Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

3 Alasan Krusial Kenapa Pemilihan Legislatif Tidak Terasa Gregetnya di Pemilu 2019

23 April 2019   16:10 Diperbarui: 23 April 2019   16:39 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : rri.co.id 

Pemilu 2019 sudah berakhir. Kita tinggal menunggu hasil real count dari KPU pada tanggal 22 Mei 2019.

Selain itu, kita pun menunggu hasil pemilihan legislatif, yang menurut saya, tidak terasa gregetnya sama sekali di Pemilu 2019.

Kok bisa?

Menurut pendapat saya, dari bertanya pada beberapa kenalan, baik lama maupun baru, ada 3 alasan krusial kenapa pemilihan legislatif tidak terasa gregetnya di Pemilu 2019.

1. Terfokus oleh pemilihan presiden dan wakil presiden

Semua orang bicara soal kosong satu dan kosong dua. Fokus pada hasil pemungutan suara untuk pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Inilah yang menurut saya menjadikan pemilihan legislatif ibarat acara hiburan. Masyarakat lebih terbius dengan kampanye dan debat dari Capres dan Cawapres dibanding calon legislatif. Masyarakat lebih mementingkan menentukan pilihan untuk Presiden daripada menetapkan pilihan pada caleg.

2. Caleg tak pernah muncul, tapi balihonya bertebaran di mana-mana

Kampanye lebih dari cukup, mungkin malah bisa dibilang terlalu lama untuk dijalani, sekitar tujuh bulan, namun menurut saya, saya cuma melihat baliho-baliho yang bertebaran di sepanjang jalan, namun saya tak pernah melihat para caleg ini terjun langsung ke warga untuk menyampaikan visi dan misi mereka (atau mereka mengadakan acara-acara sederhana untuk kalangan internal? Mungkin seperti itu.)

"Saya bingung mau nyoblos siapa. Gak ada yang dikenal," kata Reni (bukan nama sebenarnya), salah satu warga yang menggunakan hak pilihnya di TPS yang sama dengan saya. Yang lain pun juga kurang lebih sama pendapatnya. 

Memang cukup tragis. Gambar caleg ada di mana-mana, tapi tak satu pun yang dekat di hati.

3. Konotasi negatif soal caleg

"Ah, caleg itu apa sih kerjanya? Cuma koar-koar di layar kaca, kerjanya gak ada."

"Curiga mau cari duitnya aja. Tidur di kursi rapat. Dapat gaji setiap bulan. Hasil kerja nol besar."

"Kinerjanya gak ketahuan. Nyaleg lagi untuk periode selanjutnya. Saya sih gak mau milih orang yang model begini. Apalagi yang baru nyaleg."

Ini beberapa dari sekian banyak komentar waktu saya menunggu untuk memberikan suara saya di TPS. Belum lagi komentar-komentar dari teman-teman saya.

Stigma ini sudah jamak dalam benak warga. Apalagi dengan banyaknya anggota legislatif yang tertangkap OTT KPK, semakin menambah kadar ketidakpercayaan rakyat pada kejujuran anggota legislatif.

Saran bagi caleg di pemilu mendatang dan caleg terpilih di pemilu sekarang 

Untuk menentukan kapan waktu pilpres dan pileg, supaya tidak dilaksanakan bersamaan, KPU-lah yang berwewenang untuk itu. Pilpres yang diadakan bersamaan dengan pileg di tahun ini termasuk salah satu alasan yang menyebabkan animo masyarakat agak berkurang terhadap pileg. Mudah-mudahan di waktu mendatang, pilpres dilaksanakan di waktu tersendiri, tidak disatukan dengan pileg. 

Dalam hal ini, saya memberikan saran, baik bagi caleg terpilih di pemilu sekarang, maupun caleg di pemilu mendatang, supaya animo warga dalam mengikuti pileg lebih meningkat di masa mendatang.

1. Murnikan tujuan, yaitu mewakili rakyat, bukan memperkaya diri

"Itu ada yang sampai jual tanah, mobil, rumah, untuk biaya kampanye. Sudah kaya, masih gila jabatan. Kurang apalagi hidupnya?" kata Rudi (bukan nama sebenarnya), salah satu teman saya yang mempunyai kenalan orang kaya yang mencalonkan diri menjadi caleg dengan mengorbankan aset yang dipunya sebagai biaya kampanye.

"Rumah Sakit Jiwa sudah siap untuk menampung mereka, mereka yang rugi besar sudah mengeluarkan biaya besar dalam berkampanye, tapi tidak terpilih."

Menurut saya, kalau maksud terpilih adalah memperkaya diri, karena tergiur dengan besaran gaji anggota legislatif, sebaiknya lupakan saja niat menjadi anggota legislatif. Takkan pernah bisa terwujud di zaman ini. Rakyat sudah cerdas memilih wakil rakyat. Tidak akan memilih wakil rakyat yang mempunyai tujuan egois seperti itu.

Jadi, saran saya, murnikan tujuan Anda, yaitu mewakili rakyat. Suarakan kepentingan rakyat. Bukan ingin menjadi anggota legislatif untuk memperkaya diri. 

2. Uraikan visi dan misi yang jelas dan terukur

Bagi saya pribadi, visi dan misi yang jelas dan terukur lebih bermakna daripada retorika panjang kali lebar. Dan yang terlebih penting adalah sering turun ke daerah, menyapa warga dan melihat sejauh mana perkembangan daerah yang diwakilinya. Sebagai wakil rakyat, menyampaikan aspirasi rakyat, bukan aspirasi pribadi.

3. Tunjukkan kinerja lewat blog, situs website atau media sosial kalau anggota legislatif memang bekerja

Bagi saya pribadi, sebagai masyarakat biasa, awam, saya tidak pernah melihat anggota legislatif bekerja, selain dalam gedung DPR, itu pun kalau diberitakan oleh media cetak dan media elektronik.

Saran saya, kenapa tidak menunjukkan kinerja lewat blog, situs website atau media sosial? Dengan begitu, anggota legislatif ini menunjukkan kiprah mereka, bukan sekedar koar-koar mengritik pemerintah, namun nihil dalam bekerja.

Tunjukkan dalam bentuk tulisan dan foto, bahwa Anda, para anggota legislatif, memang bekerja untuk rakyat, karena Anda semua wakil rakyat, jadi rakyat perlu tahu sejauh mana perjuangan wakil rakyat yang mereka pilih dalam memperjuangkan aspirasi suara rakyat.

Sertakan dengan pemikiran-pemikiran untuk kemajuan bangsa dan negara. Dengan begitu, mata rakyat pun jadi semakin terbuka lebar akan kerja keras anggota legislatif, bahwa stigma malas anggota legislatif selama ini tidak benar. Masih ada beberapa anggota legislatif yang memang benar-benar berjuang untuk aspirasi rakyat Indonesia. Daripada berkoar-koar, kenapa tak menuliskan di blog, website, atau media sosial? Supaya rakyat tahu dari wakil-wakil rakyatnya langsung, bukan mendengar dan membaca dari sumber-sumber yang tak bisa dipercaya.

Semoga saja Anggota Legislatif Terpilih dan yang bersiap untuk pemilu mendatang bisa menjadi lebih baik lagi ke depan.

Salam Kompasiana

*

Samarinda, 23 April 2019

Anton

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun