Namun di lapangan apakah sesuai kenyataan? Hak-hak untuk mendapatkan kemudahan dalam memperoleh pekerjaan, dan hak-hak lain tanpa adanya perlakuan diskriminatif dalam urusan -- urusan administrasi.
Pada dasarnya penganut agama dan penganut kepercayaan sama-sama mempunyai sistem keyakinan (teologi) yang tak bisa dibedakan. Menganut agama atau menganut kepercayaan merupakan ekspresi dari sebuah keyakinan yang transenden (tersembunyi).Â
Setiap individu baik yang beragama maupun berkeyakinan sama-sama memiliki rasa kerinduan terhadap suatu kekuatan yang melebihi dirinya. Kekuatan yang melebihi individu itulah yang dimanifestasikan dalam wujud yang berbeda-beda.Â
Bentuk yang berbeda-beda itu, merupakan hasil imajiner dari sebuah individu atau kelompok yang bersifat subjektif. Tentu, hasil imajiner setiap orang berbeda-beda, meskipun bersumber dari hakikat yang sama. Namun memberikan penafsiran dan definisi secara subjektif atas suatu hal yang sifatnya universal dan final tanpa mampu melihat lebih dalam adalah sebuah kekeliruan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wilfred Cantwel Smith bahwa hakikat agama adalah keyakinan atau iman (faith). Pengertian Iman menurut Smith adalah: "standard man is man of faith", dan "faith as a global human characteristic is mans responsive involvement in the activity of Gods dealing with humankind". ("Standar manusia yang beriman" dan "iman sebagai karakteristik manusia universal, keterlibatan responsif manusia dalam berurusan dengan Tuhan). Mengacu pada pandangan Smith di atas tentang esensi "interaksi Tuhan dan manusia, maka dapat dikatakan dalam setiap agama dan kepercayaan relasi (manusia-Tuhan) tetap ada.
Hal ini pun sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Linda Woodhead seorang peneliti dari Lancaster University Inggris yang mengungkapkan bahwa antara agama dan kepercayaan keduanya mengacu pada komitmen orientasi yang membantu memberikan makna dan arah hidup (way of life).Â
Adapun Emile Durkheim menyatakan agama adalah kesatuan sistem keyakinan dan praktik-praktik yang berhubungan dengan yang sakral. Sesuatu yang disisihkan dan terlarang, keyakinan-keyakinan dan praktik praktik yang menyatu dalam suatu komunitas moral dimana semua orang tunduk kepadanya atau sebagai tempat masyarakat memberikan kesetiaanya. Oleh karena itu, secara konsep antara agama dengan kepercayaan pada dasarnya sama-sama memiliki keyakinan akan adanya Tuhan.
Sehingga jika kita melihat kembali ketentuan dalam pasal 64 ayat 1 dan ayat 5 maka ketentuan tersebut bertentangan dengan prinsip negara demokrasi dalam bingkai nomokrasi yang telah dijamin oleh konstitusi. Sebagaimana termuat didalam UUD NRI 1945 Pasal 1 ayat 2 bahwa "kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD".Â
frasa "kedaulatan rakyat" menggambarkan demokrasi yang menjunjung tinggi keberadaan hak-hak asasi manusia dan frasa "dijalankan menurut UUD" menggambarkan bahwa demokrasi harus dijalankan dalam bingkai nomokrasi sebagaimana disebutkan lebih lanjut dalam ayat 3 bahwa "Negara Indonesia adalah negara hukum" oleh karena itu Jimmly Ashiddiqie memberikan pengertian akan makna nomokrasi yang termuat dalam pasal 1 ayat 2 dan ayat 3 yakni adanya pengakuan terhadap supremasi hukum dan konstitusi, kemudian adanya jaminan akan hak-hak asasi manusia didalam UUD, dan menjamin keadilan bagi seluruh warga negara, salah satunya adalah hak-hak untuk memproleh pelayanan publik, memperoleh kesempatan dan kemudahan dalam hal pekerjaan  dan dipandang sama dihadapan hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H