Rembang - Ngaji Kebangsaan yang diselenggarakan oleh Univeritas Islam Malang di Pondok Pesantren LP3iA Narukan membahas tentang dialektika Islam dan Kebangsaan : Tafsir Islam Damai untuk Keharmonisan. Dengan penceramah KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang sering dikenal Gus Baha' menjelaskan berbagai  aplikasi sifat-sifat yang harus dimiliki dan diaplikasikan demi menjaga keharmonisan berbangsa. Beliau menjelaskan bahwa Agama Islam tidak dibawa dengan kekerasan dan antisosial, harus dibawakan dengan rileks dan menyenangkan.
Gus Baha' menyampaikan firman Allah pada Qur'an Surat Yunus ayat 58 yang menyebutkan bahwa "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira." Maka dengan demikian kita perlu berbahagia dengan Agama Islam maka perlu menyampaikan Islam dengan baik dan menggembirakan.
Hal ini juga tidak lepas dengan kondisi Indonesia, bahwa kita sudah dirahmati bentang alam Indonesia, yang diisi oleh berbagai jenis satwa maupun tumbuhan bermanfaat. Manusia Indonesia amat sangat beruntung menjadi Warga Negara Indonesia. Tidak semua insan manusia dapat melihat kekayaan alam Indonesia. Maka sebagai warga negara indonesia kita wajib bersyukur terhadap kekayaan alam yang sudah diberikan oleh Allah SWT.
Apakah wujud syukur terhadap alam hanya dengan mengucap syukur saja? Tentunya rasa syukur diikuti dengan bentuk tanggung jawab mengelola alam. Tanggung jawab sebagai warga Indonesia harus memiliki sifat Jamal.
Sifat Jamal memiliki arti baik. Baik yang dimaksud adalah baik dengan berlandaskan sifat tasamuh atau toleran. Bila diibaratkan kuda, Alam mampu melaju dan melesat dengan kencang. Tentunya kuda perlu dirawat, diberi makan, dan istirahat. Saat kita memaksa tenaga seekor kuda, tanpa kita perhatikan kesehatannya, maka kuda tersebut tidak bisa berlari kencang. Alam juga demikian, tidak bisa kita mengeksploitasi alam secara terus menerus.Â
Selama ini, kita telah melihat fenomena yang terjadi di Indonesia. Problem pembukaan hutan, konversi lahan hutan menjadi lahan industri tanpa memperhatikan keberlangsungan hidup makhluk hidup lain. Hal yang semacam inilah yang akan menimbulkan kerusakan lingkungan hingga hilangnya biodiversitas di alam Indonesia. Padahal Indonesia itu telah dikenal dengan megabiodiversitasnya.
Lalu, apakah demi kebutuhan hidup manusia, manusia harus mengorbankan alam ini? Sebagai kebutuhan pokok saja yaitu oksigen, manusia memperolehnya dari hutan. Tumbuhan pada malam hari menghasilkan oksigen, yang kemudian dimanfaatkan manusia setiap saat. Bila hutan diambil kayunya terus menerus, tanpa ada revegetasi, maka yang kita peroleh hanyalah kita hidup tanpa oksigen. Itu adalah salah satu contoh kecil dari sekian problem yang perlu kita perhatikan.
Masalah hutan sangat penting diperhatikan karena hutan adalah pelindung atas keberlangsungan hidup manusia. Hutan memiliki setidaknya 4 peran penting. Hutan menjadi penyedia makanan, air bersih, kayu dan serat. Hutan menjadi pengatur suhu alam, pencegah banjir, pencegah persebaran penyakit, hingga penjernih air. Hutan juga menjadi media rekreasional, edukasi hingga spiritual. Semua peran hutan ini adalah bentuk jasa layanan ekologis yang disediakan oleh alam. Namun, peran ini tidak diperhatikan sehingga kini banyak permasalahan alam yang berpangkal dari kegiatan manusia itu sendiri.
Kita perlu membuka mata atas permasalahan yang terjadi di Indonesia. Selain itu, permasalahan ini harus segera diselesaikan karena apabila kita menunda waktu, maka kondisi alam akan semakin memburuk dan menimbulkan permasalahan yang lebih besar. Sesuai dengan yang disampaikan oleh Gus Baha' yang menyampaikan bahwa menunda-nunda itu haram. Dengan demikian, kita akan mampu menyelamatkan satwa dan tumbuhan Indonesia dari kepunahan, dan juga menyelamatkan generasi muda dari bencana yang besar di kemudian hari.Â
Langkah kecil yang dapat kita lakukan adalah mengayomi alam. Mengayomi alam berarti mengurangi tindakan kerusakan terhadap alam. Tindakan mengayomi juga melakukan upaya yang mendukung pemulihan lingkungan. Pemulihan kondisi lingkungan ini sebagai bentuk menjaga keberlanjutan alam agar dapat dimanfaatkan secara terus menerus. Dengan demikian, ke depan kita tidak akan mengalami kebergantungan terhadap negara lain yang bisa jadi akan merugikan bangsa dan menyebabkan defisit negara.
*)Penulis: Hamdani Dwi Prasetyo, Dosen Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Islam Malang (UNISMA)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H