Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Senja Kala Kotak Saran?

20 Januari 2025   09:38 Diperbarui: 20 Januari 2025   09:38 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto kotak saran di perpustakaan kota Samarinda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Terpencil, tersudut, menyepi, menyendiri,...

Begitulah saya melihat kotak plastik yang terletak di sebelah kiri dari meja penerima pengunjung di perpustakaan kota Samarinda atau kalau dari posisi pengunjung dari pintu masuk, kotak tersebut terletak di sebelah kanan dari meja penerima pengunjung.

Saya bertanya dalam hati.

Apakah kotak itu dibuat hanya untuk syarat pemenuhan kelengkapan saja?

Menemukan kotak saran yang kosong melompong dan (mungkin) berdebu di pojokan ruangan di perpustakaan kota Samarinda adalah sesuatu yang sebenarnya tidak mengherankan. Di kebanyakan instansi pemerintah, kotak saran seperti "sekadar ada saja".

Di perpustakaan provinsi Kalimantan Timur, kurang lebih sama. Meskipun terletak lebih kentara, namun terkesan kehadiran kotak saran hanya untuk formalitas belaka.

Dari perpustakaan kota Samarinda dan perpustakaan provinsi Kalimantan Timur, saya mendapat kesan atas kotak-kotak saran tersebut.

Pertama, Terkesan hanya mengadakan tapi minim perhatian dari pihak perpustakaan

Ini yang terlihat jelas. Penempatan yang terkesan terpinggirkan juga menguatkan hal tersebut. Apalagi dengan ketiadaan kertas dan pulpen untuk memberikan saran. Selain itu, kotak yang kosong setiap hari seperti menggambarkan keengganan pengunjung untuk memberikan saran karena mungkin kebanyakan dari mereka berpikir kalau percuma memberikan saran karena kemungkinan besar tidak akan direalisasikan.

Kedua, Penempatan yang kurang strategis dan tidak terlihat dengan mudah oleh pengunjung

Apa kesan Anda bila melihat suatu barang ditempatkan di sudut rumah terjauh, di belakang?

Jelas. Terkesan, benda itu tidak penting, tidak bermanfaat, hanya untuk pelengkap, atau sekadar ada karena peraturan yang mengatur keberadaannya.

Kotak saran di perpustakaan kota Samarinda adalah ironi dari suatu benda yang ada karena terpaksa. Terpaksa harus ada sebab adanya aturan.

Ketiga, Tidak adanya evaluasi yang jelas tentang penerimaan kritik dan saran dari setiap periode

Apakah tidak ada kritik dan saran yang terlontar dari para pengunjung?

Pertanyaan itu tebersit dalam benak dan tetap menjadi misteri. 

Tidak ada yang sempurna di dunia ini. Apalagi kalau menyangkut instansi pemerintah. Mohon maaf untuk perpustakaan kota Samarinda dan perpustakaan provinsi Kalimantan Timur. Tapi, kalau menurut saya, "kenyamanan" pengunjung masih jauh dari harapan.

Saran untuk pihak perpustakaan (Kota dan Provinsi)

Mungkin saran saya tidak berarti banyak. Saya cuma seorang pengunjung perpustakaan yang tidak pernah memberikan sumbangsih apa pun pada perpustakaan.

Tapi kiranya 3 (tiga) saran saya berikut bisa menjadi masukan berharga bagi Perpustakaan Kota Samarinda dan Perpustakaan Provinsi Kalimantan Timur, supaya bisa lebih baik lagi ke depan.

Tiga saran dari saya adalah:

1. Tempatkan kotak saran di lokasi strategis dan alangkah lebih baik lagi juga mengakomodasi pemberian saran lewat daring

Kalau memang ikhlas dalam menerima kritik dan saran, alangkah eloknya jika menempatkan kotak saran di lokasi strategis. Misalnya, menempatkan kotak saran di dekat komputer dimana terdapat aplikasi buku tamu. Menempatkan di sebelah komputer adalah langkah bijak, karena dengan begitu, mata pengunjung bertaut juga dengan kotak saran.

Menempatkan benda di daerah yang sering dilalui dan kasat mata terlihat langsung akan menimbulkan efek pentingnya kritik dan saran dari pengunjung. 

Selain itu, alangkah lebih baik lagi juga mengakomodasi pemberian saran secara daring mengingat efektivitas dan efisiensi langsung terbaca dan bisa ditindaklanjuti segera.

Tentu saja, tindakan pemberian kritik dan saran secara daring bukan berarti semakin mengecilkan penggunaan kotak saran untuk mengajukan kritik dan saran. Justru penggunaan medsos sebagai contoh lewat Facebook, Instagram, Tiktok, dan lain-lain, adalah pelengkap, karena memudahkan pengunjung perpustakaan untuk mengutarakan kritik dan saran tanpa batas ruang dan waktu. 

Saya menggunakan cara memberikan kritik dan saran ini ke perpustakaan kota Samarinda lewat daring, karena saya melihat kotak saran yang seakan hanya menjadi penghias pojokan ruang penerima pengunjung.

Saya menuliskan sebuah artikel yang berisi kejengkelan saya akan ambiguitas kegunaan ruang multimedia di perpustakaan kota Samarinda.

Baca artikelnya: Menyoal Kegunaan Ruang Multimedia di Perpustakaan

Nah, setelah saya menulis artikel tersebut, saya mempunyai ide dimana artikel itu tidak sekadar hanya diketahui oleh pembaca di Kompasiana, namun juga diketahui oleh para petugas Perpustakaan Kota Samarinda.

Saya mengirimkan tautan artikel ke akun resmi Facebook Perpustakaan Kota Samarinda yaitu lewat DM. Direct Message. Pesan pribadi ini saya kirimkan pada tanggal 13 Desember 2024.

Foto tangkap layar DM ke akun resmi Facebook Dinas Perpustakaan Kota Samarinda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto tangkap layar DM ke akun resmi Facebook Dinas Perpustakaan Kota Samarinda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Apakah hanya di Facebook? Tentu saja tidak, Ferguso. Saya juga mengirim tautan artikel ke akun resmi Instagram Perpustakaan Kota Samarinda pada tanggal yang sama, 13 Desember 2024.

Foto tangkap layar DM ke akun resmi Instagram Perpustakaan Kota Samarinda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto tangkap layar DM ke akun resmi Instagram Perpustakaan Kota Samarinda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Saya lebih condong menduga kalau lewat Instagramlah, Perpustakaan Kota Samarinda akan merespons kritik dan saran saya, karena keaktifan bagian media sosial Instagram Perpustakaan Kota Samarinda yang lebih rutin menampilkan konten dibandingkan media sosial Facebooknya.

Tunggu punya tunggu, saya menanti tanggapan dari pengelola Perpustakaan Kota Samarinda. Kalau pun tidak secara langsung lewat DM, paling tidak, ada tindakan langsung untuk menanggulangi fungsi ruang multimedia yang, menurut saya, keliru dalam penggunaan.

Ternyata sampai lewat dari tiga hari, tetap tidak ada tanggapan. 

Skeptis. Itulah rasa yang timbul di benak. "Sepertinya instansi pemerintah tetap tidak berubah. Lelet dan tidak jelas kerjanya," pikir saya dalam diri.

Saya mulai menjalani kehidupan seperti biasa, sampai pada suatu ketika, saya pikir, saya harus mengatakan pada pihak perpustakaan perihal DM saya, karena kalau tidak ada pemberitahuan langsung, sepertinya admin medsos resmi Perpustakaan Kota Samarinda selamanya tidak akan melihat DM saya tersebut.

Saya menghampiri petugas yang melayani pengunjung dalam mengisi "buku tamu" di komputer di front desk, meja depan di dekat pintu masuk. Saya utarakan tentang DM saya ke medsos Perpustakaan Kota Samarinda dan harapan saya supaya DM saya segera "diproses".

"Baik, Pak, akan segera saya sampaikan kepada admin sosmed kami tentang kritik dan saran dari Bapak ini," kata Santi (nama samaran), sang petugas yang melayani pengunjung.

Saat itu, hari Kamis, 19 Desember 2024, sekitar pukul 12.00 WITA. Saya harus bergegas setelah itu ke Balikpapan karena mendadak ada urusan keluarga.

Saya tidak memikirkan lagi tentang DM sampai saat saya membuka Instagram saya pada hari Sabtu, 21 Desember 2024. Ternyata Perpustakaan Kota Samarinda telah merespon DM saya lewat Instagram di hari Kamis, 19 Desember 2024, di hari ketika saya melaporkan tentang DM saya ke petugas Santi.

Foto tangkap layar respon DM dari perpustakaan kota Samarinda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Foto tangkap layar respon DM dari perpustakaan kota Samarinda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Tentu saja, ini kabar gembira, meskipun saya tidak tahu seperti apa "tindak lanjut" dari Perpustakaan Kota Samarinda. Yang penting, ada tanggapan.

Saya kembali ke Samarinda pada hari Senin, 23 Desember 2024. Siangnya, saya langsung meluncur dan tiba di perpustakaan kota Samarinda pada jam 13.30 WITA. 

Dan "tindak lanjut" yang disebutkan di DM adalah berupa larangan yang tertempel di setiap kaca pembatas komputer desktop.

Foto
Foto "Tindak lanjut" Perpustakaan Kota Samarinda (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Yah, meskipun tidak semua saran diterapkan, yang jelas, ada niat baik pihak pengelola Perpustakaan Kota Samarinda dalam menjaga peruntukan ruang multimedia. 

Paling tidak, para "bocah petualang" yang tidak tahu dari mana datangnya tidak bisa seenaknya menggunakan komputer di ruang multimedia. Mereka dilarang menggunakan komputer untuk bermain gim daring.

Kalau kotak saran tidak berfungsi sebagaimana mestinya, pemberian kritik dan saran bisa melalui media sosial atau platform daring lainnya yang menunjang untuk itu.

2. Ada evaluasi yang terus terjadi dari kritik dan saran pengunjung

Untuk meningkatkan kualitas dari pelayanan, tentu saja, harus mempertimbangkan dari segi kritik dan saran pengunjung perpustakaan. Meskipun sudah melengkapi perpustakaan dengan berbagai buku dan pelayanan yang ramah, namun semua itu berpulang pada pengunjung.

Apakah pengunjung merasa kualitas dari sarana prasarana dan pelayanan pustakawan sudah baik, menengah, atau malah kurang?

Karena tidak objektif jika menilai kualitas perpustakaan dari para pustakawan. Yang merasakan secara langsung adalah para pengunjung yang berhadapan secara kasatmata, baik mengenai kenyamanan membaca buku-buku yang tersedia di perpustakaan; mudahnya dalam pembuatan kartu anggota perpustakaan dan bebas biaya pembuatan kartu; kebersihan toilet; sampai adanya fasilitas-fasilitas penunjang lainnya seperti ruang multimedia, dan lain-lain. 

Terbuka dengan kritik dan saran dari pengunjung dan mengevaluasi sejauh mana kebenaran laporan. Kumpulkan fakta dan data. Lalu putuskan solusi untuk memecahkan masalah.

Dengan begitu, perpustakaan akan menjadi semakin nyaman bagi pengunjung.

3. Melakukan pembenahan satu demi satu dan melaporkannya kepada warga di website dan akun resmi media sosial perpustakaan 

Ini yang mungkin terlewat dari instansi pemerintah. Menerima kritik dan saran, lalu setelah itu ada tindak lanjut, namun hanya sebatas menindaklanjuti tanpa diketahui masyarakat luas.

Pencapaian sekecil apa pun layak diapresiasi. Dan alangkah lebih baiknya jika "melaporkan" pencapaian-pencapaian tersebut kepada warga, baik itu lewat website maupun akun resmi media sosial perpustakaan.

Dengan begitu, pemeo "sekadar makan gaji buta" menjadi hal yang tidak berlaku lagi di diri petugas perpustakaan.

Senja kala kotak saran?

Meskipun teknologi semakin melaju dan internet menguasai segala sisi kehidupan manusia, penggunaan kotak saran tetap relevan sampai kapan pun juga. Senja kala tidak akan menimpa, karena biar bagaimanapun, memberi kritik dan saran secara manual tetap ampuh adanya.

Kiranya bukan hanya perpustakaan kota Samarinda dan perpustakaan provinsi Kalimantan Timur saja yang berbenah dengan keberadaan kotak saran, namun juga instansi-instansi pemerintah lainnya, karena sudah tanggung jawab mereka untuk melayani warga semaksimal mungkin dan bukan sebaliknya.

Kritik dan saran masyarakat sangatlah berarti demi kemajuan negara dan bangsa ini. Mengabaikan kritik dan saran, niscaya tinggal menunggu hal-hal yang tidak kita inginkan datang menghampiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun