Mohon tunggu...
Hamdan Husein
Hamdan Husein Mohon Tunggu... Pelajar dan Petani -

Mahasiswa di STFI SADRA Jakarta, Pernah juga kuliah di IAIH Hamzanwadi Pancor. Senang membaca novel detektif seperti Sherlock Holmes dan novel romantis, & lain-lain. Akun Fb Hamdan Husein. Email: hamdanbaru@yahoo.co.id dan ham4a14@gmal.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kuliah Perdana SPK-PAN 1 Bersama Hanafi Rais

6 November 2015   16:41 Diperbarui: 6 November 2015   17:23 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="www.skanaa.com |"][/caption]

Disampaikan oleh Hanafi Rais

            Dalam kuliah perdana SPK-PAN yang disampaikan oleh Hanafi Rais pada hari Sabtu, 31 Oktober 2015, menekankan perlunya memiliki ideologi dan kesadaran kritis. Menurutnya ideologi merupakan asas dari segala tindakan manusia, yang jarang disadari. Oleh karena itu diperlukan kesadaran kritis untuk membedah dan menilai ideologi-ideologi yang kita anut dan ideologi lain yang berkembang dan mendominasi kehidupan kita.

            Ideologi merupakan way of life, pemikiran, paham, teori, cara berpikir seseorang, gagasan, atau secara umum ideologi --menurut Hanafi Rais-- adalah paradigma. Siapapun dan dimanapun seseorang itu berada,  apapun agamanya, mazhabnya, bahasanya, pasti memiliki ideologi atau paradgima berpikir. Oleh karena itu, materi kuliah perdana yang diangkat dalam SPK PAN adalah pembahasan tentang ideologi.

            Hanafi Rais menginformasikan bahwa ideologi yang berkembang saat ini adalah neo-liberalisme atau liberalisme baru. Neo-liberalisme adalah suatu paham yang memposisikan manusia sebagai homo-economicus yang kodratnya hanya mempertimbangkan dan memikirkan untung-rugi yang bersifat material. Jadi semua tindakan manusia dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan manusia seperti politik, akademeik dan bidang lainnya --dalam pandangan neo-liberalisme-- selalu berkaitan dengan pertimbangan untung-rugi. Semua orang akan melakukan tindakan yang lebih menguntungkan (pragmatis).

            Paham neo-liberalisme ini pada mulanya lahir di Inggris, kemudian menular ke Amerika, lalu mendunia. Untuk mengenal paham tersebut, bisa kita lihat --salah satu cirinya-- dari penggunaan bahasa seperti dalam dunia akademik misalnya “pendidikan adalah investasi masa depan”. Nah, cara pandang yang tersirat dalam ungkapan tersebut adalah paradigma neo-liberalis.

            “Dalam sekolah ini”, ungkap Hanafi Rais, “saya mengajak Anda berpikir kritis”. Namun sebelum melanjutkan uraian tersebut, dia mengenalkan dua konsep dalam dunia akademik yang berkaitan dengan berpikir. Dua konsep itu adalah konsep kesadaran magis dan kesadaran kritis. Kesadaran magis merupakan kesadaran yang meyakini hidup ini apa adanya. Paradigmanya adalah “jalani saja” tanpa perlu menanyakan ataupun mengkritisinya. Kesadaran mereka itu seperti “sudahlah, hidup ini memang seperti ini, jalani saja”. Sedangkan kesadaran kritis adalah kesadaran yang tidak membiarkan “sesuatu” (baik politik, benda, peristiwa maupun yang lain-lain)” apa adanya. Artinya kesadaran kritis selalu mempertanyakan dan tidak lekas menerima atau pasrah nerimo apa adanya.

            “Kalau kita kritis, kita akan menemukan banyak masalah yang dapat diperoleh dari sebuah botol air minum” ungkapnya. Menurutnya kesadaran kritis itu ditandai dengan pertanyaan-pertanyaan. “Kalau tidak pernah bertanya lebih tinggi berarti kita masih memeluk kesadaran magis”. Ambil contoh sebotol air minum misalnya. Sebotol air minum menyimpan banyak problem atau persoalan-persoalan penting. Siapa yang membuatnya? Untuk apa dibuat? Apa kira-kira yang melatarbelakangi pembuatannya? Bagaimana kaitannya dengan ekonomi? Bagaimana kaitannya dengan kehidupan sosial? Dan banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang dapat dimunculkan dari sebuah botol air minum. Oleh sebab itu, dia mengutip ungkapan bijak yang menyatakan bahwa “pendidikan itu bukan soal mencari jawaban yang tepat, tapi merumuskan pertanyaan yang tepat.”

            Setelah menguraikan dua bentuk kesadaran diatas, Hanafi Rais mengajak mahasiswa SPK untuk mengkritisi paham neo-liberalisme. Menurutnya ada konsekuensi dibalik paham tersebut, yakni kalau semua manusia dipandang sebagai homo-economicus, maka konsekuensinya adalah yang berkuasa ialah yang bermodal (pemilik modal) dan yang miskin akan semakin tertindas (penindas dan tertindas). Sebagai dampaknya adalah akan terjadi hegemoni atau dominasi dalam berbagai aspek kehidupan manusia seperti hegemoni dalam politik, ekonomi, bisnis, relasi sosial dan aspek kehidupan lainnya. Itulah efek dari paham neo-liberalisme dalam pandangan Hanafi.

            Oleh karena itu --sebagai manusia yang berkesadaran kritis-- harus menemukan titik ketimpangan dari berbagai fenomena yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan manusia diatas. Sikap kritis itu harus bisa membaca dan menemukan titik ketimpangan dalam setiap relasi sosial. Baik itu hubungan antara satu individu dengan individu yang lain, hubungan antar masayarakat, hubungan antara pemerintah dengan rakyat, hubungan antaran bawahan dan atasan, serta relasi-relasi lainnya.

            Berpikir kritis itu harus terus menerus dan  bisa diperoleh atau dilatih melalui membaca buku dan fenomena disertai dengan penuh pertanyaan. “Pendidikan itu bukan soal mencari jawaban, tapi merumuskan pertanyaan yang tepat.”

Untuk meng-counter pandangan neo-liberalisme diatas, Hanafi menunjukkan pandangan lain. Menurutnya manusia adalah homo-socius, bukan economicus. Karena kita memiliki semangat komunal yang dilandasi bukan karena mau bisnis untung rugi, melainkan karena memiliki kesamaan harapan dan cita-cita sehingga kita berada dalam satu gerakan. Dan perubahan itu muncul dari homo-socius, kekuatan komunitas. Sekolah politik ini mengharapkan homo-socius yang berkumpul karena semangat pertemanan yang tidak bisa dipecah dengan iming-imingan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun