Karena buku "Aerobics" yang ditulis oleh Kenneth H. Cooper, saya menjadikan lari sebagai gaya hidup saya.
Lari menyegarkan badan, terlebih kalau dilakukan di sore hari. Sebenarnya efeknya sama saja, baik lari di pagi atau sore hari. Namun memang setelah bekerja seharian, lari seakan menjadi "obat" bagi kelelahan yang ada pada diri.
Tapi karena terkendala waktu mengajar di sore dan malam hari, saya terpaksa memilih saat pagi, dini hari, untuk berlari.
1994 adalah tahun awal saya mulai rutin lari. Sayangnya, waktu itu, saya tidak tahu berapa persisnya jarak yang saya sudah tempuh.
Bertahun-tahun "buta" soal pencapaian, sampai pada tahun 2022, saya mendapat "pencerahan" dari suatu komunitas.
Karena covid-19 sudah mulai mereda dan sudah banyak warga yang mendapatkan kekebalan karena vaksin covid-19, salah satu komunitas lari di Samarinda mengadakan kembali "pelarian" yang biasanya dilakukan setiap Minggu pagi.
Setelah vakum cukup lama karena covid-19, komunitas kembali berlari bersama. Saya memang belum pernah sekalipun bergabung dalam komunitas lari. Saya pikir komunitas lari hanya ada di kota-kota besar di Pulau Jawa, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan lain-lain. Ternyata saya salah. Komunitas lari B sudah ada cukup lama, sudah hadir sebelum Covid-19 muncul.
Tentu saja, pada awalnya saya senang dengan keriuhan dalam komunitas lari ini. Saya tidak punya teman yang menggeluti hobi lari. Kalaupun ada yang ikut lari bersama saya, mereka hanya sekadar ikut-ikutan saja. Setelah itu, mereka hilang seperti uap. Alasan "sibuk" atau "capek" menjadi andalan tidak bisa lari lagi.
Yah, sudah bisa ditebak. Teman-teman saya itu tidak suka olahraga lari. Kalau sudah hobi, rintangan apapun akan didobrak supaya bisa tetap berlari.
Mempunyai teman dengan vibrasi lari yang sama adalah hal yang sangat menyenangkan, meskipun di balik kemeriahan "pelarian", ternyata mereka lari dengan "kelompok" masing-masing.