Sayangnya, itu semua kebanyakan dari sudut pandang orang lain yang tidak mengetahui problem-problem yang saya hadapi.
Misalnya, dari segi peralatan audio visual, saya hanya mempunyai sebuah smartphone dan voice recorder. Setelah rekaman selesai, baru saya mengolahnya, menyuntingnya di aplikasi smartphone.Â
Tidak ada laptop dengan kualitas mumpuni yang bisa menemani, karena belum ada dana untuk membelinya.
Kalau menunggu peralatan merekam yang super canggih. bakal tidak mulai-mulai berkreasi.
Saya juga tidak terlalu memusingkan tentang pakaian yang saya kenakan dan tempat dimana saya merekam video gitaran, karena pada dasarnya, dalam bermusik, suara adalah yang paling utama melebihi pernak-pernik lainnya.
Mau jadi apa adanya. Itulah yang saya terapkan dan rasanya hal itu juga menjadi dambaan setiap orang. Pasti tidak ada seorang pun yang mau diatur atau disetir saat berkarya, karena setiap orang adalah istimewa. Mungkin bagus bagi orang A; tapi bagi orang B, hal yang diungkapkan oleh orang A tidak mengena di hatinya.
Beda orang, beda selera.Â
* * *
Demikianlah sekadar mengungkapkan alasan kenapa saya tidak pernah tersenyum saat bermain gitar.Â
Intinya, berkarya merupakan ranah pribadi yang bebas sesuai dengan orang yang menelurkan karya tersebut. Gaya dalam berkarya adalah unik bagi setiap insan.
Tidak perlu terlalu memusingkan pandangan orang perihal busana atau penampilan fisik. Sejauh memberikan manfaat bagi diri dan sesama, tidak usah ragu untuk melangkah maju dan berkarya.