Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sudah Kelas 6 SD, Anak Masih Belum Lancar Membaca, Apa Sebabnya?

24 Maret 2020   07:44 Diperbarui: 24 Maret 2020   07:49 728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Setengah lancar, setengah tidak..."

Jawaban ini keluar dari mulut salah seorang guru, sebut saja Pak Doni, di salah satu SD Negeri di Samarinda. 

Kebetulan saya ada keperluan dengan Bu Santi (bukan nama sebenarnya), guru di SD tersebut. Saya menunggu di perpustakaan, karena Bu Santi sedang ada urusan sebentar di luar sekolah. 

Waktu menunggu itulah, saya melihat dan mendengarkan ujian praktek Bahasa Indonesia. Satu demi satu anak kelas enam SD duduk di kursi sebelah Pak Doni, lalu anak-anak tersebut membaca beberapa kalimat yang ada di atas kertas. 

Setelah selesai menguji, Pak Doni mendesah, sambil geleng-geleng kepala. Dia kelihatan kesal. 

"Capek, Pak?" tanya saya sambil membaca surat kabar yang ada di perpustakaan tersebut.

"Ah, tidak, Pak. Hanya sedikit kesal saja," jawab Pak Doni sambil membenahi buku-bukunya. 

"Kesal kenapa, Pak?"

"Ini. Anak-anak ini sudah kelas enam. Seharusnya mereka lancar dalam membaca. Nyatanya, kemampuan mereka memprihatinkan. Ada sih yang lancar; tapi kebanyakan tidak; dan ada juga yang setengah lancar, setengah tidak."

"Maksudnya setengah lancar, setengah tidak itu yang bagaimana, Pak?" Saya bertanya. Istilah yang unik, pikir saya dalam hati.

"Maksudnya, kemampuan mereka ini ada di tengah-tengah, Pak. Saat menemui bacaan yang pernah mereka baca, mereka ngebut membacanya. Ingin cepat selesai, tapi mereka 'menambahkan' satu atau dua kata sebagai 'bonus'. Misal, 'Kami berenang di kolam renang Gelora'. Mereka menambahkan satu kata di belakang seperti 'Kami berenang di kolam renang Gelora Mahakam. Kata yang tidak ada jadi ada. Kan aneh!

"Yang setengah tidak, misalnya 'Budi sudah makan nasi goreng'. Mereka membacanya 'Budi makan nasi goreng'. Mereka kasih 'diskon'. Satu kata hilang di kalimat tersebut."

Apa sebabnya anak masih belum lancar membaca? 

Sebagai guru selama dua puluh tahun lebih, kelancaran membaca dari generasi ke generasi, sepengamatan saya, semakin menurun. Seharusnya, seiring meningkatnya teknologi, semakin lancar pula anak membaca. Ini malah bertolak belakang. 

Mungkin Anda tidak sepaham dengan saya, namun saya menganalisa kecenderungan penurunan kelancaran membaca dari generasi ke generasi disebabkan oleh tiga hal. 

1. Tidak suka membaca

Saya jarang sekali melihat keluarga-keluarga yang mempunyai kesukaan akan membaca buku. 

Mahalnya harga buku, saya rasa, adalah salah satu faktor pemicu. Belum lagi tingkat sosial ekonomi keluarga, serta tingkat pendidikan orangtua juga menentukan kesadaran akan pentingnya membaca buku (meskipun ada juga orangtua murid saya dulu, yang meskipun cuma lulusan SD dan berprofesi sebagai penjual gorengan di saat malam hari, tapi sangat menanamkan kecintaan membaca buku bagi anak mereka. Salut sekali pada mereka).

2. Menghabiskan waktu dengan menonton TV dan Youtube 

Karena tidak membaca, anak-anak ini kebanyakan menghabiskan waktu dengan menonton TV, khususnya mayoritas anak-anak dari keluarga dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah yang tidak begitu mampu membeli smartphone yang bisa internetan. Kalaupun bisa membeli smartphone, membeli kuota internet tidak menjadi prioritas. 

"Lebih baik buat beli beras, Pak," kata Bu Rina (nama samaran), yang suaminya bekerja sebagai kuli bangunan. 

TV, dengan adanya TV kabel, memanjakan mata dan keinginan anak-anak itu, untuk bersantai dan tidak melakukan apa-apa. "Ada hiburan. Stress belajar terus," kata Roy, bukan nama sebenarnya, siswa kelas enam, murid Pak Doni, yang sempat saya tanya perihal kesukaannya menonton TV. 

Kalau menonton program TV seperti National Geographic atau Animal Planet sih bagus. Sayangnya, malah program TV yang alay nan lebay yang malah mereka tonton. 

Yang tingkat ekonomi menengah ke atas beralih matanya ke Youtube, channel tontonan milyaran atau mungkin triliunan manusia. Kalau menonton video yang menambah dan meningkatkan keterampilan sih bagus, seperti video bagaimana cara memasak sayur bening; 3 langkah mudah bisa berbahasa Inggris dalam waktu 30 hari; atau rahasia mencapai profit ratusan juta dari Instagram. 

Sayangnya, kebanyakan anak yang saya lihat, mereka menonton video-video hiburan kosong semata atau video tentang cara memecahkan halangan di game online yang mereka sedang mainkan, yang tidak ada sangkut pautnya dengan pengembangan diri mereka ke depan. 

3. Menghabiskan waktu dengan main game online 

Game online. Ibarat candu yang memabukkan. Bisa lupa waktu sampai lupa istri dan anak (saya punya teman yang saudaranya sampai cerai dengan suami gara-gara sang suami, setelah pulang dari kerja, main game online sampai subuh. Istri dan anak tak dihiraukan).

Kebanyakan orangtua sekarang ini terlalu membebaskan anak untuk bermain game online. "Kalau kami tidak kasih, mereka merajuk. Ribut. Tidak mau makan. Tidak mau sekolah," dalih Bu Lia, bukan nama sebenarnya, salah satu kenalan saya. 

Mereka tidak sadar. Sekali kecanduan game online, anak akan susah melepaskan diri dari kecanduan tersebut.

Bagaimana supaya anak lancar membaca?

Lancar membaca bukan bakat, tapi keterampilan, jadi kita bisa melatihnya. 

Ada langkah-langkah yang bisa ditempuh supaya anak lancar membaca. 

1. Tanamkan budaya baca di rumah

Sumber Gambar : blog.readingeggs.com
Sumber Gambar : blog.readingeggs.com
Budaya baca sudah seharusnya dipunyai kalau ingin anak lancar membaca. Tanamkan sejak dini di rumah. Dengan begitu, Anda tidak perlu menyuruh atau memaksa anak untuk suka membaca. Karena anak melihat orangtua dan saudara-saudaranya gemar membaca, anak pun akan gemar membaca pula. 

Selain itu, cara lain untuk menumbuhkan budaya baca adalah dengan membuat perpustakaan keluarga yang mempunyai buku-buku yang beragam, mulai dari buku cerita, kumpulan puisi, buku ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Ayah dan ibu memberikan contoh dengan menyediakan waktu khusus membaca di sore hari selama 30 menit dari jam empat sampai jam empat tiga puluh; atau di malam hari selama satu jam, dari jam tujuh sampai jam delapan misalnya, dengan tujuan untuk menanamkan disiplin membaca setiap hari. 

Bisa juga dengan menempatkan buku di beberapa ruangan, seperti di ruang tamu, ruang tidur, dan ruang keluarga. Dengan begitu, memudahkan anak untuk mengambil buku dan membacanya di mana pun dan kapan pun.

Saya suka membaca karena di saat masa kecil dan remaja, saya "dikelilingi" buku di rumah. Banyak koleksi buku di rak-rak, mulai dari komik sampai novel, dari majalah sampai buku setebal batu bata. Orangtua dan saudara juga mempunyai minat baca yang besar. Kalau ayah dan ibu bepergian ke luar kota, oleh-olehnya pasti buku cerita, seperti komik, novel, dan sebagainya.

Padahal ayah dan ibu saya cuma lulusan SMP. 

2. Batasi waktu menonton TV

Sumber Gambar : www.verywellfamily.com
Sumber Gambar : www.verywellfamily.com
Kebanyakan acara TV, seperti sudah kita ketahui, lebih banyak "jelek"-nya daripada "bagus"-nya. Selain itu, budaya baca tidak akan terealisasi jika budaya mager dan nonton TV tetap terpelihara. 

Lebih baik matikan TV dan baca buku sebagai pengganti kegiatan menonton. Atau jadwalkan kegiatan harian anak, misalnya menonton TV dari jam empat sampai jam empat tiga puluh, lalu bermain, entah itu sepakbola, bulutangkis, atau olahraga lainnya, lalu waktu membaca bersama pada jam 17.45 sampai 18.00, kemudian malamnya, setelah makan malam, belajar dari jam tujuh sampai jam sembilan.

Disiplin, demi kemajuan anak. 

3. Batasi waktu penggunaan gawai

Sumber Gambar : www.ezzensials.com
Sumber Gambar : www.ezzensials.com

Gawai, baik itu laptop maupun smartphone, bisa menjadi candu bagi anak, jika tidak dibatasi penggunaannya. 

Ada dua contoh dari orangtua murid yang menerapkan disiplin penggunaan gawai. Orangtua dari Anisa (bukan nama sebenarnya) melarang Anisa menggunakan gawai dari hari Senin sampai Jumat. Anisa bisa bermain di gawai hanya di akhir pekan, yaitu Sabtu dan Minggu. Itu pun hanya dua jam di Sabtu dan dua jam di Minggu. Begitu pula dengan David (nama samaran). Orangtua David menerapkan aturan yang sama. Anisa dan David adalah murid-murid les saya yang sekarang berada di kelas enam SD. 

Hasil? 

Anisa dan David menjadi anak-anak yang sopan, rajin, dan punya prestasi gemilang di sekolah. 

Sebaliknya anak-anak yang terpapar berlebihan dengan game online, perilaku kebanyakan anak-anak tersebut adalah tidak sopan; malas; dan punya prestasi menyedihkan di sekolah. 

* * *

Demikianlah masukan dari saya untuk Anda semua; para orangtua; Bapak dan Ibu; dengan tujuan supaya anak-anak kita menjadi lancar membaca, demi masa depan mereka yang gemilang nantinya. 

Kita semua berdoa, semoga Covid-19 segera berakhir, sehingga kita bisa bekerja normal kembali dan anak-anak kita bisa belajar kembali di sekolah demi meraih impian mereka. 

Selama masa isolasi diri, tetaplah tanamkan disiplin belajar pada anak, karena saat sekaranglah bagi Anda, orangtua, untuk mendidik putra-putri tercinta lebih lagi, supaya Anda semua bisa menyadari bahwa mendidik itu bukan monopoli sekolah dan guru, tapi tugas utama orangtua.

Tetap sabar dalam mendidik anak-anak Anda. Memang tidak mudah, namun disiplin perlu Anda tanamkan demi masa depan anak yang cemerlang kelak. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun