Herannya, tidak ada yang bertanya. Saya mengangkat tangan.
"Ya, Anton. Ada yang mau ditanyakan?" U memberi kesempatan.
"Terima kasih, Pak. Tadi bapak mengatakan kami harus menyelesaikan enam belas kali pertemuan mengajar dalam dua bulan pelaksanaan PPL. Saya rasa itu tidak bisa dilakukan, Pak," kata saya tandas.
"Lho, mengapa tidak bisa?" tanya U heran.
"Karena dengan begitu dalam satu bulan harus terpenuhi delapan kali pertemuan, dan itu berarti kalau kita bagi delapan dengan empat minggu dalam sebulan, maka dalam satu minggu, kami harus memenuhi dua kali pertemuan mengajar.
"Persoalannya, di SD Negeri, mayoritas jadwal untuk mata pelajaran Bahasa Inggris hanya satu kali dalam seminggu.
"Kalau tetap mencanangkan enam belas pertemuan, maka harus memenuhinya dalam empat bulan. Bukan dua bulan," saya mengakhiri pernyataan.
"Ah, siapa bilang kalau di Sekolah Dasar hanya menyelenggarakan satu kali pertemuan dalam seminggu untuk mata pelajaran bahasa Inggris?" U masih meragukan pernyataan saya, "Di SD tempat istri saya mengajar ada dua kali pertemuan untuk mata pelajaran bahasa Inggris dalam seminggu."
"Kalau istri bapak mengajar di SD swasta, ya memang terserah sekolahnya. Mau dua, tiga, atau sepuluh kali dalam seminggu, tidak menjadi persoalan.
"Tapi kalau di SD Negeri, satu kali pertemuan dalam seminggu untuk bahasa Inggris sudah terlalu banyak. Saya mengajar bahasa Inggris di SD Negeri, jadi saya tahu situasinya. Bapak bisa tanyakan ke bapak dan ibu guru di sini. Sekolah mereka menerapkan pola yang sama. Satu kali pertemuan dalam seminggu untuk mata pelajaran bahasa Inggris."
Teman-teman mahasiswa yang adalah guru-guru SD Negeri mengiyakan kondisi satu kali pertemuan dalam seminggu untuk mata pelajaran bahasa Inggris.