Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Poin? Pangkat? Tidak Penting!

17 Desember 2018   15:14 Diperbarui: 17 Desember 2018   15:29 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu saya menulis pertama kali di blog-blog gratisan seperti blogspot atau wordpress, kok sepertinya tidak ada yang baca, jadi sempat vakum menulis di blog.

Namun saya tetap menulis, meskipun cuma dituangkan di buku tulis atau mendekam di laptop tanpa pernah dipublikasikan sama sekali. 

Pengenalan akan Kompasiana merubah segalanya.

Saya mengenal Kompasiana sebenarnya tanpa kesengajaan sama sekali. 

Saya suka membaca berita-berita aktual di kompas.com, dan dari situ saya melihat bahwa salah satu bagiannya adalah kompasiana. 

"Apa nih kompasiana?" pikir saya. 

Karena penasaran, saya pun mengklik link kompasiana. 

Apa yang saya temui sungguh unik menurut saya.

Meskipun saya tidak mengenal penulis-penulis di kanal kompasiana ini, namun kualitas tulisan mereka sungguh luar biasa.

Saya menjadi ketagihan untuk membaca berbagai artikel di kompasiana. Waktu itu saya sangat suka membaca artikel-artikel humor (saya lupa tahun berapa persisnya).

Jati Kumoro, Bain Saptaman, Pakde Kartono, Ervipi dan penulis-penulis artikel humor lainnya sangatlah menghibur saya di saat istirahat malam sehabis mengajar les. 

Ketegangan, tingkat stress tinggi bisa diturunkan karena membaca hal-hal lucu dari artikel-artikel humor tadi. 

Saya pikir, "Luar biasa sekali orang-orang ini. Mereka bisa menulis seperti ini. Padahal latar belakang mereka bukanlah dari kalangan jurnalis. Mereka hanyalah masyarakat awam biasa yang pekerjaan sehari-hari sangatlah jauh dari dunia tulis menulis, namun mereka bisa merangkai kata demi kata dengan begitu apiknya."

"Andai aku bisa menulis seperti mereka."

Waktu itu saya belum pede untuk ikut andil menulis di kompasiana. Saya ini siapa! Nanti malah diketawain kalau hasil tulisan jelek. 

Mungkin sekitar dua tahun, saya cuma jadi silent reader. Cuma sekedar membaca, tanpa pernah andil menyumbangkan tulisan. 

Namun pada akhirnya, saya jadi bosan cuma jadi penggembira, penonton, yang tidak memberikan sumbangsih dalam bentuk pemikiran.

Kira-kira pertengahan tahun 2016 (kalau tidak salah), saya registrasi menjadi anggota dari Kompasiana tercinta ini. Namun waktu itu, saya tidak langsung menulis, karena selain kesibukan mengajar, juga masih belum yakin memposting artikel. 

"Apakah ada yang baca nanti?"

Itu pemikiran saya dulu. Rasa minder yang seharusnya tidak perlu ada. Penulis besar saat ini pasti dulunya memulai dari nobody. 

Sampai pada suatu titik, saya memberanikan diri memublikasikan karya saya di Kompasiana. "Biarin aja apa kata orang." Saya sih berprinsip 'hajar bleh' aja hehehe ^_^.

Judul artikel perdana saya itu adalah Belajar dari Ironman. Saya sih nothing to lose aja waktu mosting. Ada yang baca ya syukur. Kalau gak ada ya sudah. 

Eh, artikel ini mendapat predikat artikel 'Pilihan'. Bagi saya yang baru pertama kali posting, saya tidak mengerti apa maksudnya 'pilihan' di sini. Setelah browsing, saya jadi tau kalau pihak admin kompasiana yang melabeli predikat 'pilihan' untuk artikel yang memiliki konten yang 'baik' (saya lupa kategori 'baik' itu seperti apa. Intinya memberikan manfaat untuk orang lain kalau tidak salah ^_^).

Bagi saya, itu merupakan penghargaan tak terkira. "Ternyata tulisanku dianggap oke juga," saya jadi bersemangat setelahnya, meskipun tidak langsung membuat saya produktif, karena pertimbangan saya waktu itu adalah 'tidak ada uangnya menulis di kompasiana' (Itulah kesalahan saya yang terbesar. Padahal ada banyak blog competition di mari. Salah satunya yang pernah saya ikuti adalah waktu ada blog competition tentang piala dunia 2018 yang berhadiah duit. Menang? Belum beruntung, hehehe ^_^)

Saya jadi aktif (pake banget) di tahun 2018 ini. Setelah di 2017 betul-betul vakum tidak ada satu pun tulisan terproduksi (hiks), 2018 ini menjadi momentum saya untuk menulis lebih giat. 

Mengapa? 

Karena ternyata senang juga kalau ada yang mengomentari artikel, cerpen atau puisi saya dengan kata-kata, "mantap,terima kasih sudah berbagi, dan lain sebagainya; atau kalau ada kompasianer lain memberikan rating. Dalam hati, "Ternyata isi pikiranku ini ada manfaatnya juga ya."

Di awal-awal, senang juga melihat poin dan pangkat yang ditentukan pihak Kompasiana. Termotivasi dengan itu. Namun semakin menggeluti hobi menulis, poin dan pangkat tidaklah menjadi utama lagi. 

Dari sekian banyak alasan yang berseliweran di otak, saya mengambil tiga alasan utama yang menggerakkan saya untuk menulis. 

Pertama - Bisa Dilakukan dimana saja

Inilah hobi yang sangat fleksibel. Kapan saja dan dimana saja saya ingin menulis, saya bisa melakukannya. Bisa dengan alat konvensional seperti pulpen dan kertas, atau laptop, atau yang lebih portable seperti smartphone. 

Saya sih memilih smartphone untuk menulis di luar rumah, karena mudah dibawa kemana-mana, ukuran kecil, bisa untuk mendengarkan musik juga dan seabrek kegiatan yang bisa dilakukan.

Berbeda dengan hobi bermain gitar. Saya agak malas membawa gitar ke luar rumah karena bodinya yang besar mencolok dan tentu saja tidak bisa dikantungi di kantung celana atau kemeja :).

Kedua - Menyampaikan pesan secara jelas

Sebagai guru, tentu saja, materi ajar harus tersampaikan dengan jelas dan tidak menimbulkan kebingungan peserta didik. 

Menulis adalah cara yang paling efektif karena dalam proses menulis, pemilihan kata atau diksi dan merangkai kata menjadi kalimat haruslah teliti dan tertata. Apabila sudah terlatih menulis, maka menulis menjadi mudah dan tidak akan menjadi beban lagi. 

Imbasnya? Waktu saya menyampaikan gagasan, baik lewat tulisan atau lisan, pendengar atau pembaca dapat memahami pesan saya dengan mudah, karena saya melatih diri untuk menyampaikan pesan dengan jelas dan runtut lewat tulisan.

Ketiga - Meninggalkan pesan di dunia

Saya menyadari kalau suatu hari nanti saya akan mati. Pertanyaan di kepala saya : apa yang akan saya tinggalkan di dunia setelah saya tiada?

Saat ini saya tidak mempunyai uang berlimpah. Yang paling mudah untuk meninggalkan legacy di dunia untuk generasi mendatang adalah ilmu, dan bisa dilakukan lewat tulisan.

Blog di kompasiana ini bisa menjadi wadah meninggalkan jejak literasi ilmu pengetahuan yang bisa bermanfaat sekarang dan untuk generasi mendatang.

* * *

Jadi, kembali saya menimbang, proses menulis, menuangkan gagasan dalam bentuk tulisan merupakan hal yang menyenangkan, apalagi kalau ada orang lain, pembaca, yang memberikan apresiasi atau merasa terinspirasi oleh tulisan saya. Bagi saya, hal-hal seperti itu lebih berarti daripada materi apa pun di dunia ini. 

Poin dan pangkat bisa menjadi pemacu, seperti target untuk bisa lebih baik lagi, namun bagi saya, yang lebih menantang adalah tulisan saya bisa memberikan pencerahan bagi orang lain dan mungkin bisa memberikan solusi bagi masalah yang mereka sedang hadapi. 

Poin? Pangkat? Tidak penting! Kalau ingin mencapai poin besar dan pangkat setinggi langit, bisa dipastikan orang tersebut tidak akan lama menjalani proses menulis.

Kenapa bisa begitu?

Karena sesuatu yang dikerjakan dengan cinta akan lebih langgeng daripada yang dilandasi oleh materi. 

'Teruslah menulis, meskipun tidak ada keuntungan secara materi yang bisa didapat'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun