Mohon tunggu...
Hamdan Ramizi
Hamdan Ramizi Mohon Tunggu... Sales - Marketing

Penjelajah, perjalanan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kajian terhadap Kejanggalan Kasus Alex Denni dan Rekayasa Putusan Pengadilan

6 November 2024   14:10 Diperbarui: 6 November 2024   14:10 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kajian terhadap Kejanggalan Kasus Alex Denni dan Rekayasa Putusan Pengadilan 

Kepincangan Proses Hukum di Mahkamah Agung

Mahkamah Agung sebagai puncak peradilan sering kali menghadapi kritik terkait ketidakadilan dalam putusan yang dijatuhkan. Tidak hanya dalam kasus Alex Denni, tetapi juga pada kasus-kasus besar lainnya yang melibatkan pejabat tinggi. Kerap kali, terdapat jeda waktu yang panjang antara proses pemeriksaan di tingkat banding hingga kasasi, yang bisa mencapai bertahun-tahun. Dalam kasus ini, jeda waktu hingga 11 tahun antara putusan banding dan kasasi menambah rumit proses penegakan hukum yang seharusnya mengutamakan kepastian hukum.

Kesimpulan Eksaminasi Publik oleh Ahli Hukum

PBHI atau Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia telah melakukan eksaminasi publik atas kasus ini dengan melibatkan ahli hukum. Dr. Rocky Marbun, Dr. Vidya Prahassacitta, dan Dr. Ahmad Sofian turut menyampaikan bahwa disparitas putusan di kasus Alex Denni membuka kemungkinan adanya rekayasa hukum yang merugikan terdakwa. Mereka menggarisbawahi beberapa poin penting, di antaranya:

  1. Disparitas Putusan: Keputusan yang berbeda terhadap terdakwa yang terlibat dalam peristiwa hukum yang sama menimbulkan tanda tanya besar terkait keadilan dan independensi hakim.
  2. Inkonsistensi dalam Penerapan Pasal: Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 seharusnya hanya berlaku bagi pejabat publik atau pegawai negeri yang memiliki kewenangan publik. Alex Denni sebagai pihak swasta tidak memenuhi kualifikasi delik ini.
  3. Pengabaian Prinsip Asas Kemanusiaan: Kasus ini menunjukkan perlunya penerapan asas kemanusiaan dalam setiap putusan yang menyangkut pihak yang bukan pejabat publik, untuk menghindari disparitas putusan dan potensi ketidakadilan.

Reformasi Sistem Peradilan untuk Mewujudkan Keadilan

Ketidakadilan yang dialami Alex Denni menjadi cerminan dari kebutuhan mendesak untuk mereformasi sistem peradilan di Indonesia. PBHI menyerukan adanya standar prosedur yang lebih tegas untuk mencegah disparitas putusan yang menjadi pintu masuk bagi rekayasa perkara. Reformasi ini harus mencakup:

  1. Transparansi yang Lebih Baik dalam Pengunggahan Putusan: Seluruh putusan, baik di tingkat Pengadilan Negeri, Banding, maupun Kasasi, harus tersedia secara online di SIPP agar publik dapat mengawasi keadilan dalam setiap keputusan.
  2. Penerapan Standar yang Sama untuk Kasus Sejenis: Mahkamah Agung perlu menetapkan kebijakan yang memastikan bahwa kasus serupa harus diperiksa oleh majelis hakim yang sama dan dalam tempo waktu yang berdekatan untuk menghindari kesenjangan putusan.
  3. Pengawasan yang Ketat Terhadap Praktik Mafia Peradilan: Mengingat banyaknya dugaan praktik mafia peradilan, dibutuhkan pengawasan yang lebih ketat terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam proses hukum. Hal ini akan membantu menekan praktik korupsi di lembaga peradilan yang merusak kepercayaan masyarakat.

Penutup: Menatap Harapan untuk Peradilan yang Lebih Adil

Kasus Alex Denni memberikan pelajaran berharga bahwa ketidakadilan dalam sistem hukum tidak hanya merugikan individu, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap peradilan. Disparitas putusan yang terlihat pada kasus ini harus menjadi pendorong untuk mereformasi sistem peradilan di Indonesia agar lebih transparan, adil, dan bertanggung jawab. Melalui kajian ini, diharapkan setiap pihak yang terlibat dalam penegakan hukum dapat lebih berkomitmen untuk mengutamakan keadilan yang sejati tanpa adanya rekayasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun