Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Inilah Jalan Hidup Saya dalam Berkonten Ria

13 Mei 2023   15:20 Diperbarui: 13 Mei 2023   15:29 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inilah "Peralatan Tempur" Saya dalam Berkonten Ria | Dokumentasi Pribadi

Bicara soal ngonten di masa ini bukanlah suatu hal yang aneh. Sudah umum dan malah bisa menjadi profesi utama kalau sudah menghasilkan pendapatan melebihi gaji karyawan yang setara UMK atau UMR.

Ibarat kata, pekerjaan idaman itu hobi yang dibayar.

Ya, kenyamanan dalam bekerja sering tidak terpenuhi, apalagi karena faktor situasi dan kondisi terkadang menempatkan diri seseorang ke dalam pekerjaan yang jauh dari angan-angan, kesukaan, atau impian masa kecilnya.

Saya secara pribadi memang salut dengan beberapa YouTuber yang berasal dari latar belakang wong cilik, dari kalangan ekonomi menengah ke bawah, berpendidikan setingkat SD-SMP-SMA, bermodalkan smartphone entry-level, dan semangat, serta disiplin ngonten secara konsisten.

Meskipun dengan segala keterbatasan, mereka bisa berhasil menjadi YouTuber-YouTuber yang sukses. Siboen Channel, Angger Pradesa, IsaYang 123, dan Alip_Ba_Ta adalah salah empat di antaranya.

Karena rajin ngonten yang bermanfaat, unik, dan menarik di YouTube, mereka mendapat pemasukan yang 'wah' dari YouTube, dan hidup mereka berubah menjadi lebih baik secara finansial.

Terkadang saya merasa miris melihat kebanyakan orang hanya menggunakan smartphone atau gawai-gawai mereka untuk hal-hal yang konsumtif saja, seperti main game online seharian; nonton film melalui aplikasi-aplikasi Video on Demand (VoD) semisal Netflix, Disney+ Hotstar, Prime Video, dan lain-lain; atau menghabiskan waktu dengan memelototi lini masa media sosial.

Hape canggih, tapi isi kepala tidak 'sekeren' gawainya. Isi dompet juga jauh dari kata "aduhai".

Saya tertantang untuk mencoba peruntungan di YouTube. Meskipun saya tidak mau berpikir terlalu muluk. Semua kesuksesan itu membutuhkan proses panjang yang tidak sebentar. Kalau mudah dan cepat, semua orang pasti memilih jadi YouTuber.

Sebenarnya sudah sangat lama saya mempunyai akun channel YouTube, namun saya tidak pernah mengisinya dengan video sebiji pun.

Dalam pemikiran saya waktu itu, YouTuber adalah orang-orang dari kalangan mapan yang membagikan pengalaman atau keahliannya lewat video dan mengunggah video-video tersebut ke YouTube.

Seiring waktu berjalan, saya menyadari kekeliruan persepsi yang berada di benak saya. Semua orang punya hak yang sama dalam mengunggah video ke YouTube. Semua orang punya kesempatan yang sama untuk memperoleh keberhasilan di dunia per-youtube-an.

Meskipun sudah tahu akan kesalahan diri, saya masih belum terlalu tergerak untuk lebih aktif membagikan video ke YouTube. 

Perubahan drastis adalah saat covid-19 melanda di tahun 2020. Tahun dimana kegalauan terbesar melanda sekujur bumi.

Imbasnya, pertemuan antar manusia dalam jarak dekat tidak bisa menjadi pilihan.

Satu demi satu les privat memutuskan berhenti karena takut tertular covid-19. Puji Tuhan, ada beberapa yang tetap bertahan, namun kebutuhan hidup memang sangat melambung tinggi di masa pandemi tersebut.

Saat-saat mencekam seperti waktu itu bisa membuat orang putus asa dan memutuskan untuk mengakhiri hidup atau mengalami gangguan jiwa jika tidak melihat dari sudut pandang yang lain.

Meskipun di tengah ketidakpastian, walaupun berada dalam kondisi yang serba tidak jelas, saya tetap bersyukur karena saya masih punya tempat tinggal yang menaungi saya di setiap saat, terutama di malam hari, sewaktu saya merebahkan diri di tempat tidur untuk beristirahat.

Bernapas masih leluasa tanpa alat bantu pernapasan menjadi hal lain yang saya masih bisa dapatkan dengan bebas dan gratis.

Dan yang terlebih lagi menjadi hal-hal yang patut disyukuri adalah saya masih bisa menuangkan buah pikiran saya lewat tulisan di Kompasiana dan mengunggah video-video gitaran di YouTube.

Segala keluh kesah, segala kegundahan, semua kekuatiran, sampai keriangan, saya tuangkan di berbagai artikel di Kompasiana. 

Tangkap Layar Artikel Sekolah
Tangkap Layar Artikel Sekolah "Dasar" yang Rapuh via Kompasiana | Dokumentasi Pribadi

Baca juga: Sekolah "Dasar" yang Rapuh

Tangkap Layar Artikel Belajar Bahasa Inggris Tanpa Ribet dengan
Tangkap Layar Artikel Belajar Bahasa Inggris Tanpa Ribet dengan "Describing Object" via Kompasiana | Dokumentasi Pribadi

Baca juga: Belajar Bahasa Inggris Tanpa Ribet dengan "Describing Object"

Tangkap Layar Artikel Didikan
Tangkap Layar Artikel Didikan "Senyap" Ayah dan Ibu untuk Mencintai Buku via Kompasiana | Dokumentasi Pribadi

Baca juga: Didikan "Senyap" Ayah dan Ibu untuk Mencintai Buku

Dan yang terlebih lagi, saya juga menyalurkan kegelisahan saya dengan bermain gitar. Bukan hanya memainkan gitar, namun saya mendokumentasikannya dengan merekam permainan saya. Lewat rekaman video, saya "mengabadikan" pengalaman-pengalaman, proses belajar bermain gitar yang sudah lewat beberapa waktu silam sampai saat ini. Saya mengunggah video-video gitaran saya ke YouTube, supaya saya akan tetap bisa mengingat masa-masa jari-jari tangan masih bisa memetik senar-senar gitar.



Menjaga tetap waras memang tidak mudah. Memelihara konsistensi berkarya juga tidak gampang.

Tentu saja, godaan terbesar terutama saat ngonten adalah seakan konten yang dihasilkan tidak berarti bagi orang lain. Selain yang memuji, ada juga yang mencaci, khususnya mengomentari video gitaran saya yang memang sejujurnya jauh dari kata "bagus".

Namun, bagi saya pribadi, semua dimulai dari hal yang sederhana. Dengan alat yang tersedia. Dan kemampuan yang ala kadarnya. Berkarya tidak harus menunggu kemampuan piawai. Dan tentu saja, yang paling penting dalam hati adalah saya tidak mungkin bisa menyenangkan semua orang. Kalau ada yang menganggap karya saya bermanfaat, saya senang; tapi kalau ada yang menghina konten saya, saya tidak sakit hati. Biasa saja. Saya tidak menyimpan kepahitan dalam diri.

Dan di tengah kegiatan ngonten, tak bisa disangkal, jaringan Internet yang lancar jaya menjadi syarat mutlak proses kreatif tetap berjalan dengan mulus tanpa hambatan.

IndiHome dari Telkom Indonesia menjadi Internet Provider andalan yang menemani keseharian saya dalam menghasilkan konten dan mengunggahnya ke dunia maya, baik itu mengunggah artikel ke Kompasiana, maupun mengunggah video gitaran ke YouTube. 

Selama ngonten, saya belum pernah mengalami kendala yang mengganggu proses kreatif saya dalam segi jaringan Internet. Selalu wuzzz tanpa sendat-sendat dan GPL alias gak pakai lama.

Akhir kata, saya akan tetap setia dengan kegiatan ngonten selama hayat masih dikandung badan, tentu saja, bersama dengan IndiHome. Karena sesuai dengan lagu Bon Jovi, inilah jalan hidup saya dalam berkonten ria, yaitu bersama dengan IndiHome, ngonten jalan terus. No IndiHome, No Party!


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun