Kalau mengenang apa yang sudah berlalu, terkadang saya merenung dalam hati.
Sudah 21 tahun. Bukan waktu yang singkat. Banyak suka dan duka. Meskipun saya sudah tidak menjadi guru di sekolah lagi dan beralih profesi, namun pengalaman-pengalaman tersebut tetap ada di hati, apalagi kalau menyangkut kemanusiaan.
Kenapa saya menyebutkan kemanusiaan di sini?
Karena terkadang, posisi sebagai guru honorer menyebabkan saya terbatas ruang geraknya. Karena honor minim, terpaksa kerja serabutan, di sekolah dan les di bimbel, dan les privat; juga kuliah waktu itu, menyebabkan fokus terpecah.
Ditambah lagi, mata pelajaran bahasa Inggris hanya diajarkan seminggu sekali.
Misalnya kelas 6A, jadwal di hari Senin, maka saya akan bertemu mereka kembali di hari Senin depan. Seminggu kemudian.
Belum lagi peserta didik, terutama yang malas atau ada masalah keluarga,sehingga tidak termotivasi untuk belajar, meskipun segala daya upaya sudah saya kerahkan untuk membuat pembelajaran menarik dan menyenangkan.
Saya sebenarnya tidak terlalu peduli dengan anak-anak yang memang malas atau "bermasalah", karena saya sudah punya banyak masalah.
Membayar SPP, membenahi tugas kuliah di kos, membayar uang kos, mengajar les di bimbel dan les privat, mempersiapkan materi untuk mengajar, semua sudah menyita waktu saya.
Itu semua sudah menguras tenaga saya.
Namun, karena prinsip "Kerja adalah Ibadah", saya tak bisa membiarkan peserta didik yang malas atau sering tidak masuk waktu pelajaran saya.