Mohon tunggu...
Hamdani Mulya
Hamdani Mulya Mohon Tunggu... Guru - Penulis dan Guru SMAN 1 Lhokseumawe, Provinsi Aceh

Menulis artikel Sastra, Linguistik, dan Esai "Menulis adalah mengukir sejarah dalam kenangan wajah zaman." (Hamdani Mullya)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ambiguitas, Kalimat Efektif, dan Pesona Bahasa Indonesia

3 November 2024   09:09 Diperbarui: 3 November 2024   09:36 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

AMBIGUITAS, KALIMAT  EFEKTIF,
 DAN PESONA BAHASA INDONESIA

Oleh Hamdani Mulya
Guru Bahasa Indonesia SMAN 1 Lhokseumawe

Puisi Preman Bahasa
"Preman Bahasa"
 Telah menghilangkan pesona
 Citra kebahasaan
 Bahasa Indonesia yang selama ini
 kita banggakan
 Telah luntur terkoyak
 Mereka adalah preman bahasa;
 gaul, prokem, elite
 Pudarlah nasionalis bahasa bangsa

Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar di dunia pendidikan. Demikian antara lain fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Namun, dalam realitas keseharian dalam berbudaya berbahasa, pengguna bahasa sering kali mengabaikan aturan-aturan kebahasaan seperti ejaan. Bahkan problema seperti itu dilakukan oleh kaum intelektual. 

Dalam pemakaian ejaan sering kita menemukan pemakaian huruf kapital yang kurang tepat. Misalnya penulisan nama dosen dan gelar pada absensi, dalam makalah atau lembaran pengesahan skripsi yang disusun oleh mahasiswa sering ditulis dengan huruf kapital semua. Contoh: DRS. MUKHLIS A. HAMID, M.S. Padahal penggunaan huruf kapital semacam itu suatu yang bertentangan dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD), pada tahun 1972.
Sebenarnya cara penulisan ejaan yang benar nama dan gelar pada contoh di atas adalah Drs. Mukhlis A. Hamid, M.S. Untuk lebih jelas silakan anda baca lagi EYD terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) sebagai tugas pribadi anda. Menarik bukan ? Bukankah anda seorang penulis buku, peneliti, dosen, guru, insan pers, mahasiswa, atau minimal anda masyarakat pemakai bahasa Indonesia. Karena santunnya suatu bahasa mencerminkan luhurnya budi pengguna bahasa suatu bangsa. Indah sekali bukan?  


EYD di dalamnya mengulas bagaimana penggunaan aturan kebahasan secara cermat dan rapi mengenai: huruf kapital, huruf miring, tanda baca, dan peristilahan. Masih banyak kesalahan lain yang sering kita temukan dalam penulisan huruf kapital seperti pada penulisan nama jenis makanan, misalnya pada penulisan kata "pisang ambon" dan "asam jawa". Pemakai bahasa sering terkecoh dengan aturan penulisan huruf kapital pada nama suku dan bangsa. Sering menyamakan dengan penulisan suku "Ambon" dan suku "Jawa".


Hal itu mengingatkan kita bahwa pada penulisan kata "pisang ambon" dan "asam jawa" tidak menggunakan huruf kapital, karena bukan nama suku dan bangsa. Melainkan nama jenis makanan atau buah-buahan. Demikian juga jika kita hendak menulis nama geografis seperti dalam kalimat berikut:
Kapal besar itu akan berlayar ke samudera luas.
Samudera luas ditulis dengan huruf kecil semua, karena samudera luas bukan nama geografis. Namun, jika kalimat tersebut diubah menjadi:
Kapal besar itu akan berlayar ke Samudera Hindia.
Maka Samudera Hindia pada setiap awal kata ditulis dengan huruf kapital, karena merupakan nama geografis.


Dari segi lain kesalahan berbahasa Indonesia juga kita dapatkan dalam pemakaian bahasa yang ambiguitas. Artinya bahasa yang bermakna ganda sehingga membingungkan pembaca karena multi tafsir. Ambigu tidak sama dengan konotasi atau makna sampingan. Lazim disebut dengan makna kias, karena makna kias lebih menyarankan pada pengertian bahasa figuratif atau gaya bahasa. Walaupun demikian, ambiguitas dan konotasi keduanya dilarang keras pemakaiannya dalam bahasa karya ilmiah. Ambiguitas dan konotasi hanya dibolehkan pemakaiannya dalam karya sastra seperti novel, cerpen, dan puisi. Kadang-kadang juga digunakan dalam bahasa jurnalis untuk menarik perhatian dan membuat pembaca penasaran.


Contoh kalimat ambigu antara lain: Kucing makan tikus mati.
Dalam kalimat tersebut siapa yang mati ? Tikus atau kucing ?
Kita dapat memperbaiki kalimat tersebut dengan memberikan tanda koma ( , ) pada posisi berikut: a) Kucing, makan tikus mati. Kalimat tersebut berarti seekor kucing yang makan tikus sudah mati, b) Kucing makan, tikus mati. Berarti kucing dan tikus tidak saling berinteraksi, tetapi bersifat individualistis, c) Kucing makan tikus, mati. Berarti seekor kucing setelah makan tikus, kucing ini mati. Disebabkan oleh asumsi bahwa tikus mati, yang dimakan oleh kucing sebelum mati kucing, telah memakan racun berbahaya.


Masih banyak contoh lain kalimat ambigu yang menjadi tugas pribadi anda di rumah untuk memperbaikinya. Sebagai pekerjaan rumah (pr) silakan anda baca buku Komposisi: Mengolah Gagasan Menjadi Karangan karya Walija (1996) atau baca Menulis Ilmiah karya Azwardi, S.Pd., M.Hum. (2008).


Ambigu adalah salah satu ciri dari kalimat yang tidak efektif. Kalimat efektif merupakan suatu kalimat yang mampu menyampaikan pesan secara akurat dan mampu juga diterima dengan akurat oleh pendengar atau pembaca. Apabila yang disampaikan X oleh pembicara dan penulis maka yang diterima juga X oleh pendengar dan pembaca. Tidak kurang dan tidak lebih (Walija, 1996:33). 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun