Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu program unggulan Presiden Prabowo Subianto. Melalui program prioritas yang direncanakan mulai Januari 2025, Presiden Indonesia ke 8 ini, ingin mengurangi kesenjangan gizi, meningkatkan kualitas hidup anak Indonesia dan membentuk SDM unggul yang mampu bersaing di masa depan dalam rangka mempersiapkan Indonesia Emas 2045.
Berdasarkan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023, diketahui bahwa Prevalensi Status Gizi berdasarkan nilai terstandar baku antropometri WHO (Z-score < -2,0) pada Anak Umur 0-59 bulan (Balita) yaitu sebesar 21,5% dalam status stunting dan severely stunting. Pada Anak Umur 5 - 12 tahun (Usia SD), sebesar 18,7% berstatus stunting dan severely stunting. Status stunting dan severely stunting kembali meningkat pada Remaja Umur 13 - 15 Tahun (Usia SMP), yaitu sebesar 24,1% dan Remaja Umur 16 - 18 tahun (Usia SMA) sebesar 23,9%.
Memasuki usia dewasa, proporsi status Gizi Kurang semakin menurun seiring dengan bertambahnya usia. Penilaian Status Gizi Dewasa dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT), dimana berat badan (BB) dibagi dengan tinggi badan (TB) dalam meter kuadrat. Melalui Data SKI didapatkan pula bahwa Prevalensi Status Gizi Penduduk Dewasa (> 18 Tahun) di Indonesia dengan kategori Wasting atau IMT kurang dari normal (<18,5) sebesar 7,8%. Pada penduduk usia 19 tahun, proporsi wasting sebesar 21,6% dan pada kelompok penduduk usia 20-24 tahun sebesar 15,3 %. Proporsi wasting kembali meningkat pada kelompok penduduk usia 50 tahun ke atas.
Program MBG yang rencana akan diberikan kepada anak usia sekolah, ibu hamil, ibu menyusui  serta anak balita ini sejatinya memiliki tujuan yang sangat mulia untuk menurunkan angka stunting yang memang cukup tinggi di kalangan anak-anak. Program ini bertujuan meningkatkan asupan gizi yang lebih baik dan mencegah stunting. Selain itu, MBG juga diharapkan dapat meningkatkan akses makanan bergizi, pengetahuan gizi, dan pola makan sehat. Program ini juga dapat menciptakan lapangan kerja, mengurangi beban penduduk miskin dalam memperoleh pangan, serta memanfaatkan bahan pangan lokal termasuk mensejahterakan petani dan pelaku UMKM.
Pemerintah telah mengalokasikan 71 triliun rupiah untuk program MBG dalam APBN 2025 dengan rincian 63,356 triliun rupiah untuk pemenuhan gizi nasional dan 7,433 triliun rupiah untuk program dukungan manajemen. Alokasi anggaran tersebut menyasar sekitar 19,47 juta orang dari kalangan anak sekolah hingga ibu hamil maupun menyusui. Awalnya, besaran anggaran MBG per orang per hari adalah Rp. 15.000,-, Â namun pada akhir November 2024 lalu, Presiden Prabowo Subianto mengatakan anggaran MBG sebesar Rp.10.000,- per porsi dinilai sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan makanan bergizi. Dengan harapan, program ini dapat menyasar lebih banyak anak sekolah dan masyarakat yang membutuhkan.
Sejumlah pihak meragukan besaran anggaran per porsi Rp.10.000,-, dapat memenuhi kebutuhan gizi seimbang, mengingat harga kebutuhan pokok saat ini tidaklah murah. Selain itu, adanya inflasi dan fluktuasi harga pangan dapat menghambat terpenuhinya pemenuhan makanan bergizi dengan alokasi anggaran yang telah ditetapkan. Tidak ada yang dapat menjamin stabilitas harga dalam 6 bulan atau 1 tahun ke depan akan tetap sama. Apabila anggaran yang ditetapkan bernilai konstan, sementara ada ketidakpastian harga pasar, dapatkah implementasi program ini memenuhi standar gizi? Apakah ada penurunan komposisi dan kecukupan nilai gizi di dalamnya?
Kebijakan Program Makan Bergizi di Sejumlah Negara
Program Makan Bergizi juga diselenggarakan di berbagai negara di dunia. Dalam sebuah jurnal Tinjauan Pedoman Gizi dan Komposisi Menu untuk Program Pemberian Makanan Sekolah di 12 Negara pada Tahun 2015, dapat diketahui bahwa di negara berpenghasilan tinggi tujuan pemberian makanan sekolah adalah untuk memastikan bahwa anak-anak sekolah menerima nutrisi yang penting dan berkualitas tinggi dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan anak sekolah. Di negara berpenghasilan menengah, tujuan utama program ini adalah untuk meningkatkan status gizi masyarakat, meningkatkan pendaftaran dan retensi sekolah, serta menanggulangi kemiskinan. Sementara di negara berpenghasilan rendah, tujuan program pemberian makanan sekolah adalah untuk meningkatkan pendaftaran, kehadiran, dan retensi sekolah dalam rangka meningkatkan akses pendidikan dan pencapaian literasi sebuah negara.
Dalam jurnal tersebut, diketahui pula komposisi kecukupan energi harian pada menu makan bergizi di negara berpenghasilan tinggi  (Inggris, Perancis, Finlandia, Italy, dan Amerika Serikat) berkisar 30 - 45% atau setara dengan 663 - 995 kkal dengan harga berkisar 1.55 - 7.12 USD (Rp. 25.000 - Rp.115.000). Di negara berpenghasilan menengah (Brazil, Ghana, India, Afrika Selatan) komposisi kecukupan energi harian pada menu makanan bergizi anak sekolah berkisar 30 - 31% atau setara dengan 660 - 680 kkal dengan harga 0.15 - 0.32 USD (Rp. 2.400 - Rp. 5.000,-). Sementara, di negara berpenghasilan rendah (Kenya, Mali, Rwanda) komposisi berkisar 24 - 33% dari kecukupan energi harian atau setara dengan 537 - 731 kkal dengan harga 0.19 - 0.59 USD (Rp.3.000 - Rp. 9.500,-).
Implementasi pemberian makanan sekolah inipun beragam metodenya di masing-masing negara. Secara umum, negara berpenghasilan tinggi menerapkan pemberian makanan di kantin sekolah dengan bergaya kafetaria. Di negara berpenghasilan menengah, pelaksanaan pemberian makanan direncanakan oleh pemerintah daerah untuk kemudian dikelola oleh pihak penyedia layanan makanan di sekolah atau yang lokasinya berdekatan dengan sekolah. Sementara di negara berpenghasilan rendah, tidak jauh berbeda dengan negara berpenghasilan menengah, yaitu memberdayakan pihak penyedia layanan ataupun kelompok tertentu untuk mengatur penyediaan makanan sekolah, termasuk juga keterlibatan orang tua mengambil peran dalam pemberian makanan di sekolah.
Di Singapura, Pemberian Makanan Sehat Bergizi menjadi tanggung jawab Health Promotion Board (Dewan Promosi Kesehatan). Singapura memiliki beberapa inisiatif terkait bantuan makanan, diantaranya:
- Community Care Endowment Fund (comcare) yaitu program bantuan sosial pemerintah yang menyediakan dukungan jangka pendek dan jangka panjang bagi warga berpenghasilan rendah;
- Food Support Schemes yaitu program bantuan makanan yang dijalankan oleh organisasi non-profit, seperti Food Bank Singapore, Food from the Heart, Willing Hearts;
- Meals-on-Wheels yaitu layanan pengantaran makanan untuk lansia dan penyandang disabilitas. Dengan pengelolaannya dilakukan oleh berbagai organisasi sosial;
- School Meals Programme yaitu subsidi makanan di sekolah untuk siswa dari keluarga berpenghasilan rendah; serta
- Community Fridges yaitu inisiatif berbasis masyarakat untuk berbagi makanan berlebih.
Uji Coba Program Makan Bergizi Gratis
Uji coba Program MBG telah dilaksanakan di beberapa wilayah di Indonesia. Simulasi program ini pun sudah mulai dilakukan setelah Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 dilaksanakan. Kota yang telah melaksanakan Uji coba Makan Bergizi Gratis diantaranya Tangerang, Bogor, Solo, Surabaya, dan Jakarta. Uji coba juga dilakukan serentak secara nasional mencapai 100 lokasi di seluruh Indonesia pada Desember ini. Pemberian MBG disesuaikan dengan usia dan jenis kelamin siswa. Untuk PAUD, TK, hingga SD Kelas III diberikan makan pagi, dengan pemenuhan 20-25 % dari kecukupan gizi harian. Sementara untuk SD Kelas IV-VI, SMP hingga SMA, diberikan dalam bentuk makan siang dengan pemenuhan gizi sebesar 30-35% dari kecukupan gizi harian.
Tangerang merupakan salah satu wilayah yang telah melaksanakan uji coba MBG sejak Agustus 2024. Hingga akhir November 2024, target sasaran 99 sekolah dan 70 ribuan siswa telah merasakan program ini. Menu MBG diantaranya nasi, telur dadar, capcay, susu, dan buah dengan harga paket Rp. 15.000,-. Pada uji coba di salah satu sekolah, dengan menu nasi, ayam goreng, tumis buncis dan wortel, susu, dan buah, satu paket seharga Rp.12.000,-.
Selain Tangerang, Bogor merupakan wilayah yang telah melaksanakan uji coba MBG. Di Kota Bogor, pelaksanaan uji coba MBG dilaksanakan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Unit Tanah Sareal. SPPG telah menjangkau 3.018 siswa di 15 sekolah dengan berbagai tingkatan, mulai dari PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA di wilayah sekitar. Makanan bergizi gratis diberikan dalam kotak berbahan stainless steel, berisi nasi, ayam goreng, cah jagung, pisang, dan susu kotak, dengan harga per paket Rp.14.900,-. Sementara uji coba di Kabupaten Bogor, dengan menu yang berisi nasi putih, sayur, ayam goreng, tahu olahan berisi telur, dan pisang serta susu kemasan, sepaket menu seharga Rp.11.000,-.
Rekomendasi Pelaksanaan Kebijakan
Di Indonesia, kebijakan terkait pemenuhan pangan dan peningkatan gizi masyarakat telah banyak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyatakan, sebagai kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pangan adalah komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Negara pun memiliki kewajiban untuk mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi Pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di seluruh wilayah Indonesia sepanjang waktu dengan memanfaatkan sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal.
Dari sisi Kesehatan, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi, Pemerintah telah mengatur terkait pemenuhan gizi seimbang perseorangan dan gizi masyarakat pada seluruh siklus kehidupan. Peraturan ini juga menjelaskan pengaturan susunan hidangan makanan sehari yang terdiri atas berbagai ragam bahan makanan yang berkualitas dalam jumlah dan proporsi yang sesuai dengan aktifitas fisik, umur, jenis kelamin dan keadaan fisiologi tubuh. Hal ini bermaksud untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi seseorang, guna pemeliharaan dan perbaikan sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan dan perkembangan secara optimal.
Dalam masing-masing regulasi, dijelaskan pembagian tugas dan tanggung jawab Pemerintah Pusat, Daerah Provinsi, dan Kabupaten/Kota hingga masyarakat. Namun dalam hal pelaksanaan upaya peningkatan gizi anak sekolah dan masyarakat masih dirasakan belum optimal. Keterbatasan pelayanan gizi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, seperti Puskesmas dan Posyandu atau Pelayanan Gizi di rumah sakit. Sementara, Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang ada memiliki sumber daya yang terbatas untuk dapat menjalankan tugas dan fungsi yang sangat luas. Selain itu, ketiadaan sumber daya yang khusus fokus mendorong upaya pemenuhan gizi masyarakat sehingga hal ini menjadi sebuah celah yang kemudian diisi dengan kehadiran Badan Gizi Nasional.
Badan Gizi Nasional (BGN) merupakan lembaga pemerintah bertugas melaksanakan pemenuhan gizi nasional sebagaimana tujuan strategisnya untuk menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas dan membangun pondasi generasi mendatang yang sehat, cerdas, dan tangguh. BGN harus berupaya keras mempersiapkan agar Program MBG mampu dilaksanakan. Strategi utama yang dapat digunakan BGN mencakup pemanfaatan anggaran secara optimal dan pemantauan implementasi program agar sesuai dengan target. Â Dalam pelaksanaan program MBG nantinya, BGN yang memiliki sekitar 30.000 satuan pelaksana (satpel) di seluruh Indonesia, dapat melibatkan koperasi, BUMDes, dan masyarakat setempat dalam menyediakan sumber daya dengan menggunakan bahan baku pertanian lokal sehingga dapat mengurangi biaya transportasi, baik dari pembelian bahan pokok maupun distribusi paket makanan.
Pelaksanakan Program MBG Rp.10.000,- masih dapat memenuhi kebutuhan gizi seimbang, apabila BGN dapat memastikan bahwa dalam pelaksanaannya, biaya senilai tersebut difokuskan untuk pemenuhan variasi gizi seimbang sesuai ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan pangan wilayah, serta diluar biaya satuan layanan, fasilitas dapur, dan lain-lain. Biaya transportasi, layanan, fasilitas dapur, dan lain-lain harus mampu ditekan dengan mengupayakan sumber daya yang tersedia di wilayah tanpa mengurangi atau merugikan pelaku usaha ataupun penyedia bahan baku program tersebut.
Program Makan Bergizi Gratis yang diusung Presiden Prabowo Subianto ini sesungguhnya memiliki tujuan mulia dan bermanfaat bagi masa depan bangsa melalui peningkatan kualitas generasi penerus dalam rangka menyambut Indonesia Emas. Program tersebut juga dapat mendukung pelaksanaan regulasi terkait upaya perbaikan gizi, khususnya gizi masyarakat; anak sekolah, ibu hamil, dan ibu menyusui. Pemerintah dapat mengevaluasi pelaksanaan uji coba yang telah dilaksanakan di Tahun 2024 agar dalam pelaksanaan MBG Januari 2025 mendatang dapat berjalan dengan baik. Pemerintah juga harus memperhatikan aspek kualitas makanan yang diberikan, bukan hanya kuantitas penerima manfaat.
Kerja sama dan kolaborasi lintas bidang, pangan, Kesehatan, maupun bidang ekonomi dari berbagai sektor Pemerintah, non pemerintah, swasta, maupun masyarakat sangat dibutuhkan untuk memperluas jangkauan dan efektivitas program MBG. Peran penting pendidikan tinggi juga tidak dapat dielakkan dalam mendukung pencapaian tujuan kesehatan nasional, meningkatkan asupan gizi, serta kesadaran akan pola makan sehat di masyarakat. Keterlibatan seluruh pihak, termasuk media, sangat diharapkan dapat mengawal pelaksanaan program ini agar berjalan lebih baik sesuai dengan harapan kita Bersama, yaitu peningkatan status gizi anak sekolah dan masyarakat Indonesia, bukan sekedar janji kampanye belaka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H