"Anjing."
Kata ini keluar dari salah satu murid saya, sebutlah Robert.Â
Robert ini sebenarnya cerdas, rajin, dan ulet. Sayangnya, seperti halnya manusia pada umumnya, dia punya kekurangan.
Namun kekurangan-kekurangannya ini suka buat saya geleng-geleng kepala.
Kekurangan pertama, dia mudah marah. Dia mudah tersinggung, yang mengakibatkan kemarahan tak terkendali, lalu berkelahi dan akhirnya kata 'anjing' atau 'bangsat' keluar dari mulutnya.
Kekurangan kedua - tulisannya acakadut. Sangat sukar untuk dibaca. Saya sudah memperingatkan beberapa kali supaya melatih menulis yang rapi. Dia pun mendengarkan saya, namun saya melihat, agak susah merubah tulisan apabila dia sudah kelas enam. Karena dari sejak kelas satu sampai lima, dia pasti tidak melatih menulis rapi. Lima tahun dirubah dalam tempo tiga bulan. Butuh kerja keras yang tidak main-main.
Masih banyak kekurangan-kekurangan yang lain. Manusiawi. Namun cukup dua kekurangan yang menonjol, dan yang terparah adalah yang pertama.Â
Marah tak terkendali.
Akibatnya, kata-kata kasar, umpatan, seperti 'anjing', 'bangsat', dan sejenisnya yang keluar dari mulut Robert.
Saya pun mencoba mencermati kenapa anak murid saya bisa berbicara seperti itu.
Bukan cuma Robert, namun juga anak-anak yang lain ada yang berbicara seperti itu.Â
Saya menyimpulkan penyebab anak-anak zaman now suka berbicara tidak karuan seperti itu dipengaruhi oleh tiga faktor.
Pertama - TV dan HP
TV tentu saja menjadi sumber utama yang mempengaruhi pola pikir dan juga bertutur kata.
Banyak kali saya geleng-geleng kepala melihat tayangan di televisi, terutama televisi-televisi lokal Indonesia yang isinya kalau tidak sinetron-sinetron rendah kualitas, pasti infotainment yang rese dengan urusan keluarga selebriti.,
Bagaimana Indonesia mau maju kalau dicecoki dengan tayangan tidak mendidik seperti itu?
HP juga menjadi biang keladi atas tutur kata lancang anak sekarang ini.
Saya melihat anak-anak murid saya yang suka menghabiskan waktu dengan hape, mereka biasanya mengucapkan kata-kata kasar. Memang tidak semua, tapi kebanyakan seperti itu.
Main game, nonton youtube, Â media sosial.
Apakah mereka meniru hal-hal buruk dari internet?
Sepertinya begitu. Tidak ada filter dari orangtua.
Kedua - Lingkungan (Teman atau tetangga)
Lingkungan tentu sangat berperanan penting dalam tumbuh kembang anak.Â
Dari lingkunganlah kita terbentuk.
Seperti ada peribahasa yang pernah saya dengar, "Kalau bergaul dengan penjual parfum, maka kita ketularan harumnya."
Saya melihat contoh konkretnya terjadi pada teman saya yang memang berteman dengan penjual parfum.Â
Namun kalau berteman dengan pencuri atau yang sejenisnya, tentu akan bisa merusak.
Kalau dalam kasus teman saya yang berteman dengan penjual parfum itu tentu saja positif, karena dia jadi menyadari kalau bau badannya tidak 'sedap', sehingga perlu parfum untuk menyegarkan bau badan.
Berbeda kalau berteman dengan perokok seperti Riko (bukan nama sebenarnya). "Aku terpengaruh karena teman-temanku mengolok-olok banci kalau tidak merokok."
Supaya teman-temannya menerima dia sebagai anggota, Riko pun ikut merokok. Setelah dewasa, dia tak bisa lepas dari rokok. Tepatnya, kemauannya tidak kuat.
Ketiga - Keluarga
Mungkin Anda berpikir, "Kok keluarga ditempatkan terakhir?"
Justru karena paling penting, maka saya menempatkannya di akhir. Ibaratnya, pertunjukan yang paling dinanti, dan biasanya, kalau dalam pidato, poin terakhir yang biasanya lebih diingat daripada poin-poin sebelumnya.
Saya tak perlu menjelaskan betapa vitalnya peran orangtua terhadap kepribadian anak, karena sejak bayi, anak mendapat pendidikan, entah benar atau salah, dari orangtua.Â
Mereka harus tetap bertanggungjawab secara penuh, karena sekolah hanya bersifat mengajar. Mendidik termasuk dalam kurikulum, namun tentu saja, satu guru tak bisa mendidik anak-anak sejumlah empat puluh siswa ^_^.
Dan jelas tidak mungkin sekolah yang menanggung pendidikan anak sepenuhnya karena yang menjadi masalah adalah anak-anak cuma punya waktu belajar 5-6 jam di sekolah. Berarti ada 18-19 jam di luar sekolah (baca : rumah). Sekolah tidak bisa mengontrol apa yang terjadi di luar sekolah. Orangtualah yang harusnya mengontrol.
* * *
Untuk mengatasi ketiga faktor yang menyebabkan masalah di atas, solusi yang bisa dijalankan adalah :
Pertama - Batasi waktu menonton tv dan penggunaan hape; perbanyak membaca buku dan kegiatan lain, misalnya berolahraga bersama, bermain musik, menyanyi dan hal-hal positif lainnya.
Salah seorang murid saya, sebut saja Rina, diperbolehkan mengakses hape hanya di akhir pekan yaitu Sabtu dan Minggu, itupun cuma satu jam.Â
Sisanya? Jalan-jalan ke luar rumah, misalnya ke kolam renang atau taman kota.
Di hari-hari biasa, Rina tidak boleh menonton acara-acara lain, selain film kartun yang mendidik, seperti Upin Ipin. Itu pun juga dibatasi waktunya.
Sebagai pengisi waktu, mengaji dan karate menjadi kegiatan rutin Rina.
Rina pun menjadi anak yang menyenangkan. Tutur katanya sopan, mudah bergaul dengan siapa saja, bisa diandalkan, dan berkelakuan sopan.Â
Kedua - Tanyalah pada anak-anak Anda dengan siapa mereka bergaul.Â
Kalau perlu, ikut mengobrol dengan teman-teman anak-anak Anda di waktu sore hari sewaktu mereka bermain. Dengan begitu, Anda jadi tahu teman-teman anak Anda seperti apa kepribadiannya, sehingga bisa mencegah sejak dini kalau teman-teman anak Anda mempunyai perilaku yang bisa 'merusak' kelakuan anak Anda.Â
Ketiga - Luangkan waktu bersama anak Anda di rumah.
Bisa dengan belajar bersama, dan Anda mengajari anak Anda selagi bisa, terutama waktu usia dini, yaitu TK dan SD. Dengan begitu Anda bisa mengetahui seberapa susah pelajaran saat ini, dan bukan hanya menyalahkan anak yang Anda anggap malas karena mendapat nilai jelek ^_^.
* * *
Kiranya doa kita bersama untuk anak-anak kita nanti bisa menjadi pemimpin yang tangguh, jujur, pekerja keras, dan santun dalam bertutur kata dan berperilaku.
Untuk mencapai impian di atas, tidak cukup dengan doa saja, tapi berusaha semaksimal mungkin mendidik anak demi masa depan yang gemilang.
'Sopan dalam tutur kata dan perilaku hendaknya menjadi cerminan sikap yang harus tetap dijaga sampai kapan pun juga.'
Samarinda, 27 Desember 2018
Anton
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H