Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Apakah Ada Hubungan antara Status Mahasiswa Kupu-kupu dan Karier di Masa Depan?

13 Juni 2019   02:33 Diperbarui: 13 Juni 2019   19:30 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahasiswa (Sumber Gambar: hastagcampuscom.files.wordpress.com)

"Baru lulus PNS, langsung jadi guru. Mana ada pengalaman!"

Komentar sinis dari salah seorang konco, sebut saja Tedi, ada benarnya, tapi ada juga tidak benarnya. 

Kenapa? 

Kalau si guru baru yang masih fresh graduate tak pernah mengajar di esde sebelumnya, tentu saja, perlu adaptasi terlebih dahulu. 

Dan itu butuh waktu yang tidak sebentar. 

Menurut pengalaman saya, butuh waktu paling tidak satu, dua, atau tiga tahun, untuk menguasai "medan pertempuran".

Tapi kalau sebelumnya dia sudah punya pengalaman mengajar, tentu tidak akan menimbulkan masalah baginya.

Berbeda dengan guru honorer, yang biasanya ditanya oleh kepala sekolah negeri maupun swasta sebelum diterima, khususnya yang menyangkut pengalaman mengajar yang dipunyai; kalau aparatur sipil negara atau asn yang baru lulus, biasanya cuma lulus tes tertulis atau kalau sekarang tesnya menggunakan sistem Computer Assisted Test (CAT).

Tidak diketahui apakah punya kompetensi mengajar atau tidak. 

Itu sepengetahuan saya ya. Koreksi saya jika saya keliru tentang itu ^_^. 

Namun memang pengalaman yang menjadi dilema. 

Kecenderungan lulus tes tertulis, tapi tidak punya kemampuan, tidak ada pengalaman mengajar sama sekali. 

Jangan cuma belajar, jangan cuma jadi kutu buku doang

Mumpung masih muda, carilah pengalaman sebanyak-banyaknya.

"Tapi orangtua saya ingin saya fokus kuliah. Jangan disambi sama kerja, atau kegiatan kemahasiswaan. Nanti kuliah terbengkalai."

Ini pernah diungkapkan oleh salah satu mantan murid saya, sebut saja Donna, yang hanya jadi mahasiswi kupu-kupu, yaitu singkatan dari kuliah-pulang-kuliah-pulang.

Memang ada enaknya kalau fokus. Cuma kuliah. Tidak dipusingkan dengan kerjaan. 

Namun nanti kalau sudah jadi sarjana, tidak langsung lulus ujian PNS. Itu pun kalau ada penerimaan. Kalau di perusahaan? Berbagai perusahaan pasti menginginkan calon pegawai yang sudah berpengalaman, minimal 3 tahun, sesuai jabatan yang tersedia.

Lalu bagaimana kalau begitu?

Yah, kalau menurut saya, carilah pengalaman sebanyak-banyaknya, jangan hanya jadi mahasiswa atau mahasiswi kupu-kupu, karena sekarang ini sudah terlalu banyak sarjana yang tidak siap kerja, karena di perkuliahan, terlalu banyak teori, praktek malah sangat kurang, sehingga mereka tidak siap dalam bekerja di lapangan kerja yang sebenarnya (saya pernah menulis artikel tentang guru bahasa inggris yang nilainya tinggi, tapi ternyata jeblok waktu dihadapkan dengan ujian mengajar. Anda bisa membacanya di sini).

Ada 3 hal yang Anda perlu lakukan sebelum meraih gelar sarjana, kalau mau mendapat karir yang gemilang di masa depan

1. Cari pekerjaan sesuai jurusan, sebelum jadi sarjana

"Lho, kok bekerja? Kuliahnya bisa keteteran dong?"

Sebenarnya, Anda bisa menjalani kuliah sambil bekerja, jika dapat mengelola, mengatur waktu dengan baik.

Teman-teman saya yang dulu kuliah sambil bekerja, mereka bisa mengatur waktu mereka dengan baik. Mereka bisa mengelola waktu belajar, kuliah, bekerja, dan rekreasi dengan seimbang. Mereka lebih menghargai waktu. Mereka tidak membuang waktu dengan percuma.

Memang ada beberapa teman yang tidak bisa mengelola waktu, namun sebenarnya, kalau toh fokus kuliah, belum tentu bisa mengelola waktu dengan baik, malah kemungkinan, bisa membuang waktu percuma dengan menonton tv atau ngobrol ngalor-ngidul dengan teman tanpa kenal waktu.

Bekerja sebagai guru bahasa Inggris di esde. Itu yang saya lakukan dulu (tak perlu saya sebut tahun berapa ya, nanti ketahuan tuanya ^_^).

Kenapa saya melamar di esde? Karena saya kuliah di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, sehingga otomatis, profesi sebagai guru bahasa Inggris di esde sangatlah menunjang studi saya di universitas. Selain itu, karena keengganan mahasiswa prodi Pendidikan Bahasa Inggris untuk mengajar bahasa Inggris di esde. Alasan? Honornya kecil ^_^.

Bagi saya, apalagi dengan tiadanya gelar sarjana, bisa diterima bekerja saja sudah bersyukur. Masalah honor, bisa mencari sambilan lain.

Saya juga melamar ke salah satu kursus Bahasa Inggris di Samarinda. Saya diterima sebagai instruktur.

Sebenarnya saya mengatakan kepada banyak orang, kalau saya bekerja sambil kuliah, bukan sebaliknya, kuliah sambil bekerja.

Kenapa bisa begitu?

Karena, pada waktu itu, saya memutuskan ingin mandiri, jadi saya ingin indekos, hidup mandiri, tidak di rumah saudara perempuan saya.

Orangtua sempat menentang, namun saya memberikan pengertian dan ilustrasi. Saya bilang ke ibu saya, "Anak macan tidak bisa jadi macan dewasa, kalau tetap ikut dengan orangtua atau keluarganya".

Jadi kalau saya tidak bekerja, tentu saja, saya tidak akan bisa membayar uang indekos dan juga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seperti makan, minum, dan lain-lain. 

Saya sudah bilang ke orangtua dan kakak-kakak saya, supaya mereka tidak usah mengirimkan uang ke saya. Saya harus berkomitmen dengan niat saya untuk mandiri.

Tak heran, waktu di kuliah, selain ditunjuk sebagai ketua tingkat (uhuk ^_^), juga banyak yang mengandalkan saya, berebutan duduk di samping saya waktu kuis dan ujian semester.

Tujuan mereka? Ingin menyontek jawaban-jawaban di kertas saya ^_^.

"Maklumlah, Pak Anton. Kami kan guru esde. Tidak pernah mengajar bahasa Inggris. Lagipula, kami sudah tidak pernah belajar bahasa Inggris sejak terakhir lulus dari SPG (Sekolah Pendidikan Guru, setara SMA atau SMK sekarang ini)."

Yah, saya kuliah bersama beberapa guru esde yang belum menyandang gelar sarjana. Ada yang lulusan SPG, ada yang lulus Diploma 1, dan lain sebagainya. Mereka mendapat beasiswa dari pemerintah untuk melanjutkan studi ke jenjang Strata Satu. 

Lucunya, di sekolah, mereka mempunyai jabatan guru kelas. Ngajar bahasa Inggris? Jelas tidak pernah!

Ibarat kata, saya sudah "curi start" lebih dulu, karena memang sejak SMP, saya sudah suka dengan bahasa Inggris, ditambah saya sudah mengajar les privat bahasa Inggris sebelum kuliah.

Saya menjalani profesi guru dan instruktur bahasa Inggris sampai lulus kuliah.

Teman-teman seangkatan saya pernah berkata, "Kalau Pak Anton sih cuma cari ijazah saja. Ilmu sudah jago, sudah lihai."

Dan memang, saya lebih mudah dalam mencari pekerjaan, setelah menyandang gelar sarjana, karena ibarat kata, pengalaman dengan teori saya berimbang, malah lebih banyak pengalaman, daripada teori.

Kok bisa?

Karena saya dari pagi jam 07.15 sampai jam 01.30 siang mengajar di esde. Kemudian saya makan siang sebentar, dan langsung berangkat ke kampus sesudahnya.

Jam 02.30 siang sampai jam 05.00 sore saya kuliah. Jam lima sore, saya jogging sebentar, lalu jam 6 malam sampai jam 08.30 malam, saya mengajar les privat atau di kursus.

Saya baru tiba di kamar kos, pada jam 10 malam. Kelayapan? Tidak. Saya biasanya dinner dulu di warung sebelum pulang dan terkadang mengerjakan tugas kuliah di rental komputer. 

Maklum, anak kos, malas masak (lagian di kos cowok, gak ada dapur. Gimana mau masak, heheheh ^_^), juga karena masih kere dulu, belum punya laptop. Jadi pagi atau siangnya, saya tulis di buku, baru malamnya, saya ketik di rental komputer.

Bisa dibayangkan, teori lebih sedikit dari praktek. Kuliah cuma sekitar tiga jam sehari, tapi praktek sampai memakan waktu sembilan sampai sepuluh jam dalam sehari. Sisa waktu digunakan untuk mandi, makan, mengerjakan tugas kuliah, olahraga ringan, istirahat, dan tidur.

Capek? Tentu saja, tapi karena dulu saya masih muda, saya menjalani dengan anteng saja. Kalau sekarang, tentu saja berbeda ^_^.

Hasil dari proses kerja sambil kuliah?

Tidak mengecewakan. Bukan ingin menyombongkan diri. Saya lulus dengan predikat Cum Laude di jenjang Diploma Tiga dan juga lulus dengan predikat Cum Laude di jenjang Sarjana di kesempatan berikut.

Saya membuktikan, kalau kerja dan kuliah bisa dilakukan berbarengan.

Jadi omong kosong kalau mengatakan kerja sambil kuliah, atau kuliah sambil kerja, pasti ada salah satu yang dikorbankan.

Biasanya itu karena pekerjaan berbeda dengan jurusan yang diambil.

Kuliah di Fakultas Pertanian, tapi kerjanya di esde sebagai pegawai tata usaha.

Atau studi di Fakultas Ekonomi, tapi bekerja sebagai guru esde, mengajar Bahasa Inggris.

Kan tidak sesuai dengan jurusan ^_^.

Makanya di awal, cari pekerjaan sesuai dengan jurusan, supaya bisa sinkron, berhubungan dengan kuliah, jadi ilmu di kuliah bisa diterapkan saat bekerja.

Seperti saya, saya menerapkan metode mengajar bahasa Inggris yang saya dapat di kuliah, saya terapkan di sekolah dan kursus.

2. Lengkapi dengan keterampilan-keterampilan yang mendukung profesi kelak

Sebenarnya, tidak ada alasan untuk tidak bisa mempelajari keterampilan baru di zaman sekarang. Internet sudah memudahkan kita untuk belajar apa saja. Asal ada kemauan.

Mau belajar membuat nasi uduk, cari video tutorial di YouTube.

Mau belajar cara menulis cerpen? Bisa googling di internet.

Mau mencari metode pengajaran Bahasa Inggris? Tinggal search di Google.

Jangan hanya puas "disuapi" sama dosen. Ilmu selalu berkembang. Jadi kita pun harus terus belajar dari sumber-sumber lain. Tanpa henti, tanpa kenal lelah.

Saya sendiri sangat terbantu dengan adanya internet. Saya bisa belajar materi-materi pembelajaran bahasa Inggris, khususnya untuk materi-materi yang termasuk sulit menurut saya.

Selain itu, saya juga mempelajari cara bermain gitar.

"Lho, apa hubungannya main gitar dan mengajar bahasa Inggris?"

Mungkin Anda semua bertanya begitu ^_^.

Tidak ada hubungan secara langsung, namun berhubungan dengan lagu yang ingin saya ajarkan ke peserta didik saya.

Dunia anak-anak kan sangat bertalian dengan bermain dan bernyanyi. Kalau sekadar menyanyi saja, sepertinya terlalu mainstream. Cenderung membosankan. Kecuali menggabungkan antara menyanyi dan menggerakkan beberapa anggota badan

Misalnya, lagu "If You're Happy" menggabungkan unsur menyanyi dan melakukan beberapa tindakan yaitu bertepuk tangan, menghentakkan kaki ke lantai, dan berteriak "Hore!"

Ini sudah menarik, namun apabila digabungkan dengan memainkan alat musik, akan lebih menarik lagi.

Saya sudah membuktikannya.

Bermain alat musik merupakan salah satu keterampilan yang juga penting, khususnya untuk guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD).

Selain keterampilan memainkan alat musik, keterampilan mengoperasikan komputer juga wajib dikuasai, supaya bisa lebih cepat membuat administrasi sekolah, seperti RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), Silabus, dan lain sebagainya.

Tapi yang terpenting dari kesemuanya adalah keterampilan menulis, baik itu menulis artikel yang dipublikasikan di blog pribadi, atau menulis karya tulis ilmiah. Tujuannya adalah supaya bisa menyampaikan pesan dengan jelas dan sistematis. Sehingga kalau seandainya melamar pekerjaan kelak, entah itu di sekolah atau perusahaan, sudah punya portofolio yang menampilkan kompetensi keilmuan.

3. Aktif dalam organisasi

Saya punya kenalan, Andre (nama samaran), yang berstatus mahasiswa kupu-kupu tadi. Murni cuma kuliah saja. Setelah selesai kuliah, pulang, makan, lalu berteman dengan televisi.

Setelah jadi sarjana, hidupnya pun begitu-begitu saja. Cuma dapat pekerjaan sebagai tenaga administrasi, dan selesai bekerja, pulang, makan, menonton tv, lalu tidur.

Begitu seterusnya dilakukan esok harinya.

Membosankan?

Yah, pastinya membosankan. Tidak ada variasi dalam hidup.

Karena kebiasaan itu terjadi di masa kuliah yang juga membosankan, dan berlanjut sampai saat bekerja.

Seandainya waktu kuliah, dia mengikuti kegiatan organisasi, entah itu MAPALA (mahasiswa pencinta alam), marching band, pramuka, klub jurnalistik, atau klub band, pasti akan memberikan warna tersendiri dalam hidupnya, dan akan mempengaruhi pilihan karir waktu melamar pekerjaan setelah meraih gelar sarjana.

Karena perusahaan atau bank-bank ternama tak akan menerima orang-orang yang terlalu "kutu buku". Mereka mencari, bukan saja personal yang mempunyai nilai IPK tinggi, namun juga punya kemampuan soft skill, seperti kemampuan bekerja sama dalam satu tim, bisa mendelegasikan tugas kepada anggota, kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan, dan itu semua biasanya diperoleh lewat organisasi atau kegiatan-kegiatan di luar perkuliahan.

Contohnya, saya dulu pernah ikut band di kampus. Sempat manggung pada salah satu acara. Saya waktu itu memainkan keyboard, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu piawai dalam memainkan keyboard, tapi karena sulit mencari keyboardist, dan saya kebetulan bisa memainkan, meskipun tidak begitu lihai, ya tetap teman-teman memilih saya sebagai keyboardist.

Namun itu yang pertama dan terakhir saya manggung.

Kenapa?

Pertama, karena saya lebih suka main gitar dibanding keyboard. Sedangkan gitaris handal sangat mudah didapat. Permainan gitar saya tak seberapa oke, jadi jelas tidak bisa bersaing dengan mereka. Perlu latihan spartan untuk itu. Sayangnya, saya tidak punya banyak waktu untuk latihan gitar.

Kedua, aliran musik yang band sukai adalah pop, rock, atau heavy metal. Tentu saja, untuk pop, tidak masalah, namun untuk rock dan heavy metal, saya mengalami kendala, karena saya kan sukanya makan nasi, mie instan, bakso, dan lain-lain. Kalau batu sama logam berat, saya mah gak suka. Gigi bisa pada rontok semua (bercanda, hehehe ^_^). Yah, pada dasarnya, karena saya tidak punya banyak waktu untuk berlatih, apalagi karena saya tidak mempunyai keyboard, jadi saya tidak bisa berlatih di rumah.

Ketiga, seperti saya utarakan sebelumnya, saya mendapat pekerjaan sebagai guru bahasa Inggris di esde, instruktur bahasa Inggris di kursus, dan juga mengajar les privat bahasa Inggris. Tentu saja, saya lebih fokus ke pekerjaan sebagai prioritas utama, karena itu yang menghidupi saya. Orangtua saya sudah tidak bekerja lagi waktu itu, karena faktor usia dan terkena sakit penyakit. Saya tidak mau dikirimi uang oleh kakak-kakak saya. Saya ingin mandiri. Otomatis, saya harus bekerja.

Hubungan yang sangat erat antara status mahasiswa kupu-kupu dan karir di masa depan

Karir di masa depan yang menanti, tidak seindah di bayangan. 

Meskipun sudah menggondol IPK dengan predikat Cum Laude sekalipun, tidak menjamin Anda diterima bekerja di sekolah idaman dimana Anda ingin mengajar, bank terkemuka, perusahaan bonafide, atau bahkan kalau seandainya Anda ingin menjadi dosen di perguruan tinggi dimana Anda menimba ilmu.

Nilai-nilai itu tidak ada artinya, jika Anda tidak punya pengalaman bekerja sesuai gelar sarjana yang Anda peroleh. 

Nilai-nilai bagus tidak ada manfaatnya, jika Anda tidak mempunyai keterampilan-keterampilan lain di luar gelar sarjana Anda, misalnya seperti saya, sebagai guru bahasa Inggris di esde, saya membekali diri dengan keterampilan bermain gitar untuk tujuan mengajar bahasa Inggris lewat lagu; mengoperasikan komputer supaya bisa membuat administrasi sekolah seperti RPP, Silabus, dan lain sebagainya; serta kemampuan menulis artikel, dengan tujuan untuk melatih pikiran saya, supaya bisa lebih jelas dan sistematis dalam menyampaikan materi ajar pada peserta didik.

Nilai-nilai cemerlang di atas kertas transkrip nilai tidak ada faedahnya jika hidup Anda hanya berkisar dari rumah ke kampus, dan dari kampus kembali ke rumah lagi. Begitu seterusnya. Siklus yang sama berulang, sampai lulus menggondol gelar sarjana. Apa bedanya dengan mahasiswa kebanyakan?

Contohlah tokoh-tokoh pahlawan kita seperti Soekarno, Hatta, Agus Salim, dan lain sebagainya. Mereka tidak sebatas kuliah. Mereka juga terlibat aktif dalam berbagai organisasi, dan pengalaman berorganisasi itu membentuk pribadi dan karakter mereka menjadi manusia-manusia tangguh dan pengalaman-pengalaman tersebut kerap membantu mereka dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan penting dalam kehidupan.

Jadi, bagaimana dengan Anda sekarang? Apakah ingin menjadi mahasiswa kupu-kupu atau melakukan ketiga hal yang saya paparkan di atas demi karir gemilang di masa depan?

Itu kembali kepada pribadi masing-masing.

Yang jelas, ketiga hal di atas sudah membuktikan, bahwa banyak tokoh nasional menjadi pribadi yang bermanfaat bagi bangsa dan negara karena tidak sekadar menjadi "kutu buku".

Intinya, kalau ingin karir Anda cemerlang setelah mendapat gelar sarjana, seandainya sekarang Anda masih mahasiswa atau mahasiswi, sadarlah, janganlah menjadi mahasiswa atau mahasiswi kupu-kupu. 

Ketiga hal di atas akan mempersiapkan Anda untuk siap tempur menghadapi dunia kerja yang keras sembari menggenggam ijazah sarjana yang akan ada di tangan kelak.

"Karir cemerlang di masa depan akan ditentukan oleh bagaimana cara Anda menempuh perkuliahan."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun