Mohon tunggu...
Hamdanil Rasyid
Hamdanil Rasyid Mohon Tunggu... karyawan swasta -

https://twitter.com/hamdanil\r\nhttps://www.facebook.com/hamdanil

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Negara Kaya kok Utangnya Banyak?

3 Agustus 2014   20:41 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:31 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Indonesia punya utang lebih dari 300 miliar dolar, ini artinya utang pemerintah sekitar 1/4 dari GDP Indonesia per tahun, dan kalau dipukul rata, tiap warga Indonesia utangnya lebih dari 1.000 dolar (alias belasan juta rupiah) per orang. Menariknya, bukan cuma Indonesia negara yang punya banyak utang. Menurut CIA World Factbook 2013, pada tahun 2012 Pemerintah Jepang diperkirakan punya utang melebihi 2x GDP nya, dan kalau dipukul rata per kapita tiap warga Jepang berutang lebih dari 77 ribu USD atau mendekati 1 miliar rupiah per orang. Wow.

[caption id="attachment_350754" align="aligncenter" width="479" caption="Negara-negara dengan utang melebihi 0.5% total dunia, diurutkan berdasarkan % terhadap GDP, perkiraan CIA World Factbook 2013. Tabel oleh artikel wikipedia"Government debt""][/caption] Menurut data diatas, selain Jepang, Singapura, Perancis, Britania Raya, Kanada, Jerman, Amerika Serikat, Belanda juga semuanya punya utang diatas rata-rata dan kalau dihitung dari % GDP semuanya jauh di atas Indonesia. Kenapa negara-negara kaya ini pemerintahnya punya banyak utang? Uang yang sudah ada saat ini lebih baik dibanding uang yang baru ada nanti Kenapa? Contoh, andaikan ada utang yang tak ada bunga atau syarat selain mengembalikan jumlah yang sama 10 tahun lagi, hampir tidak ada alasan untuk pemerintah tidak mengambilnya. Worst case, uangnya bisa disimpan terus dikembalikan pada saatnya. Kenyataannya, banyak yang bisa dilakukan pemerintah dengan uang ini. Misal, pemerintah bisa membangun pembangkit listrik sekarang, tanpa harus menunggu 10 tahun lagi. Artinya, rakyat di suatu tempat bisa mengandalkan listrik 10 tahun lebih awal tanpa harus menunggu pemerintah bisa kumpulkan uang yang cukup. Listrik yang dihasilkan, bisa digunakan untuk perusahaan, pabrik, perumahan, dan ini akan menghasilkan pekerjaan dan menambah kemakmuran rakyat tersebut. Bahkan ketika utangnya tidak bebas syarat, utang bisa jadi berguna, tergantung analisis cost-benefitnya. Sekadar contoh, yield obligasi negara 1 tahun kira-kira sekitar 7% lebih, sedangkan nilai IHSG saja sudah naik lebih dari 20% pada 7 bulan pertama 2014 saja[2]. Jadi secara matematis, pemerintah bisa menggunakan uang dari penerbitan obligasi, lalu digunakan untuk investasi saham, dan hasilnya jauh melebihi hutang awal plus bunga, dan sisanya masih banyak pula! Contoh diatas tentu perhitungan matematis saja, pemerintah tentu bukan perusahaan investasi finansial yang kerjanya berinvestasi di pasar saham. Seperti ilustrasi pembangkit listrik diatas, adanya pembangkit listrik menambah pendapatan dan harta masyarakat, dan berujung pada meningkatnya penerimaan pajak untuk pemerintah dan pembayaran listrik untuk PLN. Penerimaan ini bisa digunakan untuk mengembalikan uang yang dipinjam. Jadi, walaupun utangnya tidak bebas syarat, bisa jadi pemerintah dan negara tetap diuntungkan dengan utang ini, jika hasil investasinya melebihi biaya awal Contoh investasi lain dimana semakin awal uang tersedia, semakin besar manfaatnya adalah

  1. Pendidikan: sekolah, universitas, perpustakaan, lembaga pendidikan
  2. Infrastruktur: jalan, sistem kereta, sistem transportasi umum, irigasi,
  3. Perumahan
  4. Pelayanan umum: keamanan, penegakan hukum, sistem kesehatan
  5. Contoh lain bisa dilihat di infografis dari Kemenkeu mengenai penggunaan APBN

Investasi seperti ini akan pay off dalam jangka panjang, dengan caranya masing-masing. Karena inilah, utang pemerintah tidak mesti dianggap negatif

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun