Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hati-hati dengan Anjal di Lampu Merah!

8 Agustus 2019   09:38 Diperbarui: 8 Agustus 2019   09:40 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menulis artikel ini, bukan untuk menjelek-jelekkan anak jalanan atau yang biasa disebut anjal. Pasti ada juga beberapa anjal yang baik. 

Meskipun begitu, kita perlu waspada. Hati-hati. Karena, mungkin saja si anjal itu anak baik-baik, tapi dia dimanfaatkan oleh oknum preman untuk mendapatkan uang, hasil belas kasihan orang lain. 

Pada hari Selasa siang, 6 Agustus 2019, sekitar pukul 14.30 WITA, saya mengendarai sepeda motor saya, menuju rumah murid les privat di Jalan Asri (bukan nama jalan sebenarnya). Karena jarak cukup jauh, saya berangkat setengah jam sebelumnya, supaya tidak terlambat. Jam 3 lesnya dimulai. 

Rute tidak selalu sama setiap kali menuju ke rumah murid saya tersebut. Terkadang, saya mengambil rute A; besoknya mungkin rute B. Tergantung dari perkiraan saya akan kepadatan lalu lintas di kedua rute tersebut pada sekitaran jam itu. 

Nah, pada tanggal 6 Agustus 2019 tadi, saya mengambil rute B, karena kebetulan saya harus mengambil tas saya di tempat reparasi tas di Jalan Pelangi (Jalan samaran). Untuk mencapai tempat reparasi tersebut, saya harus melewati area perempatan yang ada lampu lalu lintasnya, yang akan kita persingkat saja sebutannya sebagai lampu merah. 

Di rute A tidak ada anjal. Paling yang ada hanya orang-orang yang meminta sumbangan untuk korban kebakaran, banjir, panti asuhan, atau yang lainnya. 

Mungkin karena ada pos polisi di rute A, aturan dalam berkendara dan larangan adanya anjal di perempatan rute A, sehingga peraturan tertib berlalu lintas dan disiplin bisa dijalankan dengan mulus. 

Di rute B, mungkin karena tidak ada pengawasan yang ketat, anjal berkeliaran. Ada yang membersihkan kaca mobil dengan kemoceng (padahal mobil sudah bersih, dan si anjal hanya mengibas-ngibaskan kemoceng dengan sekenanya, lalu menunggu di depan kaca mobil pengemudi yang tertutup, terkesan memaksa pengemudi untuk memberi imbalan. 

Si pengemudi mobil ada yang cuek, ada juga yang memberikan uang. Yang memberikan uang mungkin takut mobilnya digores pisau, dirusak, atau bannya digembosi). 

Ada juga anjal pengamen yang bermodalkan kecrek-kecrek atau ukulele dengan tuning yang tak jelas, dan nada yang dinyanyikan tidak sinkron dengan genjrengan ukulele. 

Ada juga yang mendatangi dan menampakkan wajah memelas sambil menadahkan tangan, meminta sedekah. 

Nah, anjal yang satu ini berbeda. 

"Om, boleh nebeng, Om? Saya mau pulang ke Jalan Garuda (bukan nama jalan sebenarnya). Gak ada duit buat pulang, Om."

Waktu itu, saya memakai kaca helm yang tidak tembus pandang. Memang saya biasa menurunkan kaca helm di saat siang untuk melindungi wajah dari sengatan sinar matahari, debu yang beterbangan, dan terkadang pasir atau kerikil yang 'melayang' kalau ada truk-truk besar yang melintas.

Saya menatap anjal itu melalui kaca helm, lalu mengibaskan tangan, tanpa bersuara lewat mulut, menandakan saya tidak bersedia mengantarnya. 

Di sebelah kiri dari si anjal, tidak terlalu jauh, ada anjal yang lebih besar perawakannya. Gerak-geriknya mencurigakan. 

Karena saya menolak, si anjal kecil ini beralih ke pengendara sepeda motor di depan saya. 

Seandainya saya bersedia ....

Mengingat peristiwa itu, saya bersyukur, karena Tuhan masih menyertai, memberikan hikmat. Meskipun belum tentu anjal kecil itu berbohong, namun saya teringat pada postingan beberapa waktu yang lalu di media sosial Facebook dan juga broadcast di Whatsapp tentang modus operandi kejahatan yang melibatkan anjal. 

Pertama, si anjal memanfaatkan wajah memelasnya, membujuk korban untuk mengantarkannya pulang ke rumah, karena si anjal mengaku tidak punya ongkos pulang untuk membayar angkot.

Kedua, korban bersedia, anjal duduk di boncengan, dan tanpa setahu korban, konco si anjal membuntuti di belakang dengan sepeda motor. 

Ketiga, konco si anjal menyalip dan menghentikan sepeda motor korban di tempat sepi yang sudah direncanakan. Dengan leluasa, anjal dan konco merebut tas korban yang berisi hp, sejumlah uang, dan lain-lain, kemudian mereka berlalu, meninggalkan korban tanpa mencederai. 

Itu kemungkinan yang terjadi. 

Kemungkinan lainnya untuk poin ketiga : 

1. konco si anjal merebut sepeda motor korban, dan meninggalkan korban. Dompet dan sepeda motor pun melayang.

2, Hilang harta, sepeda motor, dan jiwa korban juga ikut melayang

Bagaimana Mengantisipasi? 

Seandainya Anda mengendarai sepeda motor seperti saya, Anda lebih rentan terpapar bahaya daripada yang mengemudikan mobil. Kenapa? Karena Anda berada di area terbuka, dan otomatis berada dalam posisi tidak aman. Berbeda kalau Anda berada di dalam mobil. Kemungkinan terburuk adalah mobil Anda dicoret, digoret dengan pisau atau cutter, atau bannya digembosi.

Meskipun begitu, baik pengendara kendaraan bermotor roda dua dan empat, Anda semua harus tetap waspada.

Lalu bagaimana untuk mengantisipasi, berjaga-jaga apabila menemui anjal di lampu merah?

1. Jangan tertipu dengan perkataan anjal, jangan timbul rasa belas kasihan, karena Anda tak mengenalnya

Bukan berarti Anda tidak mempunyai rasa belas kasihan, namun sewaktu Anda berada di jalan, banyak hal bisa terjadi. Hal buruk bisa terjadi. 

Seperti halnya pengalaman saya. 

Si anjal cilik memasang tampang memelas dan perkataan yang keluar nyaris tanpa tenaga.

Kalau seandainya saya tidak biasa 'menajamkan' pikiran saya (dengan membaca, menulis, membaca kitab suci, berdoa, dll) dan seandainya saya tidak melihat gerak-gerik temannya yang mencurigakan, mungkin saya tertipu.

Sewaktu Anda di lampu merah, biasanya, karena faktor terburu-buru, atau bosan menunggu, pikiran logis bisa buyar. 

Jangan timbul rasa belas kasihan. Jangan tergoda untuk memberikan tumpangan kepada si anjal, karena Anda tak mengenalnya. 

Seandainya Anda membutuhkan suatu produk tertentu, dan ada dua orang yang menjual produk yang Anda butuhkan. Orang pertama adalah orang asing yang tidak Anda kenal, dan orang kedua adalah teman SMA Anda dulu yang Anda sudah kenal akrab. Pertanyaannya : Anda membeli produk tersebut dari orang asing yang tidak Anda kenal atau dari teman SMA yang Anda sudah kenal akrab?

Bisa dipastikan, Anda akan membeli dari teman SMA Anda, karena Anda mengenalnya, Anda percaya padanya.

Dalam kasus anjal ini, Anda tidak mengenalnya. Jadi jangan hiraukan perkataan si anjal. Jangan turuti apa maunya. Kemungkinan ada niat buruk dari si anjal atau dari orang yang memanfaatkan anjal tersebut.

2. Jangan menatap mata si anjal

Tiadanya kontak mata terkadang diidentikkan dengan ketidaksopanan atau kurangnya etika dalam berkomunikasi.

Namun, dalam hal ini, memalingkan mata dari tatapan anjal adalah hal teraman yang bisa Anda lakukan. Untuk mencegah terjadinya hipnotis. Cukup memantau dari sudut mata saja.

"Ah, takut hipnotis berarti iman percayanya kurang."

Ada salah satu teman, sebut saja Dino, berkata seperti itu.

Ya, terserah apa kata orang, namun kan lebih baik mencegah daripada mengobati. 

Kalau Anda mempunyai kaca helm yang ada visor atau kaca helm yang tidak tembus pandang, lebih baik Anda kenakan. Dengan begitu, si anjal tidak tahu kalau sebenarnya Anda tidak memandang matanya, dan terutama dia tidak tahu wajah Anda.

3. Sedapat mungkin hindari kontak fisik dan bekali diri dengan semprotan merica untuk melindungi diri atau sedikit pengetahuan tentang bela diri 

Usahakan jaga jarak, jangan sampai terjadi kontak fisik, semisal si anjal menyentuh Anda di lengan, siku, atau menyentuh jaket yang Anda kenakan. Selain ada kemungkinan mempunyai niat tidak baik, juga ada kemungkinan terkena hipnotis lewat sentuhan.

"Ah, kamu terlalu paranoid, sampai segitunya," kata Santi (nama samaran), salah seorang rekan guru.

Lebih baik mencegah daripada mengobati. Jangankan orang lain, saudara sendiri saja bisa "menikam dari belakang" kalau menyangkut soal uang hasil usaha.

Kalau memungkinkan, bekali diri dengan semprotan merica yang bisa Anda beli di marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak, atau Shopee (saya tidak berafiliasi dengan ketiga marketplace ini ya ^_^) atau mengetahui sedikit tentang bela diri. Mau belajar bela diri dengan lebih mendalam juga ada baiknya, dengan begitu bisa membela diri kapan pun dan dimana pun.

Selalu Jaga Kewaspadaan

Selalu jaga kewaspadaan Anda. Bukan hanya di lampu merah, tapi dimana pun Anda berada. Karena yang namanya bahaya, mengintai di mana-mana, bahkan di rumah sekalipun.

Orang-orang yang Anda temui tidak semuanya tulus pada Anda, jadi jangan percaya 100 persen pada apa yang mereka katakan, dan apa yang mereka lakukan untuk Anda.

Kiranya tulisan saya kali ini bisa memberikan peringatan bahwa keselamatan diri adalah tanggung jawab diri masing-masing. Jadi jagalah tubuh dan jiwa yang Tuhan sudah beri dengan segenap hati.

Waspadalah!

"Keselamatan diri adalah tanggung jawab diri masing-masing." 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun