Mohon tunggu...
Hamdan Hafizh
Hamdan Hafizh Mohon Tunggu... -

Everyday is praying. Everyday is listening. Everyday is reading. Everyday is writing.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kemal dan Sebuah Binokuler

26 Juli 2015   23:54 Diperbarui: 26 Juli 2015   23:54 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kampung Merah ini punya ceritera dari masa ke masa dan aku tidak mau mengotori ceritera orang-orang yang sudah membangun desa ini!"

"Ah, sudahlah. Abah Amang memang sesuai usia. Kolot! Pantaslah rumah dari dulu hingga sekarang masih sama saja. Padahal rumah-rumah desa ini sudah berbatu-bata. Sudahlah saya hendak ke kantor desa. Ini pertama kalinya desa kita mengubah sejarah itu, Bah. Saya harap Abah mengubah pikiran. Sekarang harga ikan sudah jatuh..". Karso pergi dengan sedikit tertawa kecil. Abah Amang menelan pahit pernyataan Karso yang paling akhir. Kenyataan yang Karso beri merupakan bagian dari kebenaran. Kendati, Abah Amang punya alasan-alasan prinsipil.

Begitulah Abah Amang, seorang kakek yang mewarisi keturunannya dengan prinsip teguh nan erat-kuat mengikat. Ia sering dibilang konservatif oleh orang-orang yang sebenarnyalah ultrakonservatif. Saat Karso sudah tak nampak lagi di ufuk mata Abah Amang, Kemal kecil yang tidur siang terbangun. Kemal menguap lugu dan mengusap kedua matanya lalu keluar menuju beranda. Kemal tak mendengar perbincangan Abah Amang dalam memperjuangkan prinsip. Abah Amang lalu mengajak Kemal kecil duduk di pangkuannya. Sambil mengelus rambut halus Kemal, ia berpesan. "Cucuku, kau adalah pewaris keturunanku. Tak perlulah terlalu banyak berharta tapi miskin ilmu. Ilmu lebih kaya daripada sekadar harta. Dari rumah ini, cucuku harus bercita-cita dan berimpian. Nak Kemal, ayahmu saat ini sedang mengadu nasib di Jakarta. Ibumu setiap hari berdagang masakan keliling. Kau perlulah mencontoh mereka dan kalau sempat waktu lampaui impian mereka. Kau wajib berimpian lebih tinggi dari siapa saja di rumah ini. Yakinlah bahwa masa depan itu memanglah gelap, jalan-jalannya berbelok-belok. Kalau berilmu terang-benderang menghiasi di pinggiran jalan meski hanya urup-urup, keterjebakan nasib bisa diubah dengan prinsip dan keyakinan haqqul yaqin terhadap Tuhanmu, Nak! Berharaplah pada Gusti Allah, selalu!", ujar Abah Amang panjang lebar. Kemal kecil nyaman betul berada di pangkuannya. Belum saja Abah Amang selesai perkataannya, ternyata Kemal kecil syahdu terlelap tidur sambil mengecap-kecap ibu jari. 

"Ini sudah waktunya cucuku mendapatkannya. Warisan berharga kepunyaanku untuknya.", Abah Amang tukas membatin. Kemal sejenak ia tinggalkan di beranda. Ia membiarkan Kemal kecil tengkurap merdeka disana. "Dimana barang berharga itu? Amboi, itu dia disana tergantung dekat meja kerjaku..". Kemudian Abah Amang bergegas ke beranda. Ia takzim memandang Kemal kecil yang kembali tampak nyenyak tidur. Ia mengalungkannya pada leher kecil Kemal. Selepas itu, ia mengembalikan kepala Kemal kecil di atas pangkuannya. Sambil memegangi dada, ia terlelap tidur hingga waktu tanpa batas.

Kemal mengingat prinsip-prinsip yang ditanamkan Abah Amang dalam benak pikirannya. Sembari ia menyelidiki pemberian kakek Kemal di akhir usianya. Ia berlari menghampiri pangkalan angkutan kota di pinggir jalan seiringan memegangi erat binokuler yang setia tergantung di lehernya semenjak usianya 5 tahun hingga 21 tahun. Ia sampai saat ini masih bertanya, "Apa maksud Abah memberiku sebuah binokuler ini?". Dalam batinnya yang bergejolak, suara klakson angkutan kota membuyarkan segala-gala. Ia terlupa lantas masuk dan duduk termangu di dalam angkutan kota yang membawanya menuju suatu tempat sumber ilmu.

*ditulis di Rumah Inspirasi Arcom | Sleman, 23 Mei 2015 | dalam keheningan malam Yogyakarta penuh impian dan cita-cita.

Jangan lupa kunjungi blog saya di hamdanhafizh.wordpress.com. Terima kasih :)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun