Kondisi sekarang memang tidak menyenangkan. Berbagai varian covid-19 yang silih berganti mengancam membuat pesimisme kebanyakan warga meruak.
Ingin hidup normal, berkumpul bersama keluarga besar kembali, dapat bekerja seperti biasa tanpa harus jaga jarak, dan lain sebagainya.
Sayangnya, harapan-harapan itu saat ini belum bisa terwujud. Covid-19 masih bercokol di muka bumi.
Akibat dari "pembatasan diri", beberapa orang mengalami tekanan mental. Tidak terkecuali saya.
Mendapati raga seorang diri, jauh dari saudara dan teman, menimbulkan rasa sepi. Rasa sepi yang muncul kembali.
Membaca kitab suci, berdoa, menelepon saudara dan teman, semua itu membantu kesehatan mental saya tetap terjaga.
Dan menjadi lebih baik karena saya lebih banyak punya waktu luang untuk bermain gitar.
Untungnya, saya punya hobi bermain gitar. Kalau punya hobi yang harus dilakukan di luar ruangan dan butuh biaya tambahan, tentu merepotkan.
Masa kecilÂ
Dulu, kira-kira waktu saya duduk di kelas empat SD, ayah membelikan sebuah gitar untuk kakak laki-laki saya, sebut saja Doni.
Saya lupa tipe gitar tersebut. Kalau tidak salah C-315, merek Yamaha, dengan harga Rp 150.000 ketika itu (sekarang harganya sudah berkali-kali lipat untuk harga barunya).
Dengan berbagai alat musik di masa kecil, saya lebih tertarik pada gitar daripada piano dan organ yang juga tersedia di rumah. Bagi saya, selain harga yang relatif murah dibanding dua alat musik lainnya, gitar adalah alat musik yang unik.