Mohon tunggu...
Hamdanul Fain
Hamdanul Fain Mohon Tunggu... Penulis - Antropologi dan Biologi

Membuat tulisan ringan. Orang Lombok.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Nostalgia Lagu "Wartawan Ratu Dunia" Karya KH Buchori Masruri dan Pesan Moral bagi Insan Pers

9 Februari 2020   13:02 Diperbarui: 9 Februari 2020   13:09 814
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingat dengan potongan lirik lagu berikut ini?

Ratu dunia ratu dunia,
Oh wartawan ratu dunia
Apa saja kata wartawan, mempengaruhi pembaca koran 
Bila wartawan memuji, dunia ikut memuji
Bila wartawan mencaci, dunia ikut membenci 
Wartawan dapat membina, pendapat umum di dunia 

Lirik di atas adalah kutipan lagu kasidah yang dibawakan grup Nasida Ria. Lagu ini populer tahun 90-an. Mungkin kurang familiar di telinga generasi milenial yang baru lahir di atas tahun 1990. 

Walaupun saya lahir sebelum tahun 1990, tapi ternyata kurang familiar juga di telinga. Baru dua bulan lalu saya temukan di youtube, sewaktu mencari lagu kota santri dan jilbab putih. Ya, hanya dua lagu ini dan satu lagu berjudul perdamaian yang paling lekat di telinga. Maklum, sering diputar di masjid jika ada kerja bakti di masjid kampung.

Lagu ini memang jadul, meskipun begitu, tidak lekang waktu karena liriknya sarat dengan makna. Bagaimana tidak penuh makna, pengarang lagu ini adalah KH Buchori Masruri. Beliau adalah mantan ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah periode 1985-1995. Selain berceramah dan mengajar, beliau berdakwah melalui seni musik.

Kyai dengan nama pena Abu Ali Haidar ini pernah berguru kepada KH Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta. Semasa nyantri, dirinya kerap diminta menuliskan ungkapan peribahasa berbahasa arab. Dari situlah salah satunya muncul inspirasi untuk lagu-lagu karya kyai yang berpulang pada 17 Mei 2018 ini. Satu tahun mendahului salah satu gurunya yang lain, yakni KH Maimun Zubair, meninggal di Mekah 6 Agustus 2019.

Mendengarkan lagu-lagu karya kyai kelahiran Purwodadi, Grobogan ini, seakan kembali hidup di era 90an. Dimana tidak kita dengarkan kegaduhan saling tuding dan saling buli. Suasana yang seakan begitu damai meskipun berada di bawah pemerintahan Soeharto yang agak ketat.

Kembali ke potongan lagu di awal tulisan ini. Wartawan melalui karya jurnalistiknya mampu membina pendapat umum masyarakat. Apabila frame daripada karya itu cenderung mencaci, maka akan berbuah masyarakat turut membenci kepada pribadi, tokoh atau kelompok organisasi itu. Begitu pula sebaliknya, bila isinya penuh pencitraan, sesuatu yang faktanya buruk bisa berubah seratus sembilan puluh derajat, malah dipuja-puji.

Ada pesan moral yang Kyai selipkan di dalam syair lagu ini untuk insan pers, bahkan untuk kita semua. Pesan itu dapat kita lihat dari kelanjutan lirik lagu "wartawan ratu dunia" ini.

Bila wartawan terpuji,
bertanggung jawab berbudi 
Jujur tak suka berdusta,
beriman serta bertaqwa
Niscaya besar jasanya dalam membangun dunia.

 Tetapi bila wartawan suka membuat keonaran 
Tak jujur suka bedusta, 
tak beriman tak bertaqwa 
Biasa merusak dunia, ibarat racun dunia 

Wartawan dan pemilik media sangat berjasa besar membangun peradaban. Tentu hal itu terwujud jika mereka bertanggung jawab, berbudi, dan jujur. Kyai menambahkan bahwa keimanan dan ketaqwaan juga hal penting untuk terealisasinya itu semua.

Hal sebaliknya, keburukan akan terbuka dikarenakan wartawan dan pemilik media suka berbuat keonaran. Maunya rating tinggi dan berita fenomenal bernuansa konflik. 

Bila tidak jujur, tidak beriman dan tidak bertaqwa, maka mudah sekali dibayar hanya untuk memoles sesuatu yang buruk menjadi terlihat baik, dan yang baik terlihat buruk. Bagaikan racun dunia, kyai Buchori Masruri mengumpamakannya.

Terkait judul lagu, saya tidak mengetahui mengapa beliau memilih judul "wartawan ratu dunia". Saya hanya menduga, beliau menyandingkan kedudukan wartawan dengan analogi raja dan ratu. 

Raja mampu berbuat segalanya. Sementara, ratu bisa merayu raja untuk mengambil keputusan. Artinya, beliau menaruh perhatian besar karena insan pers menempati posisi penting untuk pembangunan. Baik pembangunan negara, maupun pembangunan sumber daya manusia rakyatnya.

Jelas, sang Kyai ingin kita semua terutama insan pers, terus bersama-sama meningkatkan keimanan dan ketaqwaan sebagai pondasi pembangunan. Pers adalah pilar keempat pembangunan. Semoga kita bersama dapat menarik pesan moral dari lagu karya KH Buchori Masruri ini.

Mari bersama-sama mendoakan Kyai.

Selamat bernostalgia,

Selamat Hari Pers.

Bacaan: 1 / 2 / 3

Vidio lagu wartawan ratu dunia dapat ditonton di sini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun