Mens sana in corpore sano
Saya percaya banyak dari Anda tahu akan makna istilah ini, apalagi kalau mendekati pesta olahraga akbar seperti Pekan Olahraga Nasional (PON), SEA Games, Asian Games, sampai Olimpiade, bakal sering ketemu istilah ini di mana-mana, baik itu di baliho tepi jalan; di media cetak, seperti surat kabar dan majalah; media elektronik, seperti radio dan televisi; sampai media daring, seperti media sosial dan blog.
Di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat.
Sungguh sangat mengena.
Namun apabila di balik, apakah mempunyai makna yang sama?
"Belum tentu jika tubuhnya kuat, jiwanya juga sehat. Tuh, orang gila yang biasanya lari di daerah Jalan A. Tubuhnya kuat, tapi dia gila, tidak sehat jiwanya. Tapi, kalau jiwanya sehat, pasti tubuhnya juga kuat," kata Bu Mirna (nama samaran), salah seorang teman, memberi argumen.
Namun, beberapa hari kemudian, Bu Mirna jatuh sakit. Maag dan radang lambung akut. Begitu yang saya dengar dari beberapa teman yang sempat membesuk beliau di rumah sakit.
Bu Mirna muncul tiga minggu kemudian, di ibadah keluarga yang rutin diadakan setiap hari Kamis.
Wajah masih pucat, jalan masih gontai, suara terdengar sendu.Â
Begitulah kondisi beliau. Sebenarnya masih belum pulih seratus persen, tapi beliau memaksakan diri untuk ikut ibadah, karena hampir sebulan tidak hadir.
Dan apa yang dibicarakan oleh beliau adalah tentang pergumulannya dengan penyakit yang mendera tubuh, mengambinghitamkan tekanan pekerjaan yang dia dapatkan.
Hidup yang Berkualitas itu Perlu Diperjuangkan
Ya, memang tidak selamanya kalau tubuh kuat, berarti jiwa juga sehat. Ada orang-orang gila yang menjadi bukti bahwa terkadang istilah di atas tidak selamanya benar. Namun, membalik istilah, dalam hal ini, "jiwa sehat, pasti tubuh kuat", jelas ini tidak bisa dilakukan.
"Lho, kan tubuh kuat, jiwa pasti sehat. Masa tidak bisa dibalik? Kan sama saja!"
Mungkin ada yang berpendapat seperti itu ^_^.
Yah, saya tidak ingin berargumentasi, beradu urat leher dengan yang mau membolak balik istilah.
Yang jelas, menurut pemahaman saya, keduanya harus seimbang. Tubuh harus kuat, jiwa harus sehat. Tidak boleh hanya salah satu saja yang "berat". Tidak boleh berat sebelah. Untuk mencapai tubuh yang kuat, tubuh pun harus dilatih supaya kuat; untuk menggapai jiwa yang sehat, jiwa pun harus dikelola agar sehat.
Dengan tubuh yang kuat dan jiwa yang sehat, panjang umur jadi berkualitas.
Mau panjang umur, tapi sakit-sakitan?
Mau usia sampai 100 tahun, tapi tidak punya tangan dan kaki? Imbas dari penyakit kencing manis, dari luka kecil berakibat fatal, luka tak bisa kering dan menyebar, kaki dan tangan membusuk, dan sebagai akibat akhirnya, kaki dan tangan diamputasi, dan selebihnya hanya bisa terbaring di tempat tidur seumur hidup. Itu yang Anda mau?
Mau makan sesuatu, tapi karena pantangan, maka tak boleh makan makanan tersebut?
Tentu saja hidup jadi menyedihkan, bukan menyenangkan.
Sejauh yang saya lihat, dari berbagai pengalaman, baik dari pengalaman hidup diri sendiri, maupun dari pengalaman hidup orang lain; atau dari membaca banyak sumber, baik dari buku atau internet; saya menyimpulkan ada tiga rahasia yang menyebabkan hidup panjang umur nan berkualitas.
Apa saja tiga rahasia tersebut?
1. Olahraga Teratur
Banyak orang tahu pentingnya berolahraga, menjadikan tubuh kuat, namun sayangnya pengetahuan akan manfaat olahraga bagi tubuh hanya bersarang di otak, tapi kenyataannya tidak berolahraga dalam kehidupan sehari-hari.
Alasan-alasan yang dikemukakan bervariasi.
"Tidak sempat. Saya kerja dari pagi jam delapan sampai jam lima. Sampai di rumah jam enam lewat. Sehabis itu, masih menemani anak belajar. Mana sempat olahraga!"
"Saya suka olahraga kompetisi dan rame-rame, seperti bulutangkis atau basket. Kalau orangnya gak banyak, ya gak bisa dilakukan."
"Saya penyakitan gini. Olahraga juga gak ada gunanya."
Dan masih banyak alasan lain.
Kalau masih ada alasan tidak ada waktu, mau olahraga kalau ada temannya, atau pasrah dengan penyakit yang ada, bagaimana tubuh bisa kuat?
Saya sendiri punya penyakit. Analisa medis menyebutkan, penyakit saya tidak bisa disembuhkan. Namun saya tetap berolahraga. Tentu saja setelah berkonsultasi pada dokter perihal olahraga yang tepat sesuai dengan kondisi tubuh saya. Empat sampai lima hari dalam seminggu. Lari di sore hari. Terkadang di pagi hari, kalau di sore hari harus mengajar les.Â
Saya memilih lari, karena saya tidak suka bergantung pada orang lain. Bukan berarti saya tak suka main bulutangkis atau basket, namun juga karena profesi sebagai guru bahasa Inggris.
Saya punya kegiatan mengajar yang padat. Mengajar dari pagi sampai malam hari.
Kok sempat olahraga?Â
Karena saya menyediakan waktu. 30 menit dalam sehari; 4 sampai 5 hari dalam seminggu. Cukup untuk menjaga kondisi tubuh saya tetap kuat.
Sediakan waktu untuk berolahraga. Demi tubuh yang kuat. Tubuh tidak akan kuat dengan sendirinya kalau kita tidak melatih tubuh dengan berolahraga.Â
2. Makan Makanan yang Bergizi dan Teratur
"Kok masih tubuh lagi?"
Mungkin ada yang berpendapat begitu ^_^.
Ibarat kata, kalau olahraga adalah output, maka harus ada input, asupan untuk badan, supaya semua organ berfungsi dengan baik dan maksimal.Â
Mengkonsumsi makanan yang bergizi; 4 sehat, 5 sempurna; adalah keniscayaan.Â
Salah mengkonsumsi, akan berakibat fatal.Â
Saya punya kenalan. Bu Lina, sebut saja begitu, mempunyai anak laki-laki yang baru berumur 13 tahun, tapi sudah terkena gagal ginjal. Padahal si anak tersebut aktif di klub bulutangkis.Â
Kok bisa?Â
Masalahnya adalah si anak mengabaikan sarapan pagi, dan sebagai pengganti, dia mengonsumsi minuman penambah tenaga yang biasa dijual bebas di berbagai toko dan warung.Â
Apakah tidak boleh mengonsumsi minuman penambah tenaga? Tentu saja boleh, namun harus memperhatikan kapan meminumnya dan efek samping yang akan diperoleh kalau terlalu sering mengonsumsinya.Â
Lebih baik makan makanan dan minum minuman yang alami. Dan juga teratur. Pagi makan jam berapa, siang jam berapa, dan malam jam berapa. Di sela-selanya, boleh mengkonsumsi camilan-camilan ringan, yaitu buah dan sayuran, semisal pisang atau apel. Gorengan? Not recommended ^_^.
3. Berpikir positif
Untuk yang satu ini, tentu saja juga tak boleh sembarangan, meskipun pada kenyataan, apa yang dilihat, didengar, dan diucapkan sangat bertolak belakang.Â
Suka menonton acara infotainment yang tak penting?Â
Sering mendengar gosip seputar kejelekan rekan kerja?Â
Gemar menggunjingkan kekurangan orang lain; dan selalu mengulang-ulang, memperkatakan masa silam kelam yang sudah lewat bertahun-tahun yang lalu?
Alih-alih seperti itu, kenapa tidak menyediakan banyak waktu untuk beribadah, membaca kitab suci, membaca buku-buku motivasi, mengikuti kegiatan sosial, aktif di klub menulis (sangat recommended ^_^), dan aktivitas positif lainnya?Â
Niscaya, dari aktivitas-aktivitas positif tersebut akan menumbuhkan pikiran positif, yang akan membuat hidup panjang umur nan berkualitas.Â
Jangan Cuma Bicara, Lakukan Segera
"Ah, itu sih bukan rahasia."
Ada salah seorang teman, sebut saja Koko, berkata begitu.
Memang bukan rahasia. Semua orang sudah tahu. Ini rahasia umum. Namun, di antara sekian orang yang sudah tahu, berapa banyak yang sudah menerapkan ketiga rahasia ini dalam kehidupan sehari-hari?Â
Cukuplah dijawab dalam hati.Â
Mudah-mudahan Anda yang membaca sekarang bukan termasuk yang hanya bicara, tapi tidak bertindak ^_^.
Tapi kalau seandainya iya, cuma No Action, Talk Only a.k.a. NATO, bertobatlah ^_^.Â
Jangan cuma bicara, Lakukan tiga rahasia ini segera.
Demi panjang umur yang berkualitas.
"Olahraga teratur, Makan makanan yang bergizi dan teratur, dan Berpikir positif, adalah tiga rahasia panjang umur yang berkualitas."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H