Leo, yang sudah kita kenal di awal tulisan, mempunyai berbagai tugas yang deras mendera tak henti-hentinya. Di kelas delapan SMP, setiap hari dia dan teman-temannya mendapat PR dari para guru.
Misalnya, hari Senin, Leo mendapat PR IPS sejumlah 20 nomor dengan perincian sepuluh nomor Pilihan Ganda (PG) dan sepuluh nomor Uraian (U). Hari Selasa, PR IPA dan Matematika sudah menanti. Hari Rabu, guru PJOK dan Bahasa Inggris juga tidak mau ketinggalan untuk memberikan "bekal" kepada peserta didik untuk dikerjakan di rumah.
Hari Kamis dan Jumat juga begitu. PR segunung titipan dari para guru. Cuma hari Sabtu yang nirPR.
Kalau melihat jadwal pelajaran di mana ada Bahasa Indonesia, Agama, PPKn, IPA, IPS, Bahasa Inggris, SBdP, Matematika, PJOK, TIK dan IT Preneur; maka total jenderal ada sebelas mata pelajaran (mapel) yang Leo dan kawan-kawannya harus pelajari di kelas delapan SMP.
Anda bisa bayangkan betapa capeknya peserta didik zaman now. Pulang sekolah sekitar pukul 14.00 atau 14.30. Belum lagi menempuh perjalanan pulang yang memakan waktu kalau rumah jauh dari sekolah.
Menyantap makan siang yang terlambat di jam tiga; tidur sebentar barang satu jam; les privat di jam empat lewat beberapa menit; dan mengerjakan PR yang seakan tidak ada habisnya. Setelah makan malam, badan sudah letih. Mau belajar bahan mata pelajaran untuk esok hari? Otak sudah terlalu lelah untuk berpikir.
Akibatnya sudah jelas nyata: Peserta didik menganggap belajar sebagai beban, bukan persiapan untuk menggapai masa depan yang cemerlang.
3. Becermin pada diri sendiri selaku pendidik
Nah, setelah melihat faktor eksternal, sekarang tengoklah ke diri sendiri, sesuai dengan judul tulisan ini. Becermin pada diri sendiri selaku pendidik. Tanyakan beberapa pertanyaan di bawah ini dan jawab dengan jujur.
Apakah saya sudah merancang program pengajaran dengan baik?
Apakah saya sudah sepenuh hati dalam mengajar?
Apa tujuan saya dalam mengajar?
Apa saja langkah-langkah yang saya tempuh supaya proses belajar mengajar bisa menjadi menarik dan menyenangkan?
Tulis pertanyaan-pertanyaan di atas kertas dan jawab secara tertulis pula.
Apakah cukup dengan menulis segala pertanyaan dan jawaban? Tentu saja tidaklah cukup. Harus ada action, tindakan untuk mewujudkan, dan tidak lupa, evaluasi tindakan dari hasil pencapaian peserta didik.