Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kenapa Saya Tidak Pernah Tersenyum Saat Bermain Gitar?

5 Maret 2021   15:19 Diperbarui: 5 Maret 2021   15:22 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mau jadi apa adanya dimulai dari mencintai diri sendiri(muda.kompas.id)

"Senyum dong. Takut orang lihatnya kalau begitu..."

Begitulah kata salah seorang teman yang mengomentari gaya gitaran saya yang sangat super standar. Muka datar tanpa ekspresi. Super serius pokoknya.

Yah, sah-sah saja mengomentari penampilan. Saya menerima komentar beberapa teman, kenalan, dan juga saudara dengan lapang dada. Tapi lama kelamaan capek juga kalau harus menjawab kenapa saya tidak pernah tersenyum saat bermain gitar, hehehe.

Oleh karena itu, saya pikir, saya perlu untuk menuangkan alasan kenapa saya tidak pernah tersenyum saat bermain gitar. 

Jadi kalau ada lagi yang bertanya kenapa saya sangat pelit untuk menampilkan senyum di wajah, saya tinggal menyerahkan tautan tulisan ini supaya sang penanya bisa membaca sendiri berbagai alasan kenapa senyum tidak pernah terhias di wajah saya.

Ada 3 (tiga) alasan kenapa saya tidak pernah tersenyum saat bermain gitar.

1. Demam kamera

Ilustrasi seorang kreator konten membuat vlog dengan smartphone (DOK. Shutterstock via KOMPAS.COM)
Ilustrasi seorang kreator konten membuat vlog dengan smartphone (DOK. Shutterstock via KOMPAS.COM)
Meskipun sudah setahun lebih berusaha konsisten mengunggah video gitaran ke YouTube, rasa demam kamera masih saja menghinggapi.

Saya memang tidak terlalu suka tampil di depan publik walaupun saya adalah seorang guru. Apalagi di depan kamera, saya lebih tidak kepingin, karena saya merasa tidak percaya diri dengan penampilan saya.

"Lah, lalu untuk apa mengunggah rekaman video gitaran ke YouTube?" 

Mungkin begitu pertanyaan Anda.

Seperti yang saya pernah ungkapkan di tulisan yang lalu mengenai motivasi saya dalam bermain gitar, merekam permainan gitar, dan mengunggah video gitaran ke YouTube adalah hanya untuk menghibur diri dan orang lain lewat petikan gitar yang tidak seberapa mahir.

Selain itu, tujuan saya merekam dan mengunggah video gitaran ke YouTube adalah sebagai album video, kenangan akan keberadaan diri di saat masih kuat dan mampu bermain gitar, karena di saat tua nanti, belum tentu saya masih bisa mencabik dawai-dawai gitar andalan.

Oleh karena itu, mau tidak mau, saya harus berurusan dengan kamera. Merekam permainan gitar lewat kamera smartphone.

Meskipun sudah mulai terbiasa beraksi di depan kamera, tapi tetap saja demam itu tidak hilang. Masih menghinggapi ketika memainkan lagu di atas senar gitar.

Seperti contoh, sewaktu memainkan lagu "Happy Birthday", saya memilih aransemen gitar fingerstyle yang mudah menurut saya dan saya menguasainya tanpa menemui kesulitan yang berarti di saat latihan.

Namun saat berhadapan di depan kamera, ada beberapa kesalahan dasar yang terjadi, seperti salah posisi jari, salah petik senar, lupa nada berikut, dan lain sebagainya.

Ketika berhadapan di depan kamera, saya masih saja mempunyai perasaan seperti ada banyak orang yang melihat, menonton saya saat bermain gitar.

Hasil dari video gitaran "Happy Birthday" tetap jadi, meskipun tidak seperti yang saya pikirkan sebelumnya. 

Saya belum bisa menghilangkan rasa demam itu. Demam kamera yang mengganggu, meskipun agak kemari, rasa demam itu mulai terkikis.

2. Latihan kurang

Ilustrasi pria berlatih memainkan gitar.(shutterstock via KOMPAS.COM)
Ilustrasi pria berlatih memainkan gitar.(shutterstock via KOMPAS.COM)
Waktu adalah uang. Itu bisa mempunyai makna yang hanya menunjukkan betapa berharganya waktu, namun bisa juga berarti memanfaatkan waktu untuk mencari uang.

Dalam kasus saya, waktu untuk mencari uang yang mempunyai porsi terbesar setiap harinya.

Ini susahnya kalau uang masih memegang kendali dalam hidup. Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang, apalagi di masa pandemi covid-19 yang sampai sekarang masih belum mereda.

Otomatis, pekerjaan menyita hampir sebagian besar waktu dalam sehari. Latihan pun hanya mendapat porsi satu jam saja dalam satu hari, itu juga kalau masih ada tenaga di sore atau malam hari.

Kalau pun memilih aransemen-aransemen lagu yang mudah, itu semata supaya target one week - one video bisa tercapai, meskipun terkadang hasil latihan tidak begitu menggembirakan.

Bagi saya pribadi, saya hanya mengunggah video gitaran di YouTube untuk menjadi album video permainan gitar saya. Tidak lebih dari itu. Sehingga hasil rekaman yang aduhai bukan menjadi sasaran.

Walaupun begitu, bukan berarti saya tidak serius dalam proses merekam. Saya ingin melakukan proses perekaman semaksimal mungkin yang saya bisa. Apalagi saya memainkan karya orang lain.

Oleh sebab itu, latihan juga harus mencukupi. Sayangnya, karena kesibukan dalam bekerja, durasi latihan tidaklah jumbo. Yah, jadinya berpengaruh pada tegangnya perasaan saat rekaman.

Latihan kurang, senyum pun hilang, karena sibuk dengan beberapa kali take rekaman disebabkan ada beberapa kesalahan petikan.

Seperti contoh saat merekam video permainan gitar yang saya lakukan minggu lalu. Sebenarnya saya sudah menguasai lagu tersebut, tapi memang ada beberapa bagian dalam aransemennya yang tidak terlalu mudah untuk dilakukan. Pergerakan jari tangan kiri dan kanan terkadang masih tidak sinkron satu sama lain, sedangkan target one week - one video harus tetap terwujud.

Latihan kurang. Kurang banyak. Mungkin suatu saat saya akan merekam ulang. Untuk sementara, hasil latihan terlukis dalam video gitaran minggu lalu seperti yang Anda bisa lihat di video berikut.

3. Mau jadi apa adanya

Mau jadi apa adanya dimulai dari mencintai diri sendiri(muda.kompas.id)
Mau jadi apa adanya dimulai dari mencintai diri sendiri(muda.kompas.id)
"Coba kamu seperti itu, Ton. Pakai baju yang lebih pantas, latar yang lebih oke, peralatan audio visual yang mumpuni,..."

Ada beberapa kenalan yang memberikan saran seperti itu. Sah-sah saja memberikan masukan dan kritik yang membangun demi kemajuan saya.

Sayangnya, itu semua kebanyakan dari sudut pandang orang lain yang tidak mengetahui problem-problem yang saya hadapi.

Misalnya, dari segi peralatan audio visual, saya hanya mempunyai sebuah smartphone dan voice recorder. Setelah rekaman selesai, baru saya mengolahnya, menyuntingnya di aplikasi smartphone. 

Tidak ada laptop dengan kualitas mumpuni yang bisa menemani, karena belum ada dana untuk membelinya.

Kalau menunggu peralatan merekam yang super canggih. bakal tidak mulai-mulai berkreasi.

Saya juga tidak terlalu memusingkan tentang pakaian yang saya kenakan dan tempat dimana saya merekam video gitaran, karena pada dasarnya, dalam bermusik, suara adalah yang paling utama melebihi pernak-pernik lainnya.

Mau jadi apa adanya. Itulah yang saya terapkan dan rasanya hal itu juga menjadi dambaan setiap orang. Pasti tidak ada seorang pun yang mau diatur atau disetir saat berkarya, karena setiap orang adalah istimewa. Mungkin bagus bagi orang A; tapi bagi orang B, hal yang diungkapkan oleh orang A tidak mengena di hatinya.

Beda orang, beda selera. 

* * *

Demikianlah sekadar mengungkapkan alasan kenapa saya tidak pernah tersenyum saat bermain gitar. 

Intinya, berkarya merupakan ranah pribadi yang bebas sesuai dengan orang yang menelurkan karya tersebut. Gaya dalam berkarya adalah unik bagi setiap insan.

Tidak perlu terlalu memusingkan pandangan orang perihal busana atau penampilan fisik. Sejauh memberikan manfaat bagi diri dan sesama, tidak usah ragu untuk melangkah maju dan berkarya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun