Dr. Rocky Marbun menyatakan bahwa putusan terhadap Alex Denni menunjukkan ketidakkonsistenan penerapan hukum. Putusan berbeda yang diterima Alex Denni dianggap sebagai kekhilafan hakim, karena faktanya proyek tersebut sudah dinyatakan sah secara hukum dan tidak ditemukan penyimpangan dalam pelaksanaannya.
Dr. Vidya Prahassacitta menyoroti bahwa Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 yang digunakan dalam dakwaan seharusnya hanya berlaku bagi pejabat publik yang memiliki kewenangan. Alex Denni, sebagai pihak swasta, tidak memiliki kewenangan tersebut, sehingga seharusnya tidak terkena dakwaan ini.
Dr. Ahmad Sofian juga menegaskan bahwa disparitas dalam putusan mengindikasikan adanya rekayasa hukum yang disengaja. Menurutnya, kasus ini menunjukkan ketidakadilan karena hakim tidak menerapkan asas persamaan di hadapan hukum secara konsisten.
Dampak Kasus Terhadap Sistem Peradilan di Indonesia
Kasus ini tidak hanya merugikan Alex Denni sebagai individu, tetapi juga mencerminkan masalah serius dalam sistem peradilan Indonesia. Disparitas putusan yang terlihat dalam kasus ini menunjukkan adanya ketidakadilan struktural yang berdampak pada masyarakat luas. Jika keadilan tidak ditegakkan secara merata, maka kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan akan semakin berkurang.
Posko Pengaduan Korban Mafia Peradilan
PBHI telah mendirikan Posko Pengaduan Korban Mafia Peradilan sebagai langkah konkret untuk menampung aduan masyarakat yang menjadi korban ketidakadilan hukum. Kasus Alex Denni dan ketiga terdakwa lainnya menjadi contoh nyata bahwa mafia peradilan bukanlah isu yang dapat diabaikan. Ketidakjelasan hukum yang dialami Alex Denni menunjukkan bahwa ada potensi mafia peradilan yang mengganggu proses hukum.
Langkah Menuju Reformasi Mahkamah Agung dan Sistem Peradilan
Eksaminasi PBHI atas kasus ini menekankan pentingnya reformasi di dalam tubuh Mahkamah Agung dan sistem peradilan Indonesia secara menyeluruh. Beberapa rekomendasi yang diajukan antara lain:
Transparansi Putusan Pengadilan
Mahkamah Agung dan lembaga peradilan lainnya harus menyediakan akses yang lebih terbuka terhadap putusan-putusan pengadilan. Hal ini penting untuk mencegah manipulasi putusan dan memberikan kepercayaan publik terhadap sistem hukum yang ada.Peningkatan Konsistensi Putusan
Diperlukan kebijakan khusus untuk memastikan bahwa hakim di berbagai tingkatan mematuhi standar yang sama dalam menerapkan hukum. Putusan yang tidak konsisten hanya akan membuka ruang bagi praktik mafia peradilan yang merugikan masyarakat.Reformasi Kebijakan Penerapan Pasal 55 KUHP
Penerapan Pasal 55 KUHP terkait penyertaan tindak pidana harus dilakukan secara lebih selektif. Sebaiknya, hanya pelaku yang benar-benar memiliki peran aktif dalam tindak pidana yang dapat dijerat dengan pasal ini, sehingga tidak ada lagi disparitas yang tidak berdasar.Perlindungan terhadap Hak Tersangka yang Tidak Bersalah
Negara harus menjamin hak-hak hukum bagi setiap terdakwa, terutama jika kasus mereka melibatkan disparitas putusan yang mencurigakan. Pemerintah perlu memastikan bahwa proses hukum berjalan secara adil bagi semua pihak yang terlibat.
Kesimpulan: Pentingnya Keadilan dan Konsistensi dalam Proses Hukum
Kasus Alex Denni mengajarkan kita bahwa sistem peradilan Indonesia masih memerlukan perbaikan dalam hal keadilan, transparansi, dan konsistensi. Disparitas putusan yang terjadi dalam kasus ini menunjukkan adanya masalah mendasar dalam penerapan hukum, dan memperlihatkan celah bagi praktik-praktik yang tidak adil.