dipinta. Dengan pilihan akan berbahagia atau menderita. III Musafir, perjalanan waktumu kini telah senja. Bersiap untuk pulang bagai anak rindukan bunda. Rapihkan bekal untuk menghadap pada Sang Pencipta. Menunggu datangnya pengadilan sebagai seorang hamba. Betapa sejarah telah beberkan banyak pelajaran berharga. Tentang balasan para pencinta dan para pendurhaka. Apakah memilih kenikmatan duniawi berujung murka. Ataukah jalan para hamba yang berujung bahagia. IV Hidup, bukanlah mekanisme jasad organik semata. Bukan pula keimanan yang hanya sebatas kata-kata. Butuh pembuktian prilaku dan manifestasi yang nyata. Agar kelak tiada sesal di saat bangkit di Padang nan rata. Musafir, hidup ini adalah sebuah kefanaan dan kebinasaan. Sekuat apapun jasad insani akan alami pembusukan. Kembali menjadi tanah sebagaimana difirmankan. Moga diberi kasih dan ampunan sesuai harapan. Al Faqiir Hamdi Akhsan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H