Montesqueiu menegaskan bahwa negara demokrasi adalah negara yang dimana kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat (dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat) dan perwujudan dari kedaulatan rakyat tersebut kemudian terejawantahkan melalui pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu), yang mana bahwa Pemilu tersebut merupakan sarana penyampaian hak-hak demokrasi rakyat.Â
Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 Pasal 22E ayat (2) dinyatakan bahwa Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sementara untuk memilih kepala daerah diatur dalam Pasal 18 ayat (4) yakni Gubernur, Bupati, Â dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
Sebagaimana pandangan dari Rousseau, menurutnya negara itu dibentuk atas kehendak rakyat melalui kontrak sosial. Dalam kontrak tersebut, setiap individu secara suka rela dan bebas membuat perjanjian untuk membentuk negara berdasarkan cita-cita, hasrat, keinginan, dan kepentingan mereka. Dari cita-cita dan keinginan rakyat itu lah yang menjadi basis dasar dalam menjalankan suatu pemerintahan. Tujuan dan cita-cita rakyat yang dituangkan dalam kontrak sosial tersebut kemudian terbentuk dalam konstitusi sebagai suatu kesepakatan bersama, dimana konstitusi tersebut harus dipatuhi dan ditaati serta dijalankan oleh pemerintah.Â
Dengan demikian, pemerintah mendapatkan wewenang dari rakyat secara langsung untuk menjalankan kekuasaan demi kepentingan rakyat itu pula. Pemerintah dalam hal ini Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi eksekutif agar dapat menjalankan tugas dan tanggungjawabnya demi kepentingan rakyat dibutuhkan suatu mekanisme demokratisasi. Dalam hal ini, keterlibatan masyarakat merupakan prasyarat utama.Â
Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 22E ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa: Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Artinya keterlibatan masyarakat secara penuh dapat dilihat melalui asas Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil) di atas, yakni tanpa adanya diskriminasi, tanpa adanya pembatasan, masyarakat dapat memilih secara langsung, dan suara yang diberikan pun dijamin kerahasiaannya, artinya hanya yang memilih itulah yang mengetahui siapa calon yang mereka pilih.
Adapun mekanisme pencalonan presiden dan wakil presiden dapat dilihat melalui ketentuan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik. Lengkapnya, pasal tersebut berbunyi: Pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.
Mengapa harus diusulkan oleh partai politik? Mengapa tidak boleh melalui jalur independen layaknya kepala daerah misalnya, atau pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat?
Ketentuan pasal tersebut sebenarnya sudah jelas baik secara tekstual maupun dengan penafsiran melalui original intent (kehendak awal). Berdasarkan original intent, UUD 1945 hanya mengenal adanya pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum. Artinya, Pertama, calon Presiden dan Wakil Presiden harus diajukan secara resmi oleh partai politik, yaitu untuk diajukan sebagai calon Presiden dan/alau calon Wakil Presiden diperlukan dukungan partai politik peserta pemilihan umum. Kedua, partai politik yang mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden tersebut dapat bekerjasama satu sama lain.
Indonesia sebagai negara yang plural dan majemuk tentu membutuhkan suatu wadah atau sarana pengatur konflik. Artinya, bahwa negara yang besar dan memiliki begitu banyak keragaman tentu tidak semua warga negaranya memiliki pikiran yang sama, tujuan dan keinginan yang sama. Sehingga disanalah peran dari partai politik dengan visi-misinya yang berbeda antara partai politik yang satu dengan partai politik yang lain. Misalnya ada partai politik yang lebih berorientasi nasionalis, agamis, maupun orientasi lainnya, dan masyarakat dapat memilih partai politik mana yang sesuai dengan keinginan dan kehendak mereka.Â
Oleh karena itu, ketika calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik tertentu, masyarakat dapat melihat visi misi dari parpol yang mengusulkan calon presiden dan wakil presiden yang akan mereka pilih, yang tentunya visi misi partai politik tersebut sejalan dengan keinginan atau kehendak yang diinginkan oleh rakyat. Namun tentunya perbedaan tersebut tidak menyentuh program-program dalam ranah-ranah vital seperti kebijakan sosial dan keuangan.
Menurut Carl J. Friedrich, partai politik (political party) adalah "a group of human beings, stably organized with the objective of securing or maintaining for its leaders the control of a government, with the further objective of giving to members of the party, through such control ideal and material benefits and advantages." Miriam Budiardjo menjelaskan bahwa partai politik merupakan suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya) yang tentunya dengan cara yang konstitusional (sesuai dengan konstitusi) untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Adapun sistem demokrasi yang digunakan oleh Indonesia adalah sistem kepartaian. Menurut ahli ilmu politik Maurice Duverger, terdapat tiga sistem kepartaian yang dikenal di dunia, yaitu sistem satu partai (one party system), sistem dua partai (two party system), dan sistem multi partai (multi party system). Sementara sistem kepartaian yang digunakan di Indonesia yakni sistem multi partai (multi party system). Hal ini disebabkan oleh adanya keanekaragaman dalam komposisi masyarakat, di mana partai-partai yang berdiri biasanya mencerminkan ikatan-ikatan berdasarkan ras, agama, adat-istiadat, suku bangsa, dan lain-lain.
Kemudian faktor lain yang menyebabkan mengapa tidak ada calon Presiden dan Wakil Presiden dari jalur independen tentunya adalah karena disebabkan oleh luas wilayah dan jumlah penduduk di Indonesia. Karena sebagaimana kita ketahui, bahwa syarat bagi seorang calon untuk maju sebagai calon independen adalah adanya dukungan dari masyarakat, hal ini misalnya dibuktikan dari berapa banyak KTP masyarakat yang terkumpul untuk mendukung paslon tertentu, namun yang menjadi masalah disni selain penentuan batas minimal dukungan masyarakat adalah bagaimana para paslon mengkoordinir pendukungnya, dan tentunya kekhawatiran akan munculnya banyak calon presiden dan wakil presiden melalui jalur independen.
Selain itu, dalam menjalankan suatu pemerintahan maka dibutuhkan calon Presiden dan Wakil Presiden yang berkualitas, yakni memiliki integritas dan kapabilitas yang mempuni. Dan ini menjadi salah satu fungsi partai politik, yaitu rekrutmen politik. Artinya adalah, partai politik memiliki fungsi untuk mencari dan mengajak serta mendidik orang-orang untuk menjadi kader-kader terbaik, maupun sebagai media untuk menggaet orang-orang terbaik di negeri ini untuk menjadi calon pemimpin di masa mendatang yang tentunya diharapkan bisa menjadi pemimpin yang akan mengisi roda pemerintahan di negara ini.
Terlepas dari berbagai analisis terkait cerita panjang perjalanan partai politik di Indonesia hingga mulai menghilangnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik di Indonesia yang disebabkan oleh banyaknya kader partai politik yang tertangkap melakukan korupsi, dan kegagalan para pemimpin bangsa dalam menjalankan amanah rakyat, serta banyaknya partai politik yang seolah-olah hanya mencari kekuasaan bagi kepentingan pribadi mereka sendiri daripada kepentingan masyarakat.Â
Tidak bermaksud menggeneralisir, namun Penulis ingin menyampaikan bahwa mekanisme pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dan sistem kepartaian di Indonesia telah diatur se ideal mungkin dan sesuai dengan jiwa bangsa (volksgeist). Dan memang seharusnya apa yang menjadi original intent dari pembentukan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 mampu diejawantahkan dalam praktiknya, sesuai dengan nilai filosofis yang telah dicita-citakan.
Berkaitan dengan sistem kepartaian di Indonesia, selain adanya kelebihan-kelebihan dari sistem multi partai, namun ada juga kekurangan-kekurangan yang ditimbulkan. Salah satunya yaitu mudahnya pembentukan partai-partai baru, dan setidaknya ada penambahan 6 (enam) partai baru pasca Pemilu 2014 dan Pemilu 2019. Dan semakin banyaknya jumlah partai ini tentu akan mempengaruhi kestabilan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Bukankah kita lebih membutuhkan kualitas daripada kuantitas?Â
Oleh karena itu, dalam hal ini Penulis merasa sangat perlu untuk dilakukannya penyederhanaan partai politik, dan berkaitan dengan konstitusionalitas penyederhanaan partai politik mungkin bisa kita bahas di topik-topik selanjutnya. Salam literasi, dan semoga bermanfaat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H