Malam semakin gelap. Awan-awan berarak memenuhi langit. Tak terlihat bulan. Bintang-bintang juga enggan menampakkan sinar.
Aku menatap halaman kertas buku jurnal harian. Beberapa teman mengatakan zaman sudah maju. Tidak laku lagi menggunakan buku jurnal layaknya zaman dulu. Tapi aku tak peduli. Aku tetap menggoreskan pulpen di atas kertas.
Merangkai kata demi kata. Sebagai perenungan diri. Menutup hari. Apa yang sudah dilakukan olehku? Baik atau buruk? Kertas-kertas ini yang tahu.
Ada saat rintihan kata yang "berbicara". Di saat lain, segerombolan kata "berteriak", bertanya pada Tuhan, kenapa kemalangan terjadi. Di suatu ketika, luapan kata-kata seperti air bah menyembur, mengobarkan sukacita.
Semua aneka kejadian tumpah ruah. Tertoreh begitu rupa di jurnal-jurnal ini. Menjadi saksi sejarah hidupku yang penuh lika-liku.Â
Apakah kelak rahasia ini terkuak? Akankah aku berniat membongkar semua? Mungkin ya, mungkin juga tidak. Waktulah yang akan menjawabnya.
Samarinda, 26 Oktober 2020Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H