Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Home Sweet Loan" dan Pentingnya Literasi Keuangan

26 Oktober 2024   17:00 Diperbarui: 26 Oktober 2024   18:32 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 2 - Tiket sudah di tangan | Dokumentasi Pribadi

Sang kakak, G, mengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR), meskipun pekerjaan dia bisa dikatakan "tidak kokoh" kalau melihat prospek di masa depan. Si adik, N, juga melakukan hal yang sama, mengambil KPR.

"Mereka ingin punya rumah sendiri, Pak. Tidak mau ngontrak terus kayak saya ini. Capek-capek usaha bimbel, tapi rumah bimbel masih punya si pemilik rumah. Prediksi, tahun depan sudah mau diambil yang punya. Mau direhab, katanya," kata A, ibu dari G dan N.

Entah kenapa, saya merasakan A menyesali langkah yang keliru yang sudah dia ambil selama ini. Berusaha, mempunyai bimbel, tapi tidak berjuang untuk memperoleh rumah sendiri. Sewaktu sudah mendekati akhir masa kontrak, dia curcol. Apakah masih ada artinya?

Saya juga menyesal. Terlambat menyadari. Tapi saya tidak mau terpuruk dalam penyesalan. Berusaha, itulah yang saya lakukan. Semoga Tuhan menjawab doa saya dan melapangkan jalan yang saya lalui.

3. Jangan hanya terfokus pada satu sumber pendapatan

Saya terkesan dengan Kaluna dalam film "Home Sweet Loan" yang mengalkulasi setiap saat mengenai potensi mengajukan KPR dengan 'mengutak-atik' aplikasi keuangan di komputernya.

Melihat saldo tabungan Kaluna dan mendengar sekian lama pengabdiannya, sungguh sukar menabung sedemikian banyak uang, apalagi dengan kewajiban (yang sebenarnya tidak seharusnya dia yang menanggung) mengelola keuangan rumah tangga, dalam hal ini keuangan rumah tangga keluarga besar.

Mungkin ini yang menjadi keheranan saya, tapi untungnya, film ini tidak lugas memberitahu berapa tahun Kaluna mengabdi di perusahaan tempat dia bekerja. Jadi sah-sah saja jika Kaluna mampu "menyisihkan" gajinya yang tak seberapa hingga mencapai ratusan juta rupiah.

Selama bertahun-tahun, dia mengetatkan pengeluaran yang tidak perlu. 

Sayangnya, meskipun KPR-nya sudah di-ACC karena uang muka (down payment) sangat memenuhi syarat dan gaji juga sesuai aturan, namun impian membeli rumah runtuh seketika karena Kaluna harus menggunakan tabungannya yang sudah setengah mati diperjuangkan demi memenuhi emergency fund, dana darurat, supaya orang tua, ayah dan ibu, masih memiliki rumah.

Dari potongan, cuplikan film ini di bagian dana darurat, sewaktu Kaluna menambahkan kolom "emergency fund", muncul pergulatan batin di benak saya.

Saya menarik suatu kesimpulan yang menyakitkan, yang sebenarnya sudah saya ketahui sejak lama, namun saya tidak pernah melakukannya dengan maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun