Mohon tunggu...
Fathul Hamdani
Fathul Hamdani Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Tak penting dimana kita terhenti, namun berikanlah penutup/akhir yang indah

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Wajah AS Pasca Kasus George Floyd: Tinjauan Kritis terhadap Duduk Perkara yang Terjadi

4 Juni 2020   16:00 Diperbarui: 4 Juni 2020   16:16 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Munshots/Unsplash)

Dikutip dari Kompas.com pada 30 Mei 2020, Chauvin pernah terlibat dalam kasus kematian dan penembakan yang pernah terjadi sebelumnya. Bahkan, hal ini bisa dibuktikan dari beberapa fakta empirik terkait kebiasaan polisi Chauvin yang memang selalu terlibat dalam kasus penikaman. 

Sebagaimana kasus yang terjadi dari tahun 2006 terkait penembakan terhadap Wayne Renes dan Ira Latrell Toles dan tahun 2011 terhadap Leroy Martinez dengan berbagai macam alasan yang didasarkan pembelaan oleh Chauvin dan rekannya saat itu sebagai bentuk tanggung jawab hukum. Bahkan, pada tahun 2008, Chauvin pun mendapatkan penghargaan medali atas keberaniannya menghadapi insiden pria bersenjata. 

Artinya, memang secara gamblang Chauvin ini memiliki sosok tegas dan emosionalitas tinggi dalam rekam jejaknya dan secara jelas bukan didasarkan atas perbedaan warna kulit dan secara jelas pun terlihat bahwa bukan tidak mungkin juga Chauvin akan melakukan hal yang sama terhadap apa yang dilakukannya terhadap Floyd kepada orang yang juga berkulit putih sama dengannya.

Persoalan rasisme hanya bisa dilihat secara batin, bukan secara fisik karena orang kulit putih membunuh orang kulit hitam, persoalan itu tidak bisa kemudian direpresentasikan hanya dengan melihat secara kelembagaan atau secara general berdasarkan beberapa kasus pembunuhan dan penyiksaan oleh kepolisian sebelumnya, namun melihat bagaimana memangnya konteks kasus yang terjadi.

Rasisme itu sendiri memiliki berbagai macam perspektif dan bersifat subjektif, tidak ada alasan objektif untuk kemudian memberikan justifikasi terhadap rasisme. Hanya dengan melihat pembunuhan tersebut terjadi antara orang berkulit putih dan orang berkulit hitam, maka itu rasisme. Tentu saja tidak, hal tersebut belum bisa merepresentasikan semuanya. Terlebih lagi, dasar dari tindakan tegas Chauvin pun dalam melakukan tindakan tegas terhadap Floyd juga tidak ada yang tahu didasari dengan hal apa.  

Sejatinya, rasisme memang tidak bisa diidentifikasi secara gamblang hanya karena kulit putih membunuh orang berkulit hitam, karena rasisme adalah persoalan implisit yang notabennya menjadi latar belakang seseorang melakukan suatu tindakan. Sebagian orang berpendapat rasisme karena berkaca dari beberapa kasus yang terjadi terkait penyiksaan terhadap orang berkulit hitam dan ditinjau karena adanya diskiriminasi perlakuan antara orang berkulit putih dan berkulit hitam. Padahal, secara jelas definisi dari diskriminasi dan rasisme pun juga berbeda.

Apa yang dilakukan oleh Floyd tidak bisa dibenarkan, mengingat Floyd pun juga memiliki rekam jejak kriminal atas kasus perampokan di Houston pada tahun 2007 dan divonis 5 tahun penjara pada tahun 2009 sekaligus juga pernah ditangkap atas penangkapan Kokain, dan secara alamiah, tidak ada yang bisa menilai kapan memang seseorang bisa dikatakan benar-benar tidak akan melakukan kesalahan kriminal lagi walau sekecil apapun dan tidak ada yang bisa menjamin terkait hal tersebut.

Berkilas balik dengan kasus George Floyd, tentunya kita tidak bisa hanya menyudutkan kepada salah satunya saja. Pemikiran sederhana sangat diperlukan untuk bagaimana kita berpikir sebagai pihak yang netral. Kedua orang ini sama-sama memiliki refleks dengan porsi dan posisi yang berbeda, tidak bisa dipungkiri nantinya ketika Floyd memiliki senjata, maka dia juga ada kemungkinan untuk melakukan perlawanan lebih daripada di video. Begitupun dengan polisi tersebut, perlakuannya terhadap Floyd juga tidak bisa dibenarkan, sikap tindakan berlebihan terhadap tersangka yang masih belum ada putusan inkracht dari pengadilan juga bukanlah sepenuhnya wewenangnya.

Beberapa perlawanan memang diperbolehkan untuk diberi tindakan tegas, namun bukan berarti tindakan tersebut dapat digeneralisir ke semua jenis perlawanan oleh tersangka, kecuali memang disaat tertentu polisi dalam kondisi terdesak dan mau tidak mau melakukan tindakan tegas. Sementara dalam video tersebut, Floyd tidak memberikan ancaman yang bersifat membahayakan petugas kepolisian yang ada pada saat itu.

Beberapa hal yang harus kita lihat adalah bagaimana kita menyesuaikan penilaian berdasarkan konteks kasus satu per satu, bukan satu untuk semua kasus. Dalam artian, bagaimana ketika kita sedang dihadapkan pada satu kasus, maka kita tidak bisa merepresentasikan kasus tersebut dengan kasus yang pernah terjadi sebelumnya. 

Perlu sekali untuk kemudian menganalisa kasus dan difokuskan hanya pada satu kasus tersebut, bukan kemudian membandingkan kembali dengan kasus sebelumnya dimana secara jelas kasus tersebut tidak sama kondisi dan konteks kejadiannya. Apa yang terjadi antara Chauvin dan Floyd tidak bisa dilihat secara kelembagaan namun lebih kepada dilihat secara personal (person to person) yakni bagaimana kita melihat siapa yang terlibat dan apa yang dilakukan di dalamnya, bukan apa lembaganya dan bagaimana kasus sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun