Pesan singkat yang sangat jauh dari kata jelas karena saking singkatnya.
Begitulah menurut saya kecenderungan kebanyakan warga +62 saat ini dalam menggunakan "pesan singkat". Mengirim pesan singkat yang sesingkat-singkatnya dengan singkatan-singkatan yang tidak lazim dan berharap sang penerima pesan mengerti pesan singkat tersebut.
Guru juga manusia, punya keterbatasan seperti profesi-profesi lainnya. Namun, menjadi sosok yang digugu dan ditiru adalah patokan utama, dasar dimana guru sedapat mungkin tidak teledor dalam melakukan sesuatu.
Saya melihat etika komunikasi tertulis, dalam hal ini melalui "pesan singkat", baik itu di aplikasi WhatsApp atau yang sejenis, cukup memprihatinkan.
Tentu saja, saya tidak mengatakan semua guru mempunyai etika yang buruk dalam komunikasi "pesan singkat", karena saya tidak pernah melakukan penelitian perihal tersebut.
Saya melihat etika komunikasi "pesan singkat" beberapa guru sekolah dari murid les saya, Gunawan (bukan nama sebenarnya), yang sangat menyedihkan.
Gunawan terkadang mengeluh kalau pesan singkat para guru kelas enam di salah satu SD swasta di Samarinda dimana dia bersekolah tersebut tidak jelas. Orangtua Gunawan juga sama sekali tidak mengerti dengan berbagai "pesan singkat" para guru putra mereka yang jauh dari kata jelas.
Menurut saya, kemungkinan-kemungkinan yang mendasari kenapa "pesan singkat" para guru Gunawan tidak jelas di aplikasi WhatsApp adalah:
Pertama, Keterbatasan waktu karena padatnya pekerjaan.
"Terkadang sampai larut malam menunggu sambil mengoreksi pekerjaan rumah murid..."
Waktu 24 jam dalam sehari terasa tidak cukup bagi para guru saat ini. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) telah merubah tatanan proses belajar mengajar dimana waktu belajar dan mengajar tidak seperti sebelumnya, khususnya untuk para guru.