Dri?
Apa kabar,Lama sudah kita tidak berjumpa. Sudah ada sepuluh tahun sejak kita diwisuda. Tak terasa.
Rasanya baru kemarin kita main gitar bersama. Saat awal kita bertemu di kampus, rasanya tak menyangka kalau kita bisa berkenalan dengan cara unik bin nyentrik.
Waktu itu, aku membawa gitarku ke kampus karena baru pulang dari mengajar di SD. Sebenarnya aku mau menaruhnya terlebih dahulu di indekos, tapi gak keburu. Jam menunjukkan pukul 14.15 WITA, sedangkan kuliah mulai jam 14.30 WITA. Takut terlambat kuliah. Maklum, hari itu jadwalnya dosen yang killer. Terlambat sedikit meskipun cuma lima menit, alamat disuruh parkir pantat di luar.
Ternyata malah sang dosen belum datang. Teman-teman sudah ketawa melihatku datang dengan gitar. Mereka kira aku habis mengamen di lampu merah.
Mereka memintaku memainkan beberapa lagu. Kuladeni permintaan mereka. Tak lama, kau datang tiba-tiba dan bergabung dengan kami. Kau mendengarkan saat aku bermain gitar. Setelah aku selesai, tiba-tiba kau melontarkan pertanyaan yang mengagetkan, "Mas, kalau ada yang ngajakin Mas gabung ke band, Mas mau?"
Tentu saja, aku kaget waktu kau tanyakan hal tersebut. "Band apa, Mbak?" tanyaku padamu.
Itulah awal mula perkenalan unik kita.
Masihkah kau ingat akan hal itu, Dri? Aku yakin kau pasti masih ingat betul akan hari bersejarah itu.
Ternyata kau juga termasuk salah satu personil band. Memegang gitar bas. Level keahlianmu? Aku bingung kalau harus memberi nilai. Permainan gitarmu cadas. Luar biasa.Â
Indri Herawati. Itulah namamu. Sungguh cantik orangnya, seperti arti namamu. Sayangnya, kau sudah punya pacar waktu itu. Aku pun hanya memendam rasa ini. Baru kali ini kuberitahu dirimu tentang perasaanku dulu kepadamu. Tapi itu perasaan masa lalu waktu kita masih muda.
Kau selalu memanggilku Mas Anton, meskipun kita sepantaran. "Mas lebih dewasa pola pikirnya dibanding aku. Aku menganggap Mas seperti kakak laki-laki yang tak pernah kupunyai," begitu katamu selalu.
Kita kuliah di Fakultas yang berbeda. Aku di FKIP prodi pendidikan bahasa Inggris, sedangkan kamu di Fekon prodi akuntansi. Kita memang jarang ketemu di kampus, tapi kita pasti rutin latihan bareng minimal seminggu sekali bersama Reza, Dani, dan Robert yang juga di fakultas yang berlainan.
Indahnya masa lalu. Sewaktu kita lulus, memang kita tidak bisa bermain band bersama lagi. Kau pindah ke Jakarta setelah menikah dengan Joko. Aku masih di Samarinda sebagai guru. Reza, Dani, dan Robert pulang ke kampung halaman masing-masing.
Terpaksa kita pecah kongsi. Apa boleh buat. Main musik di band cuma sekadar hobi. Bukan untuk mencari nafkah. Apalagi kita sudah mempunyai profesi masing-masing dan sudah berkeluarga.Â
Terkadang rindu juga untuk berkumpul bersama lagi, main band kembali seperti masa kuliah dulu. Entah bakal kesampaian atau tidak nanti.
Mudah-mudahan bisa terlaksana kelak.
Oya, apa kabar Mira? Sudah bisa jalan? Awal tahun lalu waktu aku ke rumahmu, dia masih dalam gendongan. Masih lucu-lucunya. Pasti sekarang bertambah lucu.
Yang tabah ya, Dri. Kau wanita yang luar biasa. Meskipun Joko sudah tiada, kau pasti bisa membesarkan Mira. Aku yakin sekali. Dulu, sewaktu kuliah, aku pernah mendapat musibah, dan engkau membantuku. Tapi waktu kau mendapat masalah, malahan kau menolak bantuanku. "Tak usah, Mas. Aku bisa mengatasinya sendiri," begitu katamu.
Kalau aku mendapat masalah seperti yang kau dapat, aku pasti pusing dan segera meminta bantuan ke orang lain. Kau malah tidak menunjukkan kesan bingung dan juga tidak meminta tolong pada siapa pun. Aku salut padamu.
"Aku selalu memainkan lagu ini kalau aku berada dalam masalah, Mas. Lagu ini membuatku kuat menghadapi segala badai kehidupan," begitu katamu sewaktu aku bertanya padamu kenapa kau bisa setegar itu. Aku pun mendengarkan permainan gitarmu yang ciamik.
Kau tahu? Aku bisa memainkan lagu itu di gitar tuaku sekarang setelah mencoba beberapa kali. Ini buktinya di akun YouTube-ku.
Aku yakin kau tetap tegar memandang permasalahan yang menghadang di hadapan saat ini. Seperti kau bilang, lagu ini selalu mengingatkanmu akan Tuhan yang selalu menemani di saat baik dan buruk sekalipun. "Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Dia akan selalu memberikan jalan keluar bagi orang yang percaya kepada-Nya," begitu katamu selalu di saat aku mengalami kesulitan keuangan untuk membayar uang kuliah dan indekos dulu.
Aku percaya kau tetap Indri yang sama dengan Indri yang kukenal sepuluh tahun yang lalu. Kau tak pernah menyerah dengan keadaan. Kau bukan hanya cantik, tapi juga wanita paling tangguh yang pernah kutemui.
Kau menolak bantuan uang dariku. Aku minta maaf. Bukan berarti aku menghina ketidakmampuanmu. Aku hanya ingin memberikan sedikit bantuan yang tak seberapa. Untuk menolongmu, sekadar untuk membelikan susu buat Mira. Tidak ada maksud lain.
"Saya tidak mau dikasihani, Mas," begitu katamu.
Aku semakin kagum padamu. Kau memang wanita yang kuat. Aku menghormati keputusanmu untuk tidak menerima bantuan uang dariku. Tapi kalau kau butuh sesuatu, bilang saja, Dri. Tidak usah sungkan. Seperti kau bilang, aku adalah kakak laki-lakimu. Aku juga sudah menganggapmu sebagai adik perempuanku sendiri.
Jadi jangan ragu kalau ada masalah. Mas Anton-mu siap membantu.Â
Aku doakan, semoga bisnis online-mu sukses dan meraup omzet berlimpah.
Titip salam sayangku buat Mira. Mudah-mudahan suatu hari kelak, saat aku sudah bisa ke Jakarta, dia sudah cukup besar dan bisa menyanyi bersama kita. Aku sudah siapkan lagu untuknya. Ini dia lagunya.
Oke, Dri. Semoga sukses dan sehat selalu. Aku sudahi surat ini. Semoga pandemi cepat berakhir, supaya kita bisa bertemu kembali.
Samarinda, 1 Februari 2021
Tertanda
Mas Anton-mu
Karya ini diikutsertakan dalam rangka mengikuti Event Surat Rindu untuk Sahabat yang Berduka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H