Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Kembali ke Kertas dan Pulpen, Kenapa Tidak?

9 Agustus 2020   18:55 Diperbarui: 9 Agustus 2020   19:03 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pixabay.com/StockSnap

Awal Juli merupakan saat yang menyebalkan bagi saya. Kenapa? Karena setelah laptop saya rusak di awal Februari lalu, menyusul di awal Juli, smartphone saya juga ikut-ikutan rusak.

Akibatnya, saya tidak bisa berbisnis online dan menulis. Untuk mengajar les privat, saya masih bisa menjalankan, karena masih mengandalkan pertemuan tatap muka. One by one student.

Tapi untuk berbisnis online dan menulis di blog, saya tidak mungkin melakukannya.

Sempat bingung mau ngapain saat malam tiba atau saat ada waktu luang di pagi dan siang hari. 

Sampai pada suatu titik, saya memutuskan untuk kembali ke kertas dan pulpen. Kembali ke cara di saat awal pertama kali saya jatuh cinta pada menulis.

Kembali ke 'cinta' mula-mula

Menuangkan buah pikiran dengan kertas dan pulpen adalah 'cinta' mula-mula saya pada menulis.

Mulai dari kertas biasa, lalu buku-buku kecil seukuran saku, kemudian buku tulis, sampai buku jurnal yang cukup mahal harganya menurut pendapat saya, sudah pernah saya coba semua.

Karena laptop dan smartphone menyuguhkan kecepatan dan fleksibilitas pemakaian, hati saya berpindah. Terkadang masih menulis di kertas, namun intensitasnya tidak banyak.

Lumpuhnya kedua gawai saya dan tak bisa diperbaiki lagi, menyebabkan hati saya harus kembali.

Saya harus berpisah dengan laptop yang sudah 13 tahun menemani dan smartphone yang 'baru' tiga tahun menyertai.

Keduanya sudah mewarnai kehidupan produktivitas saya dalam mengajar, menulis, mengunggah video gitaran saya ke YouTube, berbisnis online, dan lain sebagainya.

Tatkala mereka berdua tiada, saya pun jadi mati rasa dan mati gaya.

Bingung.

Untungnya, kebingungan saya tak berkelanjutan. 

Saya ambil buku jurnal dan pulpen. Mulailah saya menulis di buku jurnal yang sudah cukup lama saya telantarkan.

Saya menulis apa saja yang menjadi unek-unek di hati. Semua saya tuangkan. Tidak ada yang saya tutup-tutupi, karena siapa sih yang tahu isi jurnal saya? Yang tahu hanya saya dan Tuhan. Kecuali kalau buku ini hilang, tercecer di jalan, itu menjadi soal besar.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Di situlah saya berinisiatif untuk memulai kembali, menulis lagi di Kompasiana, setelah cukup lama off, karena fokus berbisnis online.

Sebenarnya di bisnis online pun saya tetap menulis. Tentu saja, menulis untuk kepentingan bisnis dan demi larisnya dagangan. Namun, kesannya memang beda. Menulis di Kompasiana menimbulkan rasa rindu.

Rindu untuk kembali lagi.

Kalau istilahnya orang Samarinda, "Kalau sudah terminum air dari Sungai Mahakam, ke mana pun perginya, pasti akhirnya akan kembali lagi ke Samarinda."

Mungkin seperti itulah kondisi saya. Dulu senang menulis di mari, lalu beralih ke aktivitas lain, namun kembali lagi kemari, karena rindu.

Saya menulis di lembar kertas HVS Folio dengan pulpen atau pensil. Tergantung keadaan hati. Berlembar-lembar tulisan dihasilkan dari gerakan pulpen dan pensil. Herannya, entah hanya perasaan atau memang kenyataan, justru dari tulisan tangan, artikel yang saya tayangkan kebanyakan mendapat predikat Artikel Utama (AU) di bulan-bulan sebelumnya.

Tumpukan kertas hasil tulisan | Dokumentasi Pribadi
Tumpukan kertas hasil tulisan | Dokumentasi Pribadi
Saya tidak pernah menghitung berapa persisnya jumlah tulisan yang menjadi AU. Bagi saya, saya sudah senang diizinkan menulis di mari. Mengenai label, baik Pilihan atau AU, tidak menjadi persoalan bagi saya.

No Label, No Problem.

Saya menulis dan menulis saja. Tak terasa sudah banyak kertas yang saya tulisi.

Nebeng ngetik di netbook teman

Karena sudah banyak tulisan yang dihasilkan, mulai muncul perasaan 'gatal' di hati.

"Kapan aku bisa menayangkan semua tulisan ini?"

Sempat uring-uringan, namun pada akhirnya, saya mendapat bantuan dari teman. Saya boleh nebeng ngetik di netbooknya.

Saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.

Saya menulis artikel yang berhubungan dengan profesi saya sebagai guru bahasa Inggris. Cukup melelahkan mengetik di layar netbook, karena bentangnya tidak selebar layar laptop, dan juga keyboard yang tidak sebesar keyboard laptop.

Butuh waktu lebih dari dua jam untuk mengetik ulang dan merevisi tulisan, karena biasanya, saya mengedit setelah selesai mengetik di laptop. Saya tidak pernah mengedit di kertas. Banyak coretan malah bikin bingung saat mau diketik.

Setelah selesai mengedit, saya cari gambar-gambar yang sesuai, merapikan tampilan, melihat preview sebelum tayang, dan akhirnya, setelah yakin tidak ada typo atau kesalahan ketik, saya klik tombol tayang.

Saya mengucapkan terima kasih pada teman saya tersebut, sebut saja Joko, yang sudah berbaik hati meminjamkan netbooknya untuk saya "siksa" selama lebih dari dua jam nonstop. Demi tayangnya buah pikiran di K.

Sesudah bercakap-cakap selama beberapa menit, saya pun pamit pulang.

Saya tidak membuka Kompasiana selama beberapa hari, namun saat saya kembali minta izin pada sang teman untuk menggunakan kembali netbooknya, saya melihat kalau artikel saya tersebut diberi predikat AU oleh mimin K.

Bagaimana perasaan saya?

Tentu saja senang ^_^.

Ternyata, buah pikiran saya mendapat apresiasi dari pihak K.

Baca juga: 3 "Peralatan Tempur" bagi Pelajar dan Mahasiswa Demi Kemampuan Berbahasa Inggris yang Excellent

Berusaha konsisten menulis

Puji Tuhan, sekarang saya sudah mempunyai smartphone baru. Ada rezeki. Enaknya, dengan smartphone baru ini, saya bisa lebih cepat mengetik. Tidak seperti smartphone saya sebelumnya yang tidak support OTG, smartphone yang baru ini sudah support OTG, sehingga saya bisa menghubungkan smartphone ke keyboard PC dengan bantuan kabel OTG.

Akibatnya?

Ngetik jadi lebih cepat. Sepuluh jari. Bukan sebelas jari; atau kalau di smartphone lawas, hanya pakai satu jari telunjuk kanan saja untuk mengetik. Lambat. Makanya saya tidak leluasa menayangkan artikel baru setiap hari.

Mudah-mudahan, dengan adanya kemudahan yang terdapat pada ponsel pintar yang saya punya saat ini (berharap yang punya juga tambah pintar, tidak kalah sama sang ponsel ^_^),  saya bisa konsisten menulis. Tidak terbatas di K saja, namun juga di media-media online lainnya.

Jadi, seandainya ada persoalan, situasi, dimana smartphone tidak berfungsi, menulis tetap jalan terus. Kertas dan pulpen menjadi solusi. Setelah selesai menulis, baru mengetik di laptop teman atau saudara.

Jadi tidak ada alasan untuk tidak menulis karena ketiadaan gawai.

Kembali ke kertas dan pulpen? Kenapa tidak?

"Jangan menjadikan ketiadaan gawai sebagai  alasan untuk tidak menulis. Gunakan yang ada, seperti kertas dan pulpen. Yang mahal itu ide, bukan alat menulisnya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun