Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ini 5 Alasan Kenapa Saya Tetap Menulis di Kompasiana

24 Oktober 2020   21:04 Diperbarui: 24 Oktober 2020   21:13 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

12 Tahun. Bukan waktu yang singkat untuk sebuah lembaga atau badan tertentu. Melewati tahun pertama, kedua, dan ketiga saja sudah berat. Ini sudah melewati lima tahun, sepuluh tahun, dan sekarang berulang tahun yang ke-12.

Saya sendiri sudah berada di Kompasiana sejak 2016, meskipun waktu itu baru dua artikel yang ditayangkan. Tahun 2017, saya tidak menulis satu artikel pun karena kesibukan dalam mengajar dan berbisnis.

Tahun 2018 adalah momen dimana saya mulai menulis lagi di Kompasiana. Ada juga saat saya berpaling ke lain hati, ke berbagai platform blog sejenis, tapi pada akhirnya, mata ini tetap kembali ke Kompasiana, Menulis artikel di mari sampai saat ini. Berbagai puisi juga tertuang di sini.

Berkaitan dengan hari ulang tahun Kompasiana yang jatuh pada hari Kamis, 22 Oktober 2020, saya ingin mengucapkan selamat ulang tahun yang ke-12, dan izinkan saya menyebutkan 5 (lima) alasan kenapa saya tetap menulis di Kompasiana, meskipun ada berbagai platform lain yang tak kalah menggoda.

Lima alasan tersebut adalah:

1. Tulisan langsung tayang 

Ini yang saya sukai dari Kompasiana. Tulisan bisa langsung tayang tanpa menunggu moderasi atau persetujuan dari admin. Perkara memenuhi syarat dan ketentuan, Kompasiana sudah menjelaskan perihal tersebut di salah satu link yang ada di laman.

Berbeda dengan beberapa platform dimana saya pernah berusaha untuk menayangkan tulisan. Di platform-platform tersebut, saya harus menunggu jawaban dari admin mengenai layak atau tidak layaknya tulisan saya ditayangkan di portal mereka.

Masa tunggu bervariasi untuk setiap platform. Ada yang tujuh hari, 14 hari, sebulan, bahkan ada yang sampai dua bulan. Bagi saya, pekerjaan yang paling membosankan adalah menunggu. Menunggu pasti atau tidaknya tayang.

Pernah di suatu platform, saya mengirim dua tulisan dan menurut keterangan di aplikasi serta lamannya, minimal waktu tunggu adalah 14 hari. Bisa lebih, bisa juga kurang. Tergantung dari kebijakan admin platform.

Saya menunggu sampai lewat 14 hari. Tidak ada tulisan "ditolak" di aplikasi tersebut. 16 hari. Masih tetap tidak ada tulisan "ditolak". Sampai satu bulan pun tetap tidak ada pemberitahuan apa-apa di aplikasi maupun lewat e-mail.

Saya sudah tidak mau menunggu lagi. Saya menayangkan dua tulisan tersebut di Kompasiana. Keputusan itu ternyata tepat, dan juga berhubungan dengan alasan kedua berikut.

2. Mendapat "penghargaan"

Penghargaan tidak melulu berwujud uang, barang, atau sertifikat. Pujian juga bisa berarti "penghargaan". Label pun juga bisa bermakna "penghargaan".

Label "Pilihan" dan "Artikel Utama" merupakan bentuk penghargaan yang diberikan oleh pihak Kompasiana kepada kompasianer. Saya pikir, sama seperti kompasianer yang baru bergabung pada awalnya, saya tidak memahami makna kedua label tersebut ketika pertama kali menulis di tahun 2016.

Tulisan pertama saya yang berjudul Belajar dari Ironman mendapat label "Pilihan", tapi saya kira itu wajar saja. Itu pemikiran saya di awal. Saya tidak tahu kalau Kompasiana menyematkan label "Pilihan" karena tulisan layak mendapat predikat tersebut disebabkan isinya bermanfaat untuk orang lain. Saya kira, Kompasiana memberi "apresiasi awal" bagi kompasianer pemula yang menayangkan tulisan untuk pertama kali.

Setelah berkali-kali menulis, saya baru menyadari bahwa Kompasiana sangat selektif dalam menilai kualitas tulisan. Ada saat tulisan saya mendapat label dan ada waktu ketika tulisan tidak mendapat predikat apa-apa.

Label "Pilihan" dan "Artikel Utama" sedikit banyak memicu semangat saya dalam menulis. Menambah kepercayaan diri kalau tulisan-tulisan saya ternyata tidak jelek-jelek amat, apalagi waktu dua tulisan yang saya singgung sebelumnya di alasan pertama yang tak juga ditayangkan oleh platform lain.

Karena sudah lewat masa tunggu, saya pun menayangkan di Kompasiana. Yang tidak saya sangka, bukan hanya mendapat predikat "Pilihan", namun keduanya mendapat label "Artikel Utama" sesudahnya. 

Untuk di bulan Oktober 2020 ini juga penuh dengan kejutan. Tulisan yang sebenarnya hanya sebagai curhat kejengkelan akan dalih "tidak berbakat" dari banyak pihak yang saya kenal sebagai pembenaran tidak bisa berbahasa Inggris dan tak mampu bermain gitar malah menjadi "Artikel Utama"!

Padahal awalnya hanya untuk menyatakan pandangan saya soal "ketiadaan bakat" yang selalu menjadi dalih ketidakbisaan banyak orang. Judul pun saya tulis sekenanya di awal, yaitu "Tak Punya Bakat? Ah Masa?". Ternyata, admin menganggap artikel tersebut layak menjadi "Artikel Utama". Bukan hanya itu, judul pun diganti, sehingga menjadi lebih menarik yaitu "3 Hal yang Sering Menyebabkan Seseorang Merasa Tidak Berbakat". Sampai saat saya menulis artikel ini, sudah ada 1178 views untuk artikel tersebut.

Wow! Saya tak menyangka. Tulisan yang awalnya hanya untuk menegaskan pada setiap orang bahwa masing-masing punya bakat lengkap ternyata bisa membawa pengaruh yang begitu besar.

Sungguh, "penghargaan" yang tak terkira bagi saya secara pribadi. 

3. Memperoleh berbagai rezeki yang "tak terduga"

Perkara rezeki dalam hal ini K-Rewards, saya sudah pernah mendapat meskipun tidak beruntun. Terkadang dapat, lebih banyak tidak dapat di bulan-bulan yang lain.

Tapi saya sendiri tidak mempersoalkan dapat atau tidak dapatnya K-Rewards, karena saya menulis di mari hanya untuk berbagi. Kalaupun mendapat K-Rewards, bagi saya, itu bonus. Puji Tuhan kalau memperoleh.

Kebanyakan saya tidak dapat, karena saya mempunyai beberapa pekerjaan yaitu sebagai guru dan juga pebisnis online. Jadi wajar tidak dapat K-Rewards karena intensitas menulis kurang sehingga mempengaruhi kuantitas tulisan.

Tapi herannya, meskipun dulu jarang menulis, ada beberapa biro iklan yang "melirik" tulisan saya. Mereka bertanya apakah saya tertarik menulis artikel untuk keperluan periklanan atau tidak. Istilahnya menjadi copywriter.

Awalnya, saya sempat ragu. Apa bisa? Meskipun saya sudah menjalani profesi sampingan sebagai pebisnis online, namun yang ini berbeda. Menulis artikel bermuatan softselling dengan produk orang lain sebagai andalan bukan merupakan hal yang mudah kalau tidak mengetahui secara mendalam product knowledge-nya.

Tapi karena tarif untuk satu artikel yang lumayan besar untuk ukuran saya waktu itu yaitu sebesar 100 ribu untuk satu tulisan dan menulis untuk sejumlah artikel, seperti lima tulisan untuk satu proyek, atau delapan artikel untuk suatu kontrak kerja, tentu saja sangat menguntungkan.

Sudah melakukan kegiatan yang disuka, dibayar pula.

Tentu saja, tulisan yang digagas tidak bermuatan "hardselling" yaitu menjual secara terang-terangan; tapi "softselling", memberikan manfaat atau informasi berharga terlebih dahulu di awal-awal paragraf, lalu mendekati paragraf akhir baru ada selling-nya, dengan tetap mengikuti rambu-rambu aturan penulisan dari Kompasiana.

Sayangnya, karena pandemi covid-19, tidak ada kontrak kerja baru. Jadi Maret 2020 merupakan akhir kerja sama dengan biro tersebut. 

Meskipun begitu, saya tetap bersyukur. Saya telah membuktikan, hobi menulis di Kompasiana yang terkesan "tidak menghasilkan uang" bagi kebanyakan kenalan, khususnya di mata beberapa anggota keluarga saya, ternyata bisa memberikan penghasilan signifikan bagi saya. Ada rezeki yang "tak terduga" berkat Kompasiana.

4. Pertemanan yang "unik" dan "menarik" di Kompasiana

Hal yang juga membuat betah menulis di Kompasiana dibanding beberapa platform tetangga adalah pertemanan yang "unik" dan "menarik".

"Unik" dan "menarik" disini maksudnya adalah ada banyak sekali kompasianer dari berbagai latar belakang profesi, ekonomi, sosial budaya, domisili, dan lain-lain. Mereka berkumpul di wadah bernama Kompasiana dan saling berbagi pengalaman dan manfaat.

Mereka tidak mengenal saya secara pribadi dan saya juga tidak mengenal mereka secara dekat, namun mereka, para rekan kompasianer, mengapresiasi tulisan saya dan memberi dorongan supaya saya tetap menulis di Kompasiana.

Itulah yang membuat Kompasiana seakan menjadi suatu keluarga besar di mata saya. Saya tidak tahu pandangan Anda, apakah sama dengan saya dalam hal memandang Kompasiana sebagai suatu keluarga atau tidak, tapi saya memandangnya seperti itu. Bagi saya, Anda semua adalah keluarga saya di dalam Kompasiana.

Sayangnya, saya tidak bisa sering berkunjung dan menyapa seperti di tahun-tahun sebelumnya. 2018 dan 2019 adalah tahun-tahun dimana saya cukup aktif berkunjung, menyapa, menanyakan kabar, dan lain sebagainya. 

Tahun ini, 2020, saya diperhadapkan dengan berbagai prioritas dan kesibukan untuk keperluan keluarga. Mengajar tetap menjadi prioritas utama. Jualan online berada di prioritas selanjutnya. Kesemuanya dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi keluarga.

Saya minta maaf kalau belum atau tidak menanggapi komentar dan tidak mengunjungi balik akun teman/rekan kompasianer karena kendala membagi waktu antara mengajar, bisnis (offline dan online), "ngamen" (latihan gitar demi membuat video gitaran yang bakal dimuat di channel YouTube), dan lain-lain.

Bukan berarti saya tidak ingin bersilaturahmi dengan rekan-rekan kompasianer, tapi karena skala prioritas, terpaksa saya harus memfokuskan diri untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Supaya asap dapur bisa tetap ngepul.

Menulis tetap saya targetkan. Satu hari, satu tulisan. Dengan begitu, tercapai tujuan-tujuan utama saya yaitu berbagi manfaat dan informasi; serta supaya saya clear, jelas dalam menyampaikan pesan kepada orang lain, terutama kepada peserta didik.

Saya akan berupaya menanggapi komentar rekan kompasianer dan berbalik mengunjungi tulisan teman-teman. Mudah-mudahan secepatnya bisa saya tanggapi dan berkunjung balik.

5. Suatu saat saya ingin karya dibukukan melalui penerbit Kompas Gramedia

Ini impian saya sejak kecil. Rasanya bangga kalau buku karya sendiri dipajang di rak-rak toko buku Gramedia. Apalagi kalau diterbitkan oleh penerbit Kompas Gramedia. Lebih joss lagi!

Rencana saya, saya akan menayangkan novel di Kompasiana. Sekarang masih dalam draf kasar. Kalau saatnya tiba, saya akan menayangkan. Siapa tahu, penerbit Kompas Gramedia mencari novel-novel yang mereka ingin terbitkan. Saya rasa, tempat pertama yang mereka lirik pasti Kompasiana. Kalau tidak, untuk apa Kompasiana menyediakan kategori novel?

* * *

Sekali lagi, saya mengucapkan selamat ulang tahun yang ke-12 kepada Kompasiana. 

Semoga terus "mengudara", terbang tinggi, mengambil hati warganet semakin banyak lagi demi menumbuhkan budaya membaca dan menulis.

Apa yang sudah dicapai kiranya bisa menjadi bekal untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi kalau sudah meraih prestasi, jangan lupakan proses lalu dan tidak lupa diri.

"Kompasiana, lebih dari sekadar blog" 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun