"Kitab sanjungan kepada Rasulullah seperti kitab Dalailul Khairat, Barzanji, dan Syaraful Anam sangat istimewa di Aceh dibacakan pada perayaan maulid," ungkap Filolog Hermansyah yang juga Dosen UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu menjelaskan.
Di Aceh, peringatan maulid Nabi Muhammad Saw dikenal dengan istilah "maulod". Dalam pelaksanaan itu, warga menggelar kenduri besar dengan mengundang anak yatim dan kerabatnya. Warga kampung tetangga sebelah juga ikut diundang untuk menikmati lezatnya kenduri. Salah satu perayaan maulid Nabi terlihat jelas dari warga Gampong Sumbok Rayeuk, Kecamatan Nibong, Kabupaten Aceh Utara.
Umumnya, perayaan maulid tidak hanya digelar pada hari sebagaimana ditetapkan dalam kalender saja. Namun juga tetap digelar selama 3 bulan berturut-turut. Dapat dikatakan bahwa, perayaan maulid di Aceh merupakan perayaan kenduri dengan waktu terlama.
Berdasarkan penanggalan dalam kalender Islam, tradisi perayaan maulid dimulai dari Rabiul Awal, Rabiul Akhir dan Jumadil Awal. Pada bulan Rabiul Awal, perayaan maulid disebut dengan Meulod Awai, kemudian Rabiul Akhir disebut Meulod Teungoh dan Jumadil Awal disebut Maulod Akhe.
Perlu diketahui, tradisi perayaan maulid di Aceh dengan kenduri besar. Bagi masyarakat yang mampu melakukan kenduri, maka akan berkenduri dan membagikan makanan kepada masyarakat lain yang berkumpul di meunasah-meunasah (surau).
"Maulid diperingati sebagai rasa cinta kepada Baginda Rasulullah Muhammad Saw. Bagi masyarakat Aceh, jika tidak melakukan kenduri maulid merasa ada sesuatu yang kurang. Sehingga tidak mengherankan apabila pada bulan maulid masyarakat berbondong-bondong membawa makanan yang telah dimasak ke meunasah," kata Sri Wahyuni, S.Pd.I salah seorang guru Pendidikan Agama Islam yang bertugas di MAN 6 Aceh Utara pada Senin (16/9/2024).
Saat membawa makanan, ada tempat khusus yang disebut "dalong", yaitu wadah khusus berbentuk selinder. Ukurannya pun beragam, rata-rata berkisar 30 hingga 50 cm. Dalong inilah wadah pengisian nasi lengkap dengan lauk pauk. Uniknya lagi, sajian nasi dan lauknya pun ditata rapi dan berlapis-lapis atau dikenal "Dalong Meulapeh".Â
Dalong inilah yang diantar warga ke meunasah-meunasah yang akan dibuka untuk disantap bersama anak yatim dan fakir miskin.
"Pada momen peringatan maulid ini kita juga harus meneladani akhlak rasul sebagai uswatul hasanah, teladan terbaik yang memberikan suri teladan bagi seluruh umatnya," sambung Sri Wahyuni guru yang juga pemerhati Sejarah Islam sebagai narasumber.
Menu yang dihidangkan pada perayaan maulid sangatlah istimewa. Salah satu menu khas Aceh adalah "bu kulah" atau nasi kulah, nasi yang dibungkus dengan daun pisang. Bentuk bungkusan nasi ini seperti piramida, sangat menarik. Nasi bungkus berciri khas Aceh. Nasi ini dimasak secara khusus dengan paduan rempah-rempah seperti cengkeh, kapulaga dan aneka rempah lainnya.
Lebih menarik lagi, formasi "bu kulah" berbentuk piramida ini dibungkus dengan daun pisang yang terlebih dahulu dilayu di atas bara api. Sehingga sajian makanan Aceh dengan rasa dan aroma khas Timur Tengah ini kian terasa. Sementara menu yang disajikannya juga khas dan jarang ditemui pada perayaan lainnya. Salah satunya adalah "kuah pacri". Dalam kuah ini, tersedia buah nanas yang dimasak dengan kuah encer dengan paduan cengkeh, kapulaga, cabai merah yang diiris halus dan daun pandan untuk menambah aroma. Menu lainnya adalah aneka daging sapi, kambing, ayam dan bebek.
Selain menu yang disebutkan diatas, ada hidangan khas pada kenduri maulid. Yakni bulukat. Nasi ketan yang diberi kelapa dan dibungkus daun pisang dan berbentuk limas.
Nah, sebelum menyantap hidangan maulid, masyarakat menggelar zikir dan doa bersama diiringi salawat. Setiap perayaan maulid di Aceh, kenduri digelar pada siang hari, kemudian malam dilanjutkan dengan ceramah agama yang disampaikan oleh dai-dai kondang.