Malam tadi hujan mengguyur Jakarta
Beruntung langit-langit rumah kami terbuat dari beton jembatan,
Dimana orang riuh lalu-lalang di pagi hari
Insomnia meracuni teh lemon hangat yang kuteguk
Berharap segera disergap kantuk
Bukan karena kekenyangan ataupun perut keroncongan
Bukan karena tidak terbiasa tidur tanpa dinding permanen
Bukan juga karena tidak betah beralas kardus dan terpal, bukan
Hanya tergelitik waswas, khawatir banjir seperti tahun-tahun sebelumnya
...
Mata terjaga sampai subuh tiba
Sesekali memandangi wajah istri dan anak yang tertidur pulas
Hujan deras cukup lama
Rintik-rintik tipis masih beterbangan menyiram aspal yang mengkilap
Memantulkan sinar lampu jalanan, sungguh lebih indah daripada lukisan Basuki Abdullah ataupun Barly Sasmitawinata
Hatiku berdesir, sungguh romantis malam-malam yang kami lalui di sini
Di pusat ibu kota negara ini
Pikiran melayang ke lembaran masa lalu
Heran, kali ini hujan deras tidak membawa serta kawan karibnya bernama banjir
Apakah ia sudah bosan dijadikan bulan-bulanan politikus?
Tak peduli, yang penting kami tidak kebanjiran
Seperti biasa, sesaat sebelum azan subuh berkumandang
Kami mesti cepat berkemas, mencari tempat mandi dan sembayang terdekat
Begitulah seterusnya, sepucuk kisah romantis di bawah kolong jembatan kota Jakarta
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI