Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Tebarkan Kebaikan dan Lupakan Sesudahnya

21 Januari 2025   12:25 Diperbarui: 23 Januari 2025   17:40 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga

Mungkin Anda pernah membaca atau mendengar peribahasa ini. Ya, kalau kita menghubungkan dengan kehidupan di dunia, peribahasa ini sangat relevan, dari doeloe sampai sekarang.

Seberapa pun kebaikan yang dilakukan, jika ada "setitik" kesalahan, segebung kebaikan tersebut seakan hilang tak berbekas. Seakan tidak ada artinya dan tidak pernah terjadi.

Hal ini terjadi pada salah seorang teman, sebut saja Michael.

Michael merasa pengorbanannya selama ini tidak dihargai oleh kakak perempuannya, Elsa (nama samaran).

"Elsa memintaku untuk tinggal di rumahnya Susan yang Elsa tempati. Elsa akan ke Jakarta untuk membantu merawat Linda yang terkena kanker rahim dan harus dioperasi untuk pengangkatan rahim dan setelah itu menemani Linda menjalani kemoterapi selama beberapa kali.

"Awalnya aku menolak. Tapi setelah dibujuk oleh Mira, kakak perempuanku yang lain, aku menyanggupi. Karena setelah covid, pendapatanku turun drastis. Les privat berkurang satu demi satu. Aku mulai kesulitan dalam keuangan. 

"Oleh karena itu, aku terpaksa menyanggupi karena aku tidak punya pilihan lain yang lebih baik. Sebenarnya aku juga tidak mau terus-menerus di rumah Susan. Aku mau mandiri. Tidak mau nebeng terus di rumah saudara.

"Memang aku salah. Seharusnya aku berpikir untuk secepatnya keluar. Karena, cepat atau lambat, Elsa akan pulang kembali, menguasai rumah Susan, dan kalau pendapatanku tidak membaik, aku akan mengalami kesulitan tinggal serumah dengan Elsa.

"Ternyata aku terbuai dengan kenyamanan. Aku merasa dalam zona nyaman karena ketidakjelasan kondisi Linda. Karena ketidakpastian kapan Elsa kembali. Ternyata setelah tujuh bulan, dari Februari ke akhir Agustus, masa "bulan-bulan madu" itu berakhir.

"September awal, Elsa pulang. Beberapa hari pertama, sikap masih baik. Tapi memang aku sudah prediksi, dia akan berubah sikap ke settingan pabrik. Kembali jutek, judes, merasa diri benar sendiri, merasa bisa apa pun, dan merasa tidak butuh bantuan orang lain, apalagi bantuanku.

"Apalagi setelah dia mengatakan soal "tidak ada inisiatif" dari saudara-saudaranya yang laki-laki dan masalah debu di perabotan. Seakan aku tidak berbuat apa-apa untuk menjaga kebersihan rumah.

"Kenapa aku jadi bodoh sekali? Ngapain aja selama tujuh bulan terakhir? Kalau tahu seperti ini, aku tidak mau tinggal di rumah Susan. Segala kebaikan, perjuanganku untuk rumah ini tidak dihargai sedikit pun. Keburukanku yang malah disoal...," Michael mengakhiri keluh kesahnya.

Mengapa Michael kecewa?

Kecewa. Satu kata yang bisa menyimpulkan segala keluh kesah Michael. Setelah tujuh bulan menjaga dan merawat rumah Susan, Elsa tidak melihat pengorbanan yang sudah Michael lakukan. Tidak ada kata pujian yang keluar. Seakan semua yang Michael lakukan salah adanya.

Saya bisa mengerti perasaan Michael. I feel you, bro! Sebagai anak bungsu dalam keluarga, memang sangat tidak mudah. Stigma "Anak Mama" melekat pada jidat. 

Manja, tidak bisa apa-apa, cengeng, tidak mandiri, dan seabrek predikat lainnya.

Michael sudah berupaya semaksimal yang dia bisa. "Kebaikan" yang sudah dia tebarkan tidak menghasilkan pujian yang sepantasnya dia dapatkan. 

Mungkin kalau bisa diibaratkan, seperti ibarat "Gara-gara nila setitik, rusak susu sebelanga". Kebanyakan orang lebih mudah mengingat "secuil" keburukan seorang insan daripada "segambreng" kebaikan insan tersebut.

Dunia memang tidak adil. Terkadang kita melihat, orang-orang yang melakukan kejahatan malah menjadi kaya dan berjaya; tapi orang-orang yang berkelakuan baik dan jujur malah diperlakukan tidak sepatutnya.

Bagaimana Michael harus bersikap dan bertindak?

Memang tidak mudah dalam memutuskan apakah berhenti berbuat kebaikan atau tetap terus menjalankan. Karena sebaik apa pun kita, kalau orang tersebut sudah antipati pada kita, apa pun yang kita lakukan selalu salah di matanya. Yang benar jadi salah. Yang salah jadi tambah salah.

Memang susah mengambil keputusan, namun kita harus tetap percaya akan keadilan yang akan kita terima setelah berbuat kebaikan.

Oleh karena itu, menurut saya, ada 3 (tiga) langkah yang bisa kita lakukan dalam hidup ini berkaitan dengan kebaikan.

1. Tetap tebarkan kebaikan 

Tidak peduli apa respons orang lain, tetap tebarkan kebaikan. Kita tidak bisa menyenangkan semua orang. Ada yang suka pada kita, tapi ada juga yang tidak suka dengan kita. Itu lumrah dan manusiawi. 

Fokuslah pada orang-orang yang menyukai kita. Kita tidak perlu menghiraukan orang-orang yang tidak menyukai kita. Biarkan saja, karena memikirkan mereka yang tidak menyukai kita tidak ada gunanya dan membuang-buang waktu saja.

Terus tebarkan kebaikan, khususnya kepada orang-orang yang memang benar-benar membutuhkan pertolongan dan tidak bisa membalas kebaikan kita. Mulailah dari hal-hal sederhana seperti menolong mengambilkan barang-barang yang terjatuh dari seseorang di pinggir jalan dan mengembalikan ke orang tersebut; atau membantu menyeberangkan anak-anak yang hendak menyeberang menuju sekolah mereka; dan lain sebagainya.

Bisa juga dengan mendonasikan sejumlah uang kepada beberapa panti asuhan tanpa menyebutkan nama atau juga bisa meminta pihak pengelola panti asuhan untuk merahasiakan nama kita sebagai donatur. Takut dikorupsi? Itu urusan pihak pengelola panti asuhan pada Tuhan. Yang jelas, Tuhan tetap menilai kita sudah beritikad baik untuk memberi donasi pada yang membutuhkan.

Untuk Michael sendiri, tetap tebarkan kebaikan pada Elsa, meskipun Elsa tidak memandang kebaikan Michael sebagai kebaikan. Kalau pun sudah tidak ada kesesuaian paham dan sudah merasa tidak nyaman berada di satu atap yang sama, memang lebih baik berpisah dan mencari tempat tinggal lain yang, meskipun banyak kekurangan secara fisik bangunan, namun lebih nyaman secara kondisi menempati dan merasa itulah rumah yang sebenarnya, daripada tinggal serumah dengan saudara yang tidak suka dengan kehadirannya.

2. Lupakan segala kebaikan kita ke orang-orang tersebut

"Lho, kok lupakan?"

Mungkin begitu respons Anda, tanggapan Anda sewaktu melihat poin kedua ini.

Ya, Anda tidak salah baca! Lupakan segala kebaikan yang Anda sudah perbuat ke orang-orang tersebut, karena, seperti yang saya sebutkan di permulaan artikel, kebanyakan orang lebih mengingat "setitik nila" daripada "sebelanga susu". Satu kesalahan merusak segunung kebaikan.

Kalau kita mengharapkan orang-orang mengingat, bahkan membalas kebaikan-kebaikan kita, siap-siap untuk kecewa seperti Michael. Karena kita tidak tahu kebenaran apa yang setiap orang pegang. 

Jangan berharap orang-orang tersebut yang mendapat kebaikan kita akan selalu mengingat apa yang sudah kita lakukan, karena pada dasarnya, daya ingat manusia, khususnya kebanyakan warga +62, sangat lemah. Makanya ada singkatan "Jasmerah" yang berarti "Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah", tapi ternyata sejarah akan kebaikan seseorang dengan mudahnya dilupakan.

Lupakan akan tindakan kita dalam berbuat baik kepada orang-orang yang menerima kebaikan kita. Tidak usah mengharapkan timbal balik yang sama, yaitu orang-orang tersebut membalas kebaikan kita. Tidak perlu berpikiran seperti itu. Jangan berharap kembali. 

3. Percayalah, Tuhan yang akan membalas semua kebaikan tersebut kepada kita

Jangan berharap orang-orang yang menerima kebaikan kita akan membalas kebaikan kita kelak. Tidak perlu, karena dengan begitu, kita bergantung pada manusia.

Percayalah, Tuhan yang akan membalas semua kebaikan tersebut kepada kita. Jangan mengharapkan orang-orang yang menerima kebaikan kita akan membalas kebaikan kita. Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, kebanyakan dari kita cenderung mudah lupa dengan kebaikan seseorang. Apalagi kalau orang tersebut berbuat kesalahan. Seakan seribu kebaikan dari orang itu terhapus oleh satu kekeliruan.

Oleh karena itu, percayalah, Tuhan tidak buta. Dia melihat semua yang kita lakukan. Dia akan membalas apa yang kita lakukan, entah itu kebaikan atau kejahatan. 

Hukum tabur tuai

Pada akhirnya, layaknya seorang petani. Apa yang kita tabur, itu juga yang akan kita tuai. Kita menabur kebaikan, kita akan menuai kebaikan pula. Kita menabur kejahatan, kita akan menuai kejahatan juga.

Oleh sebab itu, tetaplah berbuat baik; lupakan kebaikan-kebaikan yang sudah kita perbuat; dan percaya, Tuhan akan membalas semua kebaikan tersebut kepada kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun