Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kesederhanaan Imlek di Tahun Ini

21 Februari 2021   12:37 Diperbarui: 21 Februari 2021   12:41 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kue Keranjang | Dokumentasi Pribadi

Tahun lalu masih merayakan Imlek dengan meriah meskipun gonjang-ganjing covid-19 sudah melanda di beberapa negara.

Tahun ini, terpaksa merayakan Imlek dengan kesederhanaan. Covid-19 masih belum mereda.

Imlek tanpa kehadiran anggota keluarga adalah ibarat masakan kurang garam dalam memaknai Imlek. Tapi mau bagaimana lagi. Tidak bertemu secara fisik adalah demi kebaikan dan kesehatan bersama.

Jumat, 12 Februari 2021. Saya bersiap untuk pergi ke rumah kakak perempuan saya. Anggota keluarga, yaitu Cece Santi dan Cece Bianca (keduanya bukan nama sebenarnya), kakak-kakak perempuan saya yang berdomisili di Samarinda.

Sedangkan saudara-saudara yang lain, yaitu Bobby, Gunawan, Dinda, dan Lusi (semuanya nama samaran) berada di kota lain. Ko Bobby dan Ko Gunawan berada di Balikpapan. Cece Dinda berada di Jakarta. Cece Lusi berada di Banjarmasin.

Hanya Ce Santi, Ce Bianca, dan saya yang bisa berkumpul bersama di satu tempat secara fisik.

Saya berangkat dari rumah sekitar pukul 08.00 WITA. Perjalanan menempuh waktu sekitar satu jam kalau situasi jalan tidak padat. Menempuh perjalanan ke rumah Ce Bianca sudah biasa saya lakukan, jadi waktu tempuh 60 menit tidaklah berat untuk dijalani.

Cuaca cerah saat sudah mendekati rumah Ce Bianca. Namun, tiba-tiba hujan turun dengan mendadak, padahal awan tidak terlalu tebal terlihat di langit. Saya pun segera berteduh sejenak di depan sebuah ruko yang masih tutup kala itu. Saya selalu waspada dengan cuaca yang mungkin tidak bersahabat. Jas hujan selalu tersedia di jok sepeda motor andalan, jadi perjalanan tidak terhenti gegara hujan.

Saya pun segera mengenakan jas hujan dan kemudian meluncur kembali di jalanan. Hujan yang lebat sekalipun tidak akan menyurutkan tekad untuk jalan terus. Toh ini cuma hujan air. Kalau hujan batu, itu lain soal.

Jam 09.00 WITA. Tepat satu jam waktu tempuh. Meskipun hujan lebat, tapi mungkin karena tidak terlalu banyak kendaraan bermotor yang hilir mudik di jalan, saya tidak menemui kendala berarti selama dalam menempuh perjalanan.

Ce Bianca sudah menanti di rumahnya.

"Langsung saja makan, Ton," Dia langsung mengarahkan saya ke ruang makan untuk menyantap hidangan.

Sop Kimlo, ayam cah jamur, dan tidak ketinggalan, Siu Mie, sudah tersusun dengan rapi di meja makan.

Sop Kimlo yang menawan | Dokumentasi Pribadi
Sop Kimlo yang menawan | Dokumentasi Pribadi

Siu Mie dan ayam cah jamur yang menggugah selera | Dokumentasi Pribadi
Siu Mie dan ayam cah jamur yang menggugah selera | Dokumentasi Pribadi
Saya dan Ce Bianca makan sambil sesekali dibarengi dengan obrolan santai seputar keluarga besar kami.

Makan-makan pun berlanjut di ruang tamu. Di meja ruang tamu, ada berbagai penganan seperti manisan buah khas Imlek dan dua stoples berisi kue kering, yaitu nastar dan kue kering keju atau kastengel. Kue keranjang tak ketinggalan juga berada di meja. Jeruk menjadi pelengkap sesudahnya.

Manisan buah khas Imlek dan jeruk | Dokumentasi Pribadi
Manisan buah khas Imlek dan jeruk | Dokumentasi Pribadi

Nastar dan kue kering keju atau kastengel | Dokumentasi Pribadi
Nastar dan kue kering keju atau kastengel | Dokumentasi Pribadi
Televisi menampilkan berbagai tayangan seputar perayaan Imlek yang terjadi di beberapa kota di Indonesia.

Hujan masih belum juga mereda pada jam sepuluh pagi. Pada akhirnya, setelah menunggu dengan ketidakpastian akan waktu kedatangan Ce Santi, kami melakukan video call supaya kami bisa berkumpul dalam satu wadah, meskipun itu lewat virtual, yaitu lewat WhatsApp.

Cukup singkat pertemuan daring kami. Mungkin hanya sekitar 15 menit, tapi itu sudah cukup untuk menghapus dahaga kerinduan setelah sekian lama tidak bertemu.

Setelah itu, saya bercakap-cakap kembali dengan Ce Bianca. Ce Santi baru datang pada jam dua siang, saat hujan sudah reda.

Jam empat sore, saya pamit pulang. 

Warna Imlek yang berbeda di tahun ini tetap tidak bisa menyurutkan kemeriahan perayaan meskipun dilaksanakan dengan cara yang sangat sederhana.

Ada tiga hal yang bisa saya petik dari perayaan Imlek di tahun ini.

Pertama, Keluarga adalah yang utama.

Sedekat apa pun teman atau sahabat, ujung-ujungnya kalau kita mengalami kesulitan, keluargalah yang akan memperhatikan dan peduli sepenuhnya. 

Keluarga adalah yang utama, segala-galanya dalam hidup kita yang singkat di dunia ini. Oleh karena itu, luangkan waktu sebanyak mungkin bersama keluarga selagi bisa. Ajak ngobrol dan berkomunikasi, karena kita tidak tahu kapan kita akan berpisah dari mereka.

Kedua, Imlek tahun ini mengajarkan bahwa perayaan tidak harus berarti mengenakan pakaian baru atau bepergian ke tempat-tempat eksotis untuk merayakannya.

Makan bersama keluarga tercinta adalah momen yang paling berharga. Walaupun sangat sederhana, namun tidak mengubah esensinya. Justru, kesederhanaan adalah esensi yang sebenarnya, yaitu berkumpul bersama untuk saling mempererat tali persaudaraan dan kebersamaan.

Ketiga, Berbagi rezeki adalah hal yang sukar dilakukan di masa pandemi, tapi itu justru keindahan di saat diri mengalami kesulitan finansial.

Memberi di saat berkelimpahan bukanlah hal yang sulit untuk dilakukan, tapi memberi di saat berkekurangan tidaklah mudah untuk dilaksanakan.

Imlek mengajarkan bahwa memberi adalah sesuatu yang indah. Bukan karena paksaan, bukan karena tradisi. Karena rezeki malah akan Tuhan berikan berlimpah bagi siapa saja yang suka berbagi pada sesama, khususnya pada anggota keluarganya yang masih dalam kondisi keuangan yang sulit.

* * *

Tiga hal yang saya tuliskan di atas adalah murni pendapat saya pribadi berdasarkan perayaan Imlek tahun ini. Setiap orang pasti mempunyai sudut pandang yang berbeda dalam memaknai perayaan Imlek di tahun ini yang penuh dengan keterbatasan.

Yang penting, jangan sampai covid-19 memengaruhi kita untuk tidak menjalin erat tali silaturahmi di antara anggota keluarga. Sebaliknya, dengan Imlek, ini akan menjadi tanda awal bahwa dengan berjalan bersama, kiranya kita bisa melewati tahun ini dengan sehat dan selamat, serta mendapat kelimpahan lebih melebihi tahun-tahun sebelumnya.

Semoga covid-19 cepat berlalu dan jika Tuhan mengizinkan, kita bisa merayakan Imlek di tahun depan tanpa dibatasi jarak dan waktu.

Salam Kompasiana

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun